
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setiap bulan Oktober tanggal 2 dan 19 masyarakat internasional memperingati Hari Tanpa Kekerasan Internasional dan Kemanusiaan Sedunia. Ironisnya, pada bulan Oktober di tengah peringatan tanpa kekerasan dan kemanusiaan itu justru kekerasan yang sangat tidak manusiawi di beberapa tempat di antaranya di Cianjur.
Pada 4 Oktober 2023, TV One dan media lain memberitakan perkelahian massal di Cianjur, Jabar. Aksi Perkelahian Gladiator puluhan pelajar dengan cara Duel 5 lawan 5 melibatkan sekurangnya 23 suporter pendukungnya. Sebelumnya di Sukabumi di kaliwungu, Jateng juga terjadi duel atau tawuran membawa banyak korban pelajar ada yang luka dan ada yang meninggal.
Advertisement
Sebelumnya di bulan September 2023 sudah meletup deretan kekerasan melibatkan dunia pendidikan mulai dari perkelahian kecil hingga tawuran massal yang menimbulkan korban terluka. Sampai meninggal hampir merata di berbagai daerah di Indonesia terutama perkotaan. Termonitor di Media terjadi di Bandar Lampung, Cilacap, Bogor, Kisaran Asahan Sumut, Bekasi.
Tawuran massal, Kapolres Metro Jakpus menyatakan pada media termasuk RRI selama pertengahan tahun 2023 terjadi perkelahian massal pelajar yang meningkat tajam di wilayah tugasnya. Di Makasar tawuran mahasiswa seolah menjadi pemandangan biasa.
Pertengahan tahun 2023 ini juga terjadi bentrokan massal yang mengerikan antar Mahasiswa dari Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) dan Fakultas Teknik (FT) Universitas Negeri Makassar (UNM) terlibat tawuran menggunakan batu, panah, dsb yang berujung pembakaran Sekretariat Sastra.
Daftar kekerasan yang melibatkan dunia pendidikan yang tidak mungkin disebutkan satu persatu termasuk kekerasan geng balap motor. Kekerasan antar pelajar putri. Tawuran perguruan bela diri yang mayoritas pelakunya pelajar atau mahasiswa. Potret kekerasan di lingkungan pendidikan yang meningkat membuat kerawanan lingkungan pendidikan semakin meningkat. Sebaliknya kenyamanan menurun.
Itu juga tercermin dari rapor pendidikan yang baru dirilis Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan indikator iklim keamanan sekolah sedang menurun. Penurunan hampir tiga poin untuk jenjang SMP yang semula 68,25 dan sekarang 65,29. Lalu penurunan drastis lima poin lebih jenjang SMA, semula 71,96 dan sekarang 66,87.
Dengan rangkaian peristiwa dan data kelabu di atas wajar jika membuat para pemangku pendidikan terutama Mendikbudristek meratapi kenyataan yang memilukan di atas. Mendikbudristek Nadiem Makarim, dalam acara peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-25 pada 8/2023 Mendikbudristek Nadiem Makarim mengungkapkan kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah sudah sangat besar memakan korban lebih banyak dibanding Covid-19.
Mungkin didorong kenyataan buruk itu Merdeka Belajar Episode ke-25 meluncurkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) untuk mencegah terjadinya kekerasan di sekolah.
Pendekatan legal formalistik di atas akan punya banyak implikasi untuk mereduksi atau mengurangi kekerasan di lingkungan pendidikan jika diikuti langkah-langkah sinergis multi sektoral untuk mencegah dan mengelola konflik di dunia pendidikan.
Perlu ada koordinasi yang erat oleh beberapa pihak agar penanganan konflik bisa lebih komprehensif terutama pakar psikologi massa dan remaja, pakar komunikasi massa, pakar sosiologi, pihak kepolisian para guru terutama BP yakni singkatan dari Bimbingan Penyuluhan yang sekarang menjadi BK atau Bimbingan Konseling. Orang tua keluarga murid, lembaga riset, aktivis perdamaian, Dalam beberapa kasus melerai perkelahaian pelajar atau mahasiswa atau tawuran ada yang bisa dilakukan melibatkan Babinsa militer, SATPOL PP dsb.
Bagaimana semua para pemangku kepentingan tersebut didorong untuk tidak bertindak sporadis tapi lebih terencana, sistematik dan teroganisir sehingga bisa mengurangi kekerasan di lingkungan pendidikan sampai di titik terendah.
Di tingkat nasional harus ada kebijakan yang integratif dari mulai mengidentifikasi masalah konflik yang muncul yang seharusnya berbasis data dan riset untuk meneliti berbagai kasus yang menjadi pemicu kekerasan.
Misalnya menggali data berapa persen konflik kekerasan yang dipicu karena ketersinggungan. Berapa persen karena dipicu gesekakkan di medsos? Berapa persen karena dipicu oleh tindakan berbau kriminal? Dimana daeran yang paling rawan terjadi konflik. Hasil riset harus merumuskan rekomendasi resolusi konflik.
Riset pemetaan konflik dunia pendidikan mengembangkan sistem penyelesaian secara damai. Meredam potensi Konflik dan membangun sistem peringatan dini. Sistem peringatan dini dapat berupa penyampaian informasi secara cepat dan akurat mengenai potensi konflik kepada masyarakat. Monitoring konflik merupakan salah satu upaya untuk memberikan penilaian terhadap dinamika konflik yang terjadi di lingkungan pendidikan.
Sementara di bawah atau lapangan para pemangku pendidikan di Sekolah Kampus Guru, Murid, Wali murid para pemangku keamanan semestinya melakukan koordinasi mencegah dan mengatasi konflik yang terjadi. Mendiskusikan situasi keamanan dan potensi konflik di wilayahnya baik secara daring dan luring.
Merumuskan sistem deteksi dini konflik menggunakan juga platform teknologi informatika termasuk medsos untuk mendeteksi perkembangan konflik di lingkungan pendidikan. Memudahkan semua lini laporan masuk termasuk dari siswa sendiri.
Setelah laporan masuk pihak terkait terutama Kepolisian, Babinsa, satpol PP segera cepat bertindak seperti keberhasilan polisi dan Polisi dan TNI di banyak tempat yang berhasil mencegah tawuran pelajar secara cepat berkat laporan masyarakat seperti peristiwa di Jakarta pusat pertengahan tahun ini, di Jaksel, Kotamobagu, di Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur 10 Oktober 2023 ini, di gunung putri, Bogor, dsb.
Apakah tim lintas sektoral semacam ini sudah terakomodasi dalam Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang PPKSP yang di dalamnya disebutkan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten atau kota untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas). Jika masih terbatas satuan pendidikan yang masuk TPPK membuat kinerja penangangan konflik tidak maksimal.
Jadi harus upaya melibatkan banyak pihak terutama terkait aparat keamanan. Karena namanya konflik apalagi tawuran sifatnya eksplosif yang dibutuhkan power untuk mengatasinya.
Tapi kekerasan terbatas seperti Guru Menganiaya murid atau sebaliknya yang sering terjadi itu penting juga di atasi karena kejadiannya di banyak tempat dan banyak yang tidak terdeteksi media. Itu juga penting untuk di atasi dengan memotong lingkaran kekerasan yang menjadi penyebabnya.
Itu sebagian nampak pada Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang PPKSP yang menyebutkan bahwa tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan, baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain. Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 juga menggariskan dua kelompok kerja ini (TPPK dan SATGAS) harus melakukan penanganan kekerasan dan memastikan pemulihan bagi korban.
Sedangkan sanksi administratif diberikan kepada pelaku peserta didik dengan mempertimbangkan sanksi yang edukatif dan tetap memperhatikan hak pendidikan peserta didik. Pemihakan pada korban itu sangat penting resolusi koflik dan juga ditekankan prisip penegakkan keadilan jangan sampai korban kekerasan tidak bersalah disamakan statusnya dengan pihak pelaku yang menganiaya atau yang melakukan kekerasan sehingga juga terkena sangsi.
Apalagi jangan sampai yang jadi korban atau diniaya justru dikenai sangsi atau dipersalahkan pelaku kekerasaanya justru bebas melenggang. Kalau pemihakan atau perlindungan pada korban tidak dilakukan itu akan memicu kekerasan makin meluas yang menciptakan dendam lingkaran kekerasan baru. Akan lebih baik TPPK, Satgas dan sejenisnya dibekali dasar-dasar psikologi remaja dan psikologi massa serta resolusi konflik.
Menurut Saduman Kapusuzoglu dalam karyanya berjudul An Investigation of Conflict Resolution in Educational Organizations. African Journal of Business Management 4, (2010), bahwa dalam mengatasi konflik diperlukan metode sebagai upaya untuk menyelesaikan konflik adalah sebagai berikut:
Pertama, metode menang-kalah, dimana pemenang mengambil semua posisi biasanya fokusnya adalah memenangkan konflik dengan biaya, daripada mencari solusi yang paling tepat untuk semua orang yang peduli. Kedua, metode akomodasi, merupakan kebalikan dari kompetisi yaitu pendekatan kalah atau menang.
Ketiga, metode penghindaran. Di mana kedua pihak dalam konflik menarik diri sebagai hasil kalah dalam mengelola konflik karena tidak ada pihak yang mampu menangani masalah ini, apalagi mengelola atau mengatasinya.
Kelima, metode kolaborasi, yang biasanya dianggap sebagai metode terbaik untuk mengatasi konflik atau disebut pendekatan win-win. Dimana kedua belah pihak jujur mencari alasan baru dan umum yang lebih tinggi untuk menyelesaikan konflik.
Keenam, metode resolusi kompromi-konflik yang melibatkan negosiasi dan fleksibilitas tingkat tinggi atau disebut sebagai posisi menang, kalah-menang dan kalah karena kedua pihak dalam konflik akan mendapatkan sebagian dari apa yang mereka inginkan. Metode ini dianalisis secara teoritis dan praktis.
Resolusi konflik adalah kerangka kerja intelektual umum untuk memahami apa yang terjadi dalam konflik dan bagaimana melakukan intervensi di dalamnya. Memahami dan intervensi dalam konflik tertentu membutuhkan pengetahuan khusus tentang faksion toisme atau bagian-bagian dari konflik, konteks sosial, aspirasi mereka, orientasi konflik, norma sosial. Keterlibatan penting kerjasama persaingan adalah koperasi atau gain untuk menyelesaikan konflik dengan sangat memfasilitasi resolusi konstruktif, sementara orientasi yang kompetitif atau tahan lama mencegahnya.
Materi-materi dasar resolusi konflik di atas semestinya diketahui para pemangku kepentingan seperti TPPK dan satgas dan dijadikan kurikulum pendidikan perdamaian bagi para Pelajar dan Mahasiswa. Pendidikan perdamaian bisa di masukkan ke dalam kurikulum intra kurikuler pelajaran di sekolah atau ekstra kurikuler di luar jam pelajaran di sekolah.
Bisa juga disatukan ke dalam materi pelatihan kepemimpinan Mahasiswa atau Pelajar terutama Pengurus OSIS dan BEM atau Senat Mahasiswa. Terpenting para pelajar dan mahasiswa perlu memahami dari segi nilai agama apapun dan nilai budaya Indonesia penggunaan kekerasan menyakiti orang lain kecuali terpaksa membela diri adalah tindakan tercela.
Pendidikan perdamaian atau program anti kekerasan bisa disosialisasikan melalui pendekatan budaya seperti Film, Musik, dsb. Banyak pelaku tindak kekerasan Pelajar dan Mahasiswa yang mengaku terinspirasi adegan film. Seperti pelaku perkelahian massal di Cianjur mengaku terinspirasi dari film Genji, film fiktif Jepang menggambarkan kenakalan anak SMA yang penuh dengan pertarungan.
Dengan latar begini. Maka pemerintah perlu membatasi film-film kekerasan. Sebaliknya justru memperbanyak film-film menginspirasikan kedamaian dan kemanusiaan. Demikian juga dengan musik. Pemerintah harus membatasi lagu-lagu mendorong kekerasan seperti musik cadas dari barat sebaliknya memperbanyak festival musik tentang perdamaian anti kekerasan seperti Lagu Euphoria karya Rhoma Irama. Di bawah Tiang Bendera karya Iwan Fals dan Franky Sahilatua.
Juga tak kalah penting melarang peredaran minuman keras dan alkohol yang banyak memicu keributan pelajar. Dengan berbagai terobosan di atas diharapkan lembaga pendidikan bukan hanya menjadi berubah lebih sejuk dan nyaman bagi transfer ilmu pengetahuan. Tetapi juga membantu menciptakan iklim yang lebih kondusif di masyarakat.
***
*) Oleh: M. Aminudin (Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS), Staf Ahli Pusat Pengkajian MPR RI tahun 2005 dan Staf Ahli DPRRI 2008)
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |