Kegagalan Program Food Estate Mengancam kesejahteraan Lingkungan

TIMESINDONESIA, MALANG – Progam Food Estate yang di kembangkan oleh Kementrian Pertanian (Kementan) bertujuan untuk Ketahanan pangan. Namun sampai saat ini belum berjalan dengan maksimal. Progam food estate ini justru ditakuti menjadi sebab krisis pangan bagi masyarakat di lokasi proyek tersebut.
Berdasarkan hasil penelusuran, banyak lahan yang mangkrak akibat kurangnya anggaran dan regulasi pembentukan badan cadangan logistic strategis. Tetapi yang menjadi tanda tanya besar mengapa tetap dilaksanakan.
Advertisement
Jika dilihat dari sektor ekosistem banyak kerusakan yang telah terjadi akibat gagalnya food estate. Terutama penduduk asli banyak yang merasa dirugikan akibat proyek ini. Ada yang mengeluhkan lahannya dirampas bahkan berakibat terjadinya banjir.
Dari semua proyek food estate yang dijalankan, mulai dari awal digagas sampai sekarang bisa dikatakan tidak berjalan sesuai dengan keinginan. Pemerintah kurang menganalisis tanaman yang cocok di daerah tersebut.
Kurangnya analisis yang dilakukan menyebabkan kegagalan program food estate semakin besar dan kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar, semakin tidak karuan akibat kurang mengertinya terhadap potensi wilayah.
Banyak respon negatif dari program food estate ini. Karena kegagalan yang dialami tapi tetap dilaksanakan. Hal ini yang membuat masyarakat geram terhadap kebijakan yang dilakukan. Mengapa tetap dilakukan jika kegagalan sudah didepan mata.
Jangan-jangan dalam hal ini terselubung kepentingan individu. Apakah terdapat korupsi dalam pelaksanaan program ini. Dirangkum beberapa progam food estate Jokowi yang gagal:
Pertama, Sumatra utara. Wacana proyek food estate di Sumatera utara termaktub dalam kepmen mentri PPN Nomor Kep, 19 M. PPN/HK/03/2023. Disebutkan pelaksanaan food estate ini bakal dibangun dalam dua tahap pelaksanaan.
Tahap pertama dilaksanakan pada 2020-2024 di atas tanah seluas kurang lebih 3.964 hektar. Sedangkan tahap kedua dilakukan pada 2024-2029 dengan sisa tanah seluas 7.623 hektar.
Beberapa kawasan food estate di Sumatra Utara, yakni lumbung pangan di Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara.
Kedua, Kalimantan Tengah. Untuk proyek food estate di Kalimantan Tengah tercantum dalam Perpres Nomor 108 Tahun 2022. Bahkan, ekonomi wilayah Kalimantan secara keseluruhan diramal akan tumbuh 5,5 persen sampai 6 persen jika food estate ini rampung.
Saat itu, Jokowi menjelaskan area pembangunan food estate di Kalimantan Tengah cukup luas, yakni 148 ribu hektar. Area itu termasuk wilayah irigasi dan akan digunakan untuk menanam padi.
"Kemudian area non irigasi seluas 622 ribu hektar, yang ini akan dikembangkan untuk menanam singkong, jagung, dan lain-lain, serta peternakan," terang Jokowi.
Ironisnya, proyek tersebut malah mangkrak dan terbengkalai. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai food estate di Kalimantan Tengah yang terbengkalai menambah daftar panjang cerita kegagalan proyek lumbung pangan pemerintah Jokowi.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebut food estate di Kalimantan Tengah sudah bisa ditanami.
"Pak Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo) membuktikan lahannya sudah bisa ditanami, hanya karena memang mungkin orangnya enggak ada, jadi agak lambat. Jadi kita setop di 43.500 hektare," jelasnya dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi V DPR RI, Senin (28/11).
Ketiga, Sumatra Selatan. Pada 2021 lalu, Mentan Syahrul Yasin Limpo meresmikan program food estate di Sumatera Selatan (Sumsel). Terdapat lima kabupaten yang menjadi kawasan food estate yakni Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Banyuasin, OKU Selatan dan OKU Timur. Komoditas utamanya adalah padi dan jagung.
Keempat, Nusa Tenggara Timur. Ada juga food estate di Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebut food estate ini berfokus pada komoditas sorgum, seperti jagung, tomat, kacang hijau.
Tahun lalu, ia melaporkan ke DPR bahwa sedang ada pengembangan jaringan irigasi air tanah (JIAT) dari Bendungan Haekrit. Selain itu, Basuki menyebut ada proyek pembangunan jaringan irigasi dan pipa transmisi di kawasan food estate NTT lain, seperti Sumba Tengah hingga Sumba Timur.
Kelima, Papua. Masih berdasarkan keterangan Menteri PUPR Basuki, food estate lainnya berada di Kirom, Papua yang terbagi dalam 11 zona. Ia merinci luas potensial lumbung pangan ini bisa mencapai 10 ribu hektar, dengan 7.000 hektarnya merupakan area penggunaan lain (APL) berupa hutan. Sedangkan sisanya adalah area eks plasma sawit di 7 kampung yang akan ditangani proses irigasinya.
Pada 2022 lalu, Basuki mengatakan pihaknya sedang melakukan land clearing di lahan seluas 496 hektar. Dimana progresnya mencapai 67,2 persen. Nantinya, food estate ini bakal berfokus pada komoditas jagung.
"Pembangunan jaringan saluran drainase untuk 2022-2023 seluas 3.000 hektare, ini yang kami utamakan. Selain melakukan land clearing, sudah langsung diolah tanah dan disiapkan bibitnya untuk kita mulai tanam," jelas Basuki.
Padahal proyek food estate ini bertujuan untuk lumbung pangan atas ancaman krisis pangan tapi malah menjadi lumbung petaka masyarakat sekitar. Akan kah proyek yang gagal ini tetap dilaksanakan. Padahal dari proyek tersebut sudah menemukan kegagalan dan kerusakan lingkungan.
Yang menjadi beban pikiran masyarakat, apa yang mereka pikirkan tentang hal ini. Sampai mengorbankan lingkungan yang dulunya terjaga, dibabat habis tanpa memikirkan kelanjutannya. Dalam hemat penulis program ini gagal mensejahterakan rakyat.
***
*) Oleh: Arthur Denzel Aldien Ulhaq Kaunang (Mahasiswa Universitas Islam Malang, Prodi Agroteknologi)
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |