Kopi TIMES

Prinsip Utama Etika Politik Dalam Prespektif Agama Islam

Selasa, 31 Oktober 2023 - 12:37 | 42.05k
Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

TIMESINDONESIA, MALANG – Aspek politik adalah salah satu mekanisme penting yang juga turut diatur oleh Islam dengan cara yang tidak formal-spesifik. Misalnya dalam islam tidak mengatur hal-hal terkait bentuk negara, pembagian kekuasaan, batas wewenang, dan sistem pemilihan kepala negara. Namun bukan berarti jika Islam tidak mengatur aspek politik secara formal maka ia dianggap sebagai hal yang superfisial dan tidak penting.

Sebaliknya, Islam juga sangat memerhatikan aspek politik bukan dari aturan formal, melainkan dari aturan nonformal berupa nilai-nilai universal yang terdapat dalam ayat-ayat Alquran dan Hadis. Hal tersebut ada karena permasalahan politik adalah satu di antara urusan-urusan keduniaan (al-umūr al-dunyawiyyah) yang secara tidak langsung aturannya diserahkan kepada manusia sendiri, sebab berdasarkan hadis Nabi Muhammad, manusialah yang lebih tahu tentang urusan-urusan keduniaan mereka.

Advertisement

Kebebasan manusia untuk merumuskan aturan mengenai urusan-urusan perpolitikan dapat dilihat sebagai bentuk pemuliaan sekaligus tugas manusia sebagai khalifah dimuka bumi untuk bisa bermanfaat bagi manusia lainnya. Dikatakan pemuliaan, sebab jika sistem politik akan diatur secara statis dan eksklusif maka akan memberatkan manusia untuk menjalaninya, sedangkan mereka memiliki situasi dan kondisi yang terus berubah-ubah dan memerlukan aturan partikular yang juga berubah-ubah.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Selanjutnya, etika politik Islam mencakup nilai-nilai universal yang termaktub baik secara eksplisit maupun implisit dalam Alquran dan Hadis, mulai dari nilai keberanian mengemukakan kebenaran, kemudian kesabaran dalam mengakui kesalahan, hingga toleransi dalam menghadapi perbedaan pendapat dan gagasan. Semua nilai-nilai tersebut merupakan bagian penting serta aspek lebih luas dari suatu prinsip utama Amar Makruf Nahi Munkar. Dalam prinsip ini setiap masyarakat dalam suatu negara akan berhubungan dengan aktif dan mutual, saling memberikan masukan demi kemaslahatan bersama.

Dalam Alquran, terdapat satu ayat khusus yang secara tidak langsung menerangkan mengenai etika sosial-politik Islam yang merupakan prinsip dan tujuan utama terbentuknya masyarakat Muslim yang berkeadaban, yaitu sebagai berikut:

“Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian dari mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar (ya’murūna bi al-ma’rūf wa yanhauna ‘an al-munkar), menegakkan shalat, menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Makna surat Ali Imran ayat 110 tersebut jika dilihat lebih detail akan menggambarkan bahwa ciri utama masyarakat Muslim adalah saling tolong menolong dan menjalankan Amar Makruf Nahi Munkar, selain menegakkan salat dan menunaikan zakat. Ayat ini bersama ayat-ayat lainnya menjadi pedoman bagi setiap umat muslim sebagai acuan untuk membentuk masyarakat kuat dan berkeadaban.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Jihad Badrul berjudul "Implementasi Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar Sebagai Etika Politik Islam." 2021 menjelaskan bahwa demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mengharuskan adanya perdebatan ide dengan cara dialog yang ramah dan toleran adalah juga representasi dari prinsip Amar Makruf Nahi Munkar. Tanpa sistem ini, tak akan ada legalitas untuk berbeda pendapat dan untuk berdialog, sehingga kegiatan menyeru pada kebaikan dan mencegah keburukan akan tersendat. Dan pada akhirnya negara akan menjadi eksklusif karena tidak ada toleransi yang dipupuk, dan akan mati karena tidak ada ide yang dapat hidup. Demokrasi dengan prinsip Amar Makruf Nahi Munkar adalah dua hal yang berbeda namun memiliki kaitan yang sangat erat sehingga sudah sewajarnya ada dalam satu negara. Demokrasi sebagai sistem akan membuat suatu negara memiliki potensi yang luas untuk bersuara dan berdakwah, sedangkan prinsip Amar Makruf Nahi Munkar adalah kegiatan pengimplementasian potensi tersebut dalam ranah praktis.

Dengan demikian demokrasi memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan hak dan menjalankan kewajiban secara lebih bebas. Dalam praktiknya, demokrasi tidak selalu berjalan dengan sempurna walaupun telah menjadi sistem pemerintahan hampir seluruh negara di dunia. Namun menurut Ahmad Syafii Maarfi aspek ini tetap menjadi sistem yang lebih egaliter dan membuka peluang masyarakat untuk berekspresi (dan berdakwah) dalam rangka meningkatkan kualitas bangsa.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES