Kopi TIMES

Kolaborasi Membangun Bondowoso

Sabtu, 19 Agustus 2023 - 20:43 | 56.35k
Oleh: Muhammad Asnawi Sabil (Warga Bondowoso dan Sekretaris BPSDM Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi)
Oleh: Muhammad Asnawi Sabil (Warga Bondowoso dan Sekretaris BPSDM Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi)

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Bulan Agustus selalu menjadi momentum penting bagi Indonesia, yang dirayakan dengan gegap gempita, direfleksikan dengan berbagai cara dan diproyeksikan melalui segudang cita. Bagi Kabupaten Bondowoso, Agustus merupakan bulan kemerdekaan republik sekaligus bulan berdirinya kabupaten ini. Pada Agustus 2023, Bondowoso akan merayakan Hari Jadi Bondowoso (Harjabo) yang ke-204 dengan tema “Bumi Lestari, Bondowoso Sejahtera”.

Agar tidak terjebak dalam formalitas perayaan seremonial, Harjabo ke-204 harus menjadi ruang evaluasi dan refleksi substantif atas berbagai persoalan di Bondowoso, sehingga solusi dan proyeksi untuk menyongsong masa depan daerah yang lebih baik dapat dilakukan. 

Advertisement

Kita harus mengakui bahwa di hari jadinya yang ke-204 ini, Bondowoso masih menghadapi banyak persoalan struktural. Apa yang ditulis oleh Melfin Zaenuri dalam opininya di Radar Jember pada 31 Juli 2023 lalu tentang persoalan-persoalan struktural di Bondowoso merupakan realitas yang mau tidak mau harus kita akui dan terima kebenarannya, meskipun realitas itu pahit. Karena, dari pengakuan dan penerimaan tersebut, akan muncul kesadaran kolektif kita untuk memperbaiki.

Walaupun demikian, kita tidak boleh hanyut meratapi persoalan, sehingga abai terhadap secercah harapan masa depan. Padahal, terdapat capaian keberhasilan yang luput dalam sorotan, yang berpotensi untuk dilipatgandakan menjadi keberhasilan yang lebih berdampak luas demi mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi. Capaian keberhasilan tersebut menjadi modal kita untuk kolaborasi membangun Bondowoso.

Belajar dari Keberhasilan

Ada dua capaian keberhasilan yang perlu menjadi perhatian bersama sekaligus pelajaran berharga sebagai modal kolaborasi membangun Bondowoso. Pertama adalah keberhasilan di tingkat desa. Berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) Tahun 2022 yang dikeluarkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia,  terdapat 17 desa mandiri di Bondowoso. Artinya, 17 desa mandiri tersebut memenuhi tiga dimensi IDM, yaitu ketahanan sosial, ketahanan ekonomi dan ketahanan lingkungan yang bagus.

Selain itu, di balik status desa mandiri tersebut, terdapat sumber daya manusia berkualitas yang berhasil mengelola sumber daya potensial di desa. Bahkan, desa mampu memenuhi kebutuhannya dan membuka lapangan pekerjaan untuk warganya melalui pengelolaan BUMDes yang baik. Dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak diberlakukannya kebijakan dana desa, sentra-sentra usaha desa berbasis potensi lokal unggulan bermunculan. Desa-desa wisata mulai tumbuh, berkembang dan berlipat ganda. Demikian pula event-event kesenian dan kebudayaan mulai menyemarakkan kehidupan desa. Dampaknya adalah perekonomian desa meningkat.

Keberhasilan desa-desa bertransformasi menjadi desa mandiri tersebut menyalakan api optimisme untuk Bondowoso, bahwa harapan untuk perbaikan dan kemajuan itu ada. Harapan itu setidaknya ada pada manusia kreatif dan inovatif di desa-desa. 

Capaian keberhasilan kedua adalah kohesivitas sosial yang relatif stabil. Bondowoso bukan merupakan daerah yang rawan konflik. Secara sosiologis, ikatan sosial dan kerukunan masyarakat masih sangat terjaga. Gotong royong dan prinsip saling membantu antar warga terus terjalin. Nilai-nilai tradisional sebagai perekat relasi sosial masih lestari. 

Stabilitas yang terjaga ini merupakan buah dari demografi masyarakat yang relatif homogen, yaitu masyarakat agraris dengan corak Islam tradisional dan berbudaya Madura. Secara karakteristik keagamaan, mayoritas masyarakat Bondowoso berafiliasi dengan organisasi kemasyarakatan Islam, Nahdlatul Ulama (NU). Baik struktural maupun kultural, NU menjadi faktor determinan dalam merawat keberagaman dan kohesivitas sosial di Bondowoso. Hampir tidak ada konflik horizontal maupun vertikal, bahkan di masa-masa transisi kepemimpinan seperti Pemilu.

Kohesivitas sosial yang kondusif tersebut merupakan modal sosial-politik (social and political capital) yang sangat penting untuk membangun daerah. Tidak semua daerah di Indonesia memiliki stabilitas dan kondusivitas yang bagus. Karenanya, dua capaian keberhasilan tersebut menjadi fondasi yang kokoh. Selebihnya adalah ikhtiar kolektif dari semua stakeholder untuk membangun daerah.  

Model Penta-Helix

Membangun Bondowoso mengharuskan kolaborasi dari semua pihak. Paradigma kolaborasi ini harus menjadi kesadaran kolektif dari semua level eksekutif dan legislatif serta masyarakat sipil. Oleh karena itu, model kolaborasi yang tepat untuk diterapkan dalam membangun daerah adalah model Penta-Helix, sebuah model kerjasama multi-pihak dan multi-sektor. 

Model Penta-Helix ini telah diterapkan di sektor pariwisata, dan berhasil. Tidak ada salahnya jika kita mengadopsi model ini untuk membangun Bondowoso agar menjadi lebih baik. Dalam model Penta-Helix, kerjasama multi-pihak dan multi-sektor dioptimalisasi, yang meliputi academic (akademisi), business (bisnis), community (komunitas), government (pemerintah), dan media.

Kelima pihak dan sektor tersebut memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda, namun saling mendukung untuk menyukseskan program-program pembangunan daerah. Akademisi bertindak sebagai konseptor pembangunan, bisnis atau sektor swasta berperan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi, komunitas bertindak sebagai akselator pembangunan sekaligus aktor perantara antara pemerintah dan masyarakat umum, pemerintah berperan sebagai regulator dan pemangku kebijakan pembangunan, dan media bertindak sebagai pihak yang mempublikasikan dan mempromosikan program-program pembangunan.

Melalui adaptasi model Penta-Helix untuk pembangunan Bondowoso, harapannya terjadi akselarasi pembangunan daerah yang berujung pada perbaikan kehidupan masyarakat. Demikian juga dengan persoalan-persoalan yang terjadi di Bondowoso harus menjadi pelajaran bersama untuk bangkit, bukan justru hanyut dalam persoalan. Kolaborasi model Penta-Helix adalah paradigma sekaligus langkah yang aplikatif untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut sekaligus mengakselerasi pembangunan demi menyejahterakan masyarakat Bondowoso.

*) Oleh: Muhammad Asnawi Sabil (Warga Bondowoso dan Sekretaris BPSDM Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES