Pancasila Sebagai Falsafah Negara Telah Lama Tergadaikan

TIMESINDONESIA, MALANG – Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa. Pancasila sebagai dasar Negara menjadi pondasi awal di Tahun 1945 Silam menjelang persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia. Pancasila yang disahkan oleh Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjalani proses panjang yang melibatkan 9 Tokoh dalam perumusannya. Ada tiga naskah usulan yang diusulkan oleh Moh. Yamin, Soepomo dan Ir. Soekarno. Sebuah kesimpulan perumusan yang menyesuaikan dengan kondisi Budaya, Agama, Suku, dan Etnis. Akhirnya ditetapkanlah Pancasila sebagai Dasar Negara pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI saat pengesahan UUD 1945.
Pancasila yang telah disahkan mengandung unsur ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kebijaksanaan dan keadilan. Nilai-nilai yang sangat dijunjung tinggi tertuang dalam butir Pancasila menjadi tujuan dalam melaksanakan Kenegaraan yang menjamin seluruh Warganya bisa merasakan Kemerdekaan dan keadilan tanpa pandang bulu, tanpa melihat perbedaan ataupun status sosial, sekarang berbeda terbalik kurangnya toleransi, kurangnya keadilan, dan kurangnya jaminan kesejahteraan rakyat. Disaat terdapat perbedaan Agama kita masih melihat pertarungan ideologi, mencaci satu sama lain, menganggap satu agama tertentu paling benar, hal ini menjadi bukti konkrit bahwa sikap dari penerapan toleransi di Negara kita masih jauh dari kesempurnaan.
Advertisement
Jaminan keadilan untuk segenap Warganya juga bisa kita lihat dari pelbagai kaca mata sosial, polemik hukum yang kebiasaan tumpul ke atas tajam ke bawah juga efektifitas penanganan hukum yang pandang bulu masih sering terjadi. Tawar menawar keringanan hukum oleh Penegak Hukun atas keringanan hukuman suatu kasus juga masih kita dengar lantas akan menutup mata dan telinga disaat hukum keadilan tidak bisa ditegakkan. Kesejahteraan yang dirasakan masyarakat secara luas masih dibenturkan dengan Pejabat, Pemimpin, bahkan Tokoh Figure Idola masih saja bersentuhan dengan korupsi, lalu apakah hakikat dari kemerdekaan yang diharapkan oleh Para "Founding Father" (Pendiri sekaligus Pejuang NKRI) terdahulu yang merelakan darahnya untuk Bangsa Indonesia?
Menurut salah satu tokoh seperti Karl Max menganggap ideologi sebagai distorsi realiatas. Ideologi memunculkan distorsi yangdibuat oleh kelas dominan dalam Masyarakat dalam usahanya yang sistematis guna mempertahankan Status Quo. Semenatara Weber berasumsi ideologi sebagai legitimasi sosial, dimana ideologi menunjukkan menunjukkan level yang lebih mendalam ialah fungsi legitimasi sosial sebagaimana terungkap dalam teori sosiologi Weber, sehingga Marx menyatakan bahwa ide-ide yang berlaku dalam setiap zaman adalah ide-ide yang berkuasa. Pendapat lain juga berargumentasi fungsi ideologi sebagai integrasi yang dijelaskan oleh Ricoeur dengan mengkritik ideologi sebagai distorsi, seperti yang dikatakan oleh Marx.
Lebih lanjut mendalami ideologi pancasila, ideologi yang mempunyai multiinterpretasi layaknya Filsafat, terdapat beragam pemahaman. Namun secara umum ideologi lebih diartikan sebagai sistem cita-cita dan keyakinan-keyakinan yang dijadikan landasan bagi cara hidup suatu kelompok yang di dalamnya terdapat masalah fundamental yang menyangkut pandangan atau sifat khas tentang pentingnya kerja sama antar Warga, tujuan bersama, hubungan antara para Warga Negara dengan Penyelenggara Negara, serta hak dan kewajiban dari dan antar Warga Negara.
Ideologi Pancasila dan Realitas UUD 1945 Ternodai
Merujuk pada pandangan di atas Kaum Elit (Pemilik Modal), Pemerintah, Penyelanggara Negara seharusnya mewujudkan dan membela terlaksananya cita-cita Bangsa Indonesia sebagaima terdapat pada Falsafah Negara yaitu PANCASILA. Pada hakikatnya cita-cita tersebut banyak ternodai oleh oknum politik yang mengatasnamakan pembela pancasila, penegak UUD 1945, dan pemersatu NKRI hanya sebatas Orasi Ilmiah yang seharusnya berada diajang Pentas Seni.
Dalam UUD 1945 sebenarnya sudah menjmin keadilan dan kesejahteraan serta pengaturan atas hak-hak yang setara diperoleh Warga Negara, namun karena adanya Rancangan Undang-undang (RUU) yang hanya menguntungkan salah satu pihak demi kepentingan pribadinya tercapai, mengakibatkan Undang-undang berjalan tidak beriringan dengan apa yang diamanahkan dalam butir Pancasila. Tentunya ini juga menjadi tanggung jawab Warga Negara yang sudah seharusnya ikut serta menjaga dan mengawasi terwujudnya cita-cita Bangsa. Momentuk Pilpres 2024 mendatang sudah mulai banyak Para Calon dari pelbagai Partai Politik menyampaikan Janji-janji dan Programnya. Pada Tahun Lalu disaat semua Warga Negara melaksanakan pesta Demokrasi menjadi gambaran bagi Masyarakat terhadap calon-calon yang menjadi pilihannya.
Terwujudnya cita-cita dalam falsafah Negara tergantung pada Calon Terpilih, sementara Calon terpilih yang nantinya akan menjalankan roda kepemerintahan bergantung pada Warga Negara yang akan melaksanakan pesta Demokrasi lagi di Tahun 2024 mendatang. Disadari atau tidak bahwa setiap Calon terdapat Pejuang Sejati dan Pejuang Kebetulan. Dua pejuang ini sama-sama membela Rakyat, Pro Rakyat, mempunyai tujuan menegakkan keadialan serta mensejahterakan Rakyat, akan tetapi disaat menduduki kursi kepemerintahan, sudah terlupakan tujuan dimana ia berpijak, bahkan lupa bahwa sebuah kekuasaan tidak ada artinya disaat yang dikuasainya tidak mengakui keberadaanya. Itulah yang dikritik oleh paham eksistensialisme segala aktifitas prilakunya hanya memprioritaskan kesejahteraan hawa nafsunya. Akhirnya sangat sulit untuk menjadikan Negara Maju untuk Indonesia terkecuali Warga Negara dan Penyelenggara Negara satu tujuan untuk menggapai Welfare State.
Kembalikan Indentitas Kehormatan Bangsa Indoensia
Pertarungan yang mewarnai kehidupan sudah lama terjadi di dunia Para Filsuf, asal-usul alam semesta, pergulatan ideologi, bahkan persoalan Mistis.
Hal itu menjadi sejarah panjang dimana para Filsuf mempunyai sebuah kesimpulan masing-masing dalam mencapai kebijaksanaan. Perjalanan Negara Indonesia sudah 78 Tahun lamanya masih banyak persoalan tak kunjung selesai akibat Para Penyelenggara Negara yang prilakunya menyimpang dari prilaku yang kurang bijaksana. Dampak dari prilaku yang kurang bijaksana tersebut mengakibatkan tujuan dan cita-cita yang termaktub pada butir Pancasila sebagai Falsafah Negara tidak terwujud sampai detik ini. Cita-cita Bangsa ini menjadi tanggung jawab setiap Warga Negara, dimana kehidupan berbangsa dan bernegara harus beriringan dan tidak bertolak belakang. Kerjasama antara Warga Negara dan Penyelenggara Negara dalam menjunjung tinggi cita-cita yang ada dalam UUD 1945 menjadi amanah bersama. Sehingga tidak ada lagi kemiskinan, ketidakadilan dan permusuhan diantara satu sama lain, menjadi Indonesia Maju menyongsong Indonesia Emas 2045. (*)
* Oleh : Ikwan Efendi, S.Pd.I, M.Pd, Alumni Pasca Sarjana Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo dan Mahasiswa Program Doktor (S3) Universitas Islam Malang (UNISMA)
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Sholihin Nur |