Kopi TIMES

ASEAN Village Network dan Transformasi Desa Wisata Digital

Selasa, 05 September 2023 - 15:24 | 126.23k
Hudi Santoso: Ketua Program Studi Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB University, Peneliti komunikasi desa wisata.
Hudi Santoso: Ketua Program Studi Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB University, Peneliti komunikasi desa wisata.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – KTT ASEAN 2023 di Labuan Bajo memunculkan ASEAN Village Network (AVN) jaringan desa ASEAN yang diinisiasi oleh Indonesia. AVN memfokuskan tiga hal yaitu desa wisata, desa digital dan desa OVOP (One Product One Village). 

Indonesia mengusulkan sembilan desa sebagai pilot project pertama jejaring desa ASEAN; untuk kategori Desa Wisata; Desa Mangunan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Desa Kembang Kuning, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Timur, Desa Sekapuk Kabupaten Gresik, Jawa Timur. 

Kategori Desa Digital yaitu:Desa Cibiru Wetan, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat; Desa Kubu, Kab. Kubu Raya, Kalimantan Barat, Desa Duda Timur, Kab. Karangasem, Bali. serta Kategori Desa OVOP Desa Namang kab. Bangka Tengah, Bangka Belitung, Desa Muara Badak Hulu, Kab. Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, Desa Blendung Kab. Pemalang, Jawa tengah.

KTT ASEAN menjadikan tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah, pengelola desa wisata dan seluruh stakeholders untuk menyiapkan potensi dan infrastruktur desanya sebagai Jaringan desa ASEAN. Desa wisata di Indonesia dalam menghadapi situasi dan kondisi saat ini secara bertahap mulai melakukan transformasi digital di setiap titik persentuhan konsumen. Dampak positif pandemi kemarin “memaksa” calon wisatawan untuk mengurangi titik persentuhan konsumen yang sifatnya high-touch.

Maka dari itu lahirlah tren baru yaitu contactless tech adoption. Setiap titik persentuhan konsumen perlu didukung oleh teknologi untuk mengurangi kontak fisik. Adopsi contactless ini terjadi mulai dari wisatawan datang dari awal sampai akhir.

Apabila diilustrasikan seorang traveller yang akan berencana liburan bersama keluarga, mulai dari memesan tiket perjalanan, memilih maskapai hingga melakukan check-in menggunakan bantuan teknologi digital yang dapat diakses melalui smartphone. Transformasi digital ini harus menjadi prioritas utama pemerintah. karena banyak desa wisata yang belum ada jaringan internet. Tentu hal tersebut akan menimbulkan permasalahan di daerah wisata. 

Terlebih adanya kasus korupsi BTS di Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait pengembangan jaringan internet di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal).

Tren digitalisasi di sektor pariwisata juga terjadi pada proses booking melalui aplikasi online ticketing, selanjutnya sampai di bandara melakukan self check-in dengan QR-code. Saat memasuki pesawat, prosedur pengecekan kesehatan menggunakan mesin automated-thermal scan kemudian sampai di tujuan untuk beberapa daerah mewajibkan untuk mengunduh aplikasi peduli lindungi, mobility tracking yang memungkinkan otoritas terkait mengetahui pergerakan saat berlibur. Tren ini merupakan langkah besar di industri pariwisata. Calon wisatawan semakin aware dengan perkembangan teknologi digital. Hal tersebut harus didukung dengan para pelaku wisata untuk beradaptasi di sektor ini. 

Pariwisata juga mempunyai multiplier effect yang luar biasa pada sektor lain, tidak hanya ekonomi, dan sosial, tapi juga pada sektor lingkungan, keamanan, dan kesehatan bahkan kekayaan rohani. Hal ini mengakibatkan keberadaan atau ketiadaan pariwisata akan berdampak sangat luas (Priatna 2021).

Pemerintah segera mempercepat akselerasi digital yang berpengaruh terhadap customer journey. Calon wisatawan ketika pergi liburan, mulai dari menentukan tempat, memilih akomodasi, membeli tiket perjalanan, menyusun itinerary hingga mencari referensi kuliner akan sangat bergantung dengan ketersediaan informasi yang dapat diakses secara online. Calon wisatawan yang semakin cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku wisata untuk berbenah, bertansformasi menuju desa wisata digital. Salah satunya dengan mengikuti pelatihan dan sertifikasi dari kementerian terkait, Dinas pariwisata atau instansi perguruan tinggi.

Banyak desa wisata yang secara potensial sangat baik untuk dikembangkan, tetapi karena aksesibilitas yang kurang mendukung, perkembangan destinasi dan objek wisata menjadi menurun. Sehingga aksesibilitas sangat mempengaruhi jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke suatu objek wisata suatu daerah. 

Kendala geografis yang belum didukung infrastruktur yang memadai masih menjadi tantangan yang utama dalam pengembangan pariwisata di Indonesia (Kusuma et al. 2017).

Perlu menyelaraskan informasi dan mengefektifkan komunikasi sektor pariwisata di lingkungan Dinas Pariwisata Daerah atau antara kabupaten/kota dengan provinsi/pusat adalah keniscayaan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah sangat maju dan peralatan untuk akses informasi dan komunikasi ada di genggaman tangan para calon wisatawan. 

Ini kesempatan yang sangat berharga bagi pihak-pihak yang berwenang menangani informasi dan komunikasi untuk melakukan sinkronisasi dan integrasi data kepariwisataan dari desa-nasional bahkan internasional (Priatna 2021).

Hasil penelitian sebagaian besar desa wisata di Indonesia siap menuju desa wisata digital di tahun ini. Proses transformasi desa wisata digital harus dilakukan secara end-to-end (ujung ke ujung) dan terintegrasi antara satu komponen dengan yang lainnya. Hal ini bertujuan agar transformasi desa wisata digital dapat menciptakan suatu nilai (value creation) untuk meningkatkan kemanfaatan bagi semua pihak. 

Nilai kemanfaatan yang dirasakan oleh para pihak misalnya kemudahan, kecepatan, dan biaya yang rendah. Penurunan risiko sangat penting untuk mengurangi kejadian kegagalan atau kesalahan jalannya proses termasuk juga menghindari potensi gangguan yang mungkin terjadi. Pemanfaatan Komunikasi Digital Desa Wisata (KDDW) juga harus memperhatikan efisiensi penggunaan sumber daya, misalnya ketersediaan dana dan SDM yang ada di desa. 

Proses transformasi menuju desa wisata digital ini perlu dikelola oleh lembaga desa yang sesuai. Setidaknya diperlukan dua peran kelembagaan, yaitu peran tata kelola (governance) dan peran manajemen. Peran tata kelola desa wisata digital bertanggung jawab memberikan arah kebijakan pemanfaatan KDDW yang sesuai/harmonis dalam pencapaian tujuan pengembangan wisata desa. 

Peran ini biasanya dipegang oleh tim yang terdiri pimpinan di desa dan ketua desa wisata. Sedangkan peran manajemen bertanggung jawab menjalankan operasional sehari-hari dalam menopang berjalannya proses desa wisata. Lembaga yang menjalankan peran ini harus terpisah dari lembaga tata kelola agar fokus menjalankan operasional. Lembaga ini dapat berupa badan usaha milik desa (Kemenkomarives 2021).

Kebiasaan dan adat desa sangat menentukan penerimaan KDDW. Pada saat proses adopsi teknologi jangan sampai berbenturan dengan nilai-nilai kebiasaan atau adat desa. Selain itu pada saat operasionalisasi perlu dijaga agar nilai-nilai kebiasaan atau adat desa tidak terkikis. Dalam hal ini perlu dirumuskan kearifan lokal dalam proses adopsi dan operasionalisasi KDDW. 

Aspek SDM desa juga harus ditingkatkan dalam penggunaan perangkat digital dan pemanfaatan informasi digital. Kompetensi penggunaan perangkat digital dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan teknis yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan akademisi, perguruan tinggi disesuaikan dengan teknologi yang diadopsi. Pelatihan teknis dapat menjadikan SDM di desa sebagai administrator atau sebagai pengguna akhir tergantung dari level pelatihannya. 

Sedangkan pemanfaatan informasi digital dapat dilakukan dengan literasi konten digital, biasanya terkait kehati-hatian dengan konten negatif dan hoax. SDM di desa juga harus mampu menjalankan proses mitigasi jika ada penyalahgunaan konten. 

Pengelola desa wisata telah merubah pola, kebiasaan dan tren wisatawan serta biro perjalanan wisata. Pengalaman di tempat wisata terlebih di wisata pedesaan yang high-touch semakin kurang diminati. Melihat kondisi dan situasi ini memaksa para pelaku wisata cepat beradaptasi dengan kebiasaan baru bertransformasi dari offline experience ke online experience  (move touchpoint online) Kemenpar (2020).

Perencanaan waktu perhelatan dikondisikan berkesinambungan. Indonesia sebagai negara yang demikian luas dengan keragaman, keindahan, keunikan dan kekayaan alam, budaya dan karya penduduknya yang luar biasa harus membuat pariwisata tidak ada matinya. Ini perlu disajikan dalam kalender pariwisata yang mudah dipahami dan dimanfaatkan oleh wisatawan domestik dan mancanegara, serba digital dan ada dalam aplikasi sekali sentuh (paperless, dukung SDGs) Priatna (2021).

Pelaku wisata secara bertahap menerapkan transformasi (KDDW). Proses dan tahapan yang mengandalkan digitalisasi untuk menunjang dan mempermudah model komunikasi pemasaran berbasis media digital dan transaksi antarwisatawan dengan pelaku wisata. Para pelaku wisata kedepan mengintegrasikan satu touchpoint dengan touchpoint lainnya secara online sehingga meminimalisir terjadinya kontak fisik. 

Contohnya saat datang ke hotel, rumah makan, penginapan, guest house, homestay tidak ada lagi check- in counter, cek suhu badan secara manual, kedepan akan digantikan oleh self check-in menggunakan QR-code di mesin-mesin yang tersedia. Di sisi lain, sektor penunjang pariwisata seperti restoran, wisata kuliner, coffe shop  mengganti semua transaksi fisik (uang konvensional) mereka dengan digital payment, QR-code transaction dan transaksi berbasis digital lainnya. 

Adopsi inovasi teknologi yang contactless dan digitalisasi teknologi, yaitu dengan bantuan robot. Hal ini akan menciptakan babak baru di industri pariwisata dimana di era digital dapat berdapatasi apabila berkunjung (staycation) ke lokasi desa wisata dan hanya dilayani oleh robot dan mesin-mesin yang di program secara khusus (Kemenpar 2020).

***

*) Oleh: Hudi Santoso: Ketua Program Studi Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB University, Peneliti komunikasi desa wisata.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES