
TIMESINDONESIA, MALANG – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 pada awal bulan Juli 2023 lalu. Setelah melalui proses tahapan pemutakhiran data pemilih (Mutarlih) yang cukup panjang, akhirnya KPU menetapkan DPT sejumlah 204.807.222 pemilih pada Pemilu 2024. Dengan rincian, 102.218.503 pemilih laki-laki dan 102.588.719 pemilih perempuan.
Menariknya, dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), mayoritas pemilih didominasi oleh kalangan generasi Milenial dan Generasi Z.
Advertisement
Tercatat, sebanyak 66.822.389 atau 33,60 persen pemilih merupakan warga negara Indonesia yang lahir pada tahun 1980 hingga 1995, atau yang akrab disebut generasi milenial. Sementara itu, pemilih dari kalangan generasi Z alias pemilih yang lahir pada tahun 1997 hingga 2006 juga tak kalah fantastis. Ada sebanyak 46.800.161 pemilih atau 22,85 persen dari generasi Z yang mempunyai hak pilih pada Pemilu 2024 nanti.
Apabila diakumulasikan secara global, total pemilih dari kelompok generasi milenial dan generasi Z berjumlah lebih dari 113 juta pemilih.
Kedua generasi ini benar-benar mendominasi daftar pemilih pada Pemilu 2024, yakni sebanyak 56,45% dari total keseluruhan DPT. Sementara itu, sisanya merupakan generasi X, Baby Boomer dan Pre-Boomer.
Melihat akumulasi serta klasifikasi daftar pemilih di atas, artinya suara generasi milenial dan generasi Z benar-benar akan diperhitungkan pada kontestasi Pemilu 2024 mendatang. Suara keduanya, sangat menentukan wajah demokrasi ini ke depan.
Pertanyaanya, sejauh mana para kontestan yang maju pada Pemilu 2024 mendatang dapat menarik perhatian dari kedua generasi tersebut. Apakah pola-pola komunikasi politik lama, masih efektif untuk mendulang suara dari kalangan generasi milenial dan generasi Z?.
Apabila melihat kalender tahapan Pemilu 2024, saat ini baru memasuki tahapan pencalonan. Genderang perang sebenarnya baru akan dimulai pada masa kampanye yang dihelar pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Kendati pun demikian, tensi politik sudah mulai memanas. Sebagian sudah mulai mencuri start lebih awal dengan harapan untuk meningkatkan elektabilitas dan popularitas.
Tak sedikit para kontestan atau bakal caleg yang sudah mulai memanasi mesin politik mereka dengan cara yang beragam. Seperti memasang baliho di berbagai sudut jalanan hingga blusukan ke Desa-desa. Pola komunikasi politik seperti ini sudah menjadi kebiasaan bagi para kontestan, apalagi jelang masa-masa krusial pesta demokrasi.
Bagi politisi berpengalaman yang mampu membaca situasi dan era saat ini, kadangkala pola-pola komunikasi politik lama itu sudah mulai ditinggalkan. Mereka lebih fokus untuk merawat konstituen mereka dari sudut pandang lain.
Pengguna Media Sosial di Indonesia
Secara gamblang melalui data di atas, daftar pemilih pada Pemilu 2024 didominasi oleh kalangan milenial dan generasi Z. Kedua generasi ini termasuk dalam kategori digital native, yakni semasa lahirnya sudah melek dengan teknologi informasi. Media sosial benar-benar sudah menjadi teman akrab dari kedua generasi ini.
Bahkan, dalam survei Global Gen Z tahun 2022, rata-rata generasi Z menghabiskan waktu lebih dari dua jam untuk mengakses media sosial.
Secara global hingga Januari 2023, tercatat jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 167 juta orang. Jumlah tersebut setara 78 persen dari jumlah total pengguna internet di Indonesia yang mencapai 212,9 juta.
Platform media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia saat ini adalah Whatsapp dan Instagram.
Menurut survei GWI, ada 9 media sosial yang paling banyak digunakan oleh warganet tanah air sepanjang tahun 2022. Diantaranya: (1) Whatsapp, (2) Instagram, (3) Facebook, (4) TikTok, (5) Telegram, (6) Twitter, (7) FB Mesengger, (8) Snack Video, (9) Pinteres.
Berdasarkan data-data tersebut, media sosial sejatinya merupakan sarana yang efektif untuk mengkomunikasikan berbagai hal, termasuk narasi-narasi politik untuk mendulang suara dari kalangan generasi milenial dan generasi Z pada Pemilu 2024 mendatang.
Sayangnya, belum banyak kontestan Pemilu yang bergeriliya memanfaatkan media sosial secara masif. Mereka masih yakin untuk mengadopsi cara-cara lama yang belum tahu tingkat efektifitasnya.
Konon, dengan memasang baliho sebanyak-banyaknya di berbagai sudut jalanan, diyakini bisa menaikkan elektabilitas tokoh di mata lembaga survei. Sayangnya dengan menerapkan cara ini, elektabilitas Ketum PKB tak juga kunjung naik.
Media Sosial dan Popularitas Calon
Media sosial kini sudah mulai menyaingi lembaga-lembaga survei. Bagaimana tidak, untuk mengukur popularitas calon di dunia maya saja, cukup dengan melihat seberapa banyak followers-nya di media sosial.
Bagi politisi modern, tentunya media sosial adalah lahan basah untuk mendulang suara. Apalagi narasi serta konten yang ditampilkan sesuai dengan isu-isu yang diminati oleh kalangan milenial. Untuk menjangkau pemilih di medsos, mereka lebih memilih untuk beriklan di sosial media. Cara-cara seperti ini menjadi terobosan baru bagi para politisi di era digital.
Besar kemungkinan, para kontestan yang menguasai media sosial akan lebih mudah dikenal oleh kalangan pemilih pemula. Kendati pun demikian, untuk berbicara pemenang pada Pemilu 2024 mendatang masih terlalu dini untuk dibicarakan saat ini.
***
*) Oleh: Haveri Hamid, Relawan Pagar NKRI.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.