Kopi TIMES

Kenapa Harga Beras Naik?

Sabtu, 09 September 2023 - 19:22 | 76.01k
Sugiyarto, S.E., M.M.; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.
Sugiyarto, S.E., M.M.; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.

TIMESINDONESIA, PAMULANG – Harga beras kembali menjadi permasalahan bangsa kita saat ini bahkan dibeberapa negara mengalami hal yang   sama. India sebagai negara penghasil  beras terbesar di dunia mulai membatasi export beras. Kebutuhan di dalam negeri menjadi pertimbangan mereka untuk  melakukan pembatasan eksport beras.

Dengan jumlah penduduk mencapai 1.4 milyar jiwa tentu membutuhkan bahan pangan dan jaminan stock pangan yang mencukupi. Sementara Vietnam sebagai salah satu negara penghasil beras terbesar juga melakukan hal yang sama terkait dengan pembatasan export beras seperti India. 

Advertisement

Sedangkan Indonesia sebagai negara penghasil beras juga mengalami gejolak harga, karena tingginya permintaan sementara supply terbatas. Sehingga pemerintah melalui bulog melakukan  operasi pasar. Terbatasnya supply beras di pasar tidak terlepas dari gagalnya panen  dibeberapa daerah sentral penghasil  beras di Indonesia. 

Sawah produktif yang biasanya panen dua  atau tiga kali dalam satu tahun terancam gagal, karena   perubahan  iklim. Musim  kemarau yang panjang  membuat sawah menjadi tidak produktif dan menurunnya  hasil panen. 

Pada kondisi normal, musim tanam biasanya dimulai  pada bulan Oktober, karena pada bulan tersebut sebagian besar lahan sawah sudah mengering. Maka pada bulan Januari yang biasanya  panen raya ada kemungkinan gagal  panen. Kondisi inilah yang membuat supply beras berkurang.

Sebenarnya kita berharap ada solusi jangka panjang dalam mengatasi permasalahan yang selalu terulang. Kolaborasi antar lembaga dan kementrian untuk menyelesaikan permasalahan ini  sangat penting agar program pemerintah untuk membangun ketahanan pangan bisa terwujud dengan cepat. 

Disinilah peran dan tugas pemimpin  bangsa menyediakan sumber pangan  yang bisa di jangkau oleh semua lapisan masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Menteri perdagangan Republik Indonesia di hadapan anggota dewan perwakilan rakyat. Bahwa India sebagai salah satu negara penghasil beras terbesar di dunia ternyata.

Memberdayakan koperasi dalam tata kelola sumber pangan seperti beras dari mulai distribusi pupuk. Sistem jual beli gabah, penggilingan dan penjualan beras  di bangun dengan sistem koperasi. Sehingga tidak ada monopoli dalam mata rantai dan tata kelola beras. 

Indonesia sebagai negara besar dengan potensi alam yang luas dan subur seharusnya mampu mengelola sumber pangan. Jangan kita biarkan  masyarakat beralih dan menjadikan mie instan menjadi makanan pokok masyarakat. Jika ini terjadi, maka beban negara kedepan semakin berat dengan menjadikan negara sebagai importir  gandum dan tepung. Seperti kita import   BBM dari luar Negeri.

Walaupun pembangunan food estate  belum memberikan hasil dalam jangka pendek, seperti yang di sampaikan Presiden Jokowi, dibutuhkan kesungguhan dan niat yang kuat untuk membangun ketahanan pangan di dalam Negeri. Jangan sampai Negara kita dengan jumlah penduduk besar hanya menjadi pasar bagi negara lain. 

Kita bisa melihat permasalahan kenaikan  harga beras saat ini tidak terlepas dari  kurangnya perencanaan yang baik dari  pemimpin kita terdahulu dalam membangun ketahanan pangan dalam jangka panjang.

Betapa beratnya generasi yang akan datang untuk bisa bertahan hidup. Seiring dengan meningkatnya harga pangan dunia, maka beban biaya hidup mereka tentu juga bertambah. Kita bisa melihat fenomena generasi muda di Jepang dan China yang memilih tidak menikah (Childfree). 

Hal ini tidak terlepas dari tingginya biaya hidup di negara tersebut.  Walaupun kita belum sampai pada tahapan itu, tidak menutup kemungkinan   akan terjadi di Negara kita suatu saat nanti khususnya di kota besar.

Mencari sumber karbohidrat selain beras  perlu digalakkan kembali termasuk budidaya kentang di negara kita. Hal ini sangat sederhana dan perlu disosialisasikan secara aktif kembali kepada masyarakat. Selain membuat produk yang menarik dan kekinian dari bahan pangan selain beras. Banyak generasi sekarang yang tidak mengenal jagung, singkong atau ubi  karena dari orang tua mereka sendiri   tidak memperkenalkan makanan tersebut   dalam keluarga.

Jika pengenalan sumber pangan ini dilakukan secara massif sejak dini oleh  seluruh lapisan masyarakat dengan menyediakan diatas meja makan keluarga masing-masing. Kita akan memiliki generasi yang mencintai jagung, pisang rebus, ubi, singkong rebus, goreng, walaupun bukan sebagai makanan utama tapi mereka bisa menikmatinya. 

***

*) Oleh : Sugiyarto, S.E., M.M.; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainor Rahman
Publisher : Rochmat Shobirin

Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES