Kopi TIMES

Formulasi Fikih Ekonomi Berbasis SDGs : Konsep Iqzath dan Potensinya untuk Pembangunan Berkelanjutan

Minggu, 10 September 2023 - 13:51 | 247.15k
Muhammad Fauzinudin Faiz (Dosen Fikih & Ushul Fikih UIN Kiai Haji Achmad Shiddiq Jember)
Muhammad Fauzinudin Faiz (Dosen Fikih & Ushul Fikih UIN Kiai Haji Achmad Shiddiq Jember)

TIMESINDONESIA, JEMBER – Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan peningkatan pesat dalam penggunaan istilah "ekonomi syariah" dalam berbagai aspek keuangan dan bisnis. Namun, sering kali terdapat ketidaksesuaian antara label "syariah" yang diterapkan dan nilai-nilai sejati yang terkandung dalam ajaran Islam. Terlalu sering, konsep ekonomi yang berlabel syariah masih mengakomodasi praktik-praktik yang meragukan seperti riba tersembunyi dalam produk-produk keuangan, perjudian yang terselubung, dan ketidakjelasan dalam kontrak bisnis. Oleh karena itu, diperlukan sebuah tawaran konsep baru yang murni mencerminkan nilai-nilai syariah yang autentik. Saya menawarkan sebuah konsep yang bernama, Iqtishadiyyah Az-Zakiyah Ath-Thohiroh disingkat “Iqzath”. Konsep ini menekankan pentingnya menjaga kesucian hati dan kebersihan diri dalam seluruh aspek ekonomi. Dalam pendekatan ini, moralitas dan integritas dianggap sebagai dasar yang kuat untuk membentuk ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi konsep ini secara lebih mendalam dan melihat bagaimana ia bisa memberikan solusi yang lebih sejalan dengan ajaran Islam dalam mengatasi tantangan ekonomi masa kini.

Sebuah Tawaran Konsep Baru, Iqtishadiyyah Az-Zakiyah Ath-Thohiroh atau “Iqzath” 

Konsep Ekonomi Islam yang berbasis Iqzath adalah sebuah landasan yang menggabungkan nilai-nilai spiritual dan etika dalam seluruh aspek ekonomi. Dalam pemahaman ini, ekonomi tidak hanya merupakan sekumpulan angka, transaksi, dan aset, melainkan juga sebuah wadah di mana kebersihan hati dan kesucian diri menjadi aspek penting. Ide ini mewakili perpaduan antara prinsip-prinsip Islam dan praktik ekonomi, mengarah pada sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan.

Konsep Iqzath bersumber dari ayat suci al-Quran QS at-Taubah 103 yang berbunyi "Tuthohhiruhum wa Tuzakkihim biha", yang menekankan pentingnya zakat sebagai penyuci harta dan jiwa. Meskipun ayat ini awalnya berbicara tentang zakat, konsep ini lebih luas dapat digunakan dalam konteks ekonomi. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam aktivitas ekonomi, kita dapat menciptakan harmoni antara dimensi spiritual dan materi dalam kehidupan ekonomi kita.

Dalam konsep ini, terdapat beberapa prinsip inti yang harus dipegang teguh. Pertama, kejujuran, prinsip yang harus dikedepankan dalam setiap transaksi ekonomi. Kejujuran dalam berbisnis adalah pondasi yang kuat untuk membangun kepercayaan dalam masyarakat. Praktik-praktik tidak jujur seperti penipuan atau penyelewengan harus dihindari sepenuhnya.

Selanjutnya, konsep ini memandang zakat dan infaq sebagai bagian penting dari membersihkan harta dan memberikan manfaat bagi yang kurang beruntung. Dengan berbagi kekayaan, kesenjangan sosial dapat diatasi. Ketertiban dan kedisiplinan dalam pengelolaan ekonomi juga ditekankan. Mengelola keuangan dengan baik dan menghindari pemborosan adalah wujud dari kesucian ekonomi. 

Berbeda dengan konsep ekonomi Islam secara umum yang hanya didasarkan pada prinsip-prinsip moral dan etika yang terkandung dalam ajaran agama Islam. Namun, tawaran baru dalam konsep Iqzath adalah pendorong untuk menjadikan kesucian hati dan kebersihan diri sebagai inti dari seluruh aktivitas ekonomi. Konsep ini menekankan bahwa ekonomi yang berkelanjutan dan adil harus dimulai dari dalam, yakni dengan menjaga integritas pribadi dalam transaksi bisnis dan pengelolaan kekayaan. Hakikatnya adalah menyatukan prinsip-prinsip ekonomi Islam dengan nilai-nilai spiritual, menghasilkan sebuah sistem ekonomi yang mempromosikan kejujuran, ketertiban, dan kepedulian sosial. Cara kerjanya adalah dengan mendorong kejujuran dalam bisnis, mempromosikan praktik zakat dan infaq, serta menghindari praktik-praktik yang tidak etis seperti riba dan pemborosan, menciptakan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan kemslahatan. 

Manfaat dari konsep ini mencakup penciptaan masyarakat yang lebih adil di mana kekayaan dan sumber daya didistribusikan dengan lebih merata. Kesejahteraan sosial juga meningkat karena zakat dan infaq membantu mengurangi kemiskinan dan memberikan dukungan kepada yang membutuhkan. Selain itu, kesucian hati dan jiwa menjadi prioritas, mengingatkan individu untuk selalu bertindak dengan integritas dan kejujuran dalam semua aspek kehidupan mereka.

Saat ini, utamanya pasca pandemi covid-19, dunia menghadapi berbagai masalah ekonomi, seperti ketidaksetaraan pendapatan, kemiskinan, dan ketidakstabilan finansial. Konsep Iqzath dapat memberikan panduan untuk mengatasi masalah-masalah ini. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip tersebut dalam kebijakan ekonomi, pemerintah dan organisasi terkait dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.

Misalnya, untuk mengatasi ketidaksetaraan pendapatan, pemerintah dapat mendorong praktik zakat dan infaq yang lebih luas, serta mengawasi praktik riba yang merugikan. Ini akan membantu mendistribusikan kekayaan dengan lebih merata dalam masyarakat. Selain itu, pendekatan ekonomi yang didasarkan pada integritas dan etika dapat mendorong pengusaha dan perusahaan untuk beroperasi dengan lebih jujur dan berkelanjutan, mengurangi praktik-praktik yang merugikan masyarakat.

Dengan demikian, konsep Iqzath bukan hanya konsep teoritis, tetapi juga merupakan panduan yang praktis untuk menciptakan ekonomi yang lebih baik dan masyarakat yang lebih adil. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kebijakan ekonomi dan praktik bisnis, kita dapat bergerak menuju visi ekonomi yang lebih berkelanjutan dan beradab.

Konsep Iqzath dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)

Konsep "Iqtishadiyyah Az-Zakiyah Ath-Thohiroh" sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi Profetik dan ajaran Tuhan. Al-Qur'an mengajarkan bahwa ekonomi harus berfokus pada kesejahteraan umat, memastikan kekuatan ekonomi yang kuat (raghadan haitsu syi’tuma) untuk menjaga stabilitas dan kemandirian ekonomi. Konsep ini juga mempromosikan pemerataan kekayaan (amwalakum qiyaman) dan mengurangi ketimpangan sekecil mungkin (li kay la yakuna dulatan bainal aghniya’), sesuai dengan tujuan pembangunan yang inklusif. Selain itu, Iqzath mendorong praktik ekonomi yang tidak boros (wa la tubadzir), termasuk dalam produksi, distribusi, dan konsumsi. Prinsip-prinsip ini sesuai dengan ajaran Al-Qur'an yang melarang pemborosan dan mengajarkan agar manusia tidak mengikuti langkah-langkah setan (ikhwanas syayathin) yang mendorong pemborosan dan keserakahan.    

Konsep Iqzath memiliki potensi besar dalam membantu pemerintah dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) dalam ranah ekonomi. Salah satu aspek SDGs yang dapat diperkuat oleh konsep ini adalah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ke-8, yang berfokus pada "Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi." Dalam konteks ini, konsep ini memberikan gambaran yang kuat tentang bagaimana menciptakan lapangan kerja yang adil dan berkualitas, serta bagaimana mengelola pertumbuhan ekonomi dengan berkesinambungan.

Dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, konsep ini menawarkan kerangka kerja untuk pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketidaksetaraan pendapatan. Prinsip zakat dan infaq yang dikedepankan dalam Iqzath dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengumpulkan dana yang akan dialokasikan untuk program-program sosial, pendidikan, dan pelatihan yang meningkatkan kualitas dan akses pekerjaan bagi masyarakat yang kurang beruntung.

Konsep ini juga mempromosikan usaha kecil dan menengah (UKM) yang berkelanjutan, yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Pemerintah dapat memberikan insentif dan dukungan kepada UKM yang mematuhi prinsip-prinsip Iqzath, seperti kejujuran dalam bisnis, pengelolaan keuangan yang bijaksana, dan kontribusi sosial melalui zakat dan infaq.

Lebih lanjut, konsep ini juga menguatkan isu ekonomi syariah yang sering diwacanakan oleh wakil presiden. Dalam kerangka ekonomi syariah, Iqzath memberikan fondasi yang lebih dalam dan nyata. Ini dapat membantu memperkuat kepercayaan masyarakat pada prinsip-prinsip ekonomi syariah, mengingat bahwa konsep ini menekankan integritas, kejujuran, dan kebersihan hati dalam semua transaksi ekonomi.

Dengan mengadopsi dan menerapkan konsep Iqtishadiyyah Az-Zakiyah Ath-Thohiroh dalam berbagai kebijakan ekonomi dan strategi pembangunan, pemerintah dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih berkelanjutan, adil, dan berdaya guna. Dalam hal ini, konsep ini bukan hanya teori, tetapi juga merupakan landasan yang praktis dan berdaya guna untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sambil memperkuat ekonomi syariah, sesuai dengan visi dan aspirasi yang sering ditekankan oleh wakil presiden Prof. Dr (HC), KH. Ma’ruf Amin.

*) Muhammad Fauzinudin Faiz (Dosen Fikih & Ushul Fikih UIN Kiai Haji Achmad Shiddiq Jember)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES