
TIMESINDONESIA, MALANG – Berdasarkan data dari BPS 2019, konsumsi minyak goreng sawit pada tahun 2018 mencapai 10,79 liter atau kapital per tahun.
Konsumi minyak goreng sawit tahun 2019 dan 2020 diprediksi mengalami peningkatan masing-masing sebesar 11,09 dan 11,38 liter atau kapita per tahun. Hal ini tidak menolak kemungkinan limbah yang dihasilkan oleh minyak goreng-pun tinggi.
Advertisement
Pada dasarnya pemakaian maksimal minyak goreng adalah 3 atau 4 kali penggorengan. Jika minyak goreng ini digunakan berkali-kali, maka kandungan asam lemak semakin jenuh dan minyak akan berubah warna serta mengandung senyawa yang bersifat karsinogenik, yang kemudian disebut sebagai minyak jelantah.
Menurut Lipoetu (2011) minyak jelantah ini sangat tidak baik untuk dikomsumsi atau digunakan kembali untuk menggoreng makanan.
Selain berbahaya bagi kesehatan, minyak jelantah juga berdampak negatif ketika dibuang sembarangan. Minyak jelantah berpotensi menimbulkan pencemaran air, pencemaran tanah, dan merusak ekosistem perairan.
Minyak jelantah yang mencampur dengan air dapat membentuk lapisan tipis di permukaan air, menghalangi pertukaran oksigen, dan mengganggu ekosistem air.
Pencemaran oleh minyak jelantah dapat juga merugikan organisme air, dengan cara mengkontaminasi makanan hewan-hewan didalam air, dan memerangkap hewan seperti burung, mamalia laut, dan penyu.
Selain itu, Minyak jelantah yang terserap dalam tanah juga dapat mencemari tanah dan menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah serta mempengaruhi kandungan mineral dalam air bersih.
Penting untuk menghindari pembuangan minyak jelantah secara tidak benar dan mencari cara-cara yang lebih ramah lingkungan untuk mengelola limbah minyak goreng ini. Saat ini, telah banyak pengepul minyak jelantah untuk didaur ulang.
Biasanya dijadikan sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah (Biofuel) seperti penelitian Setyaningsih (2018), bahan baku biodiesel mesin, alat berat, genset, dan beberapa mesin pabrik.
Banyak juga solusi lain yang bisa dilakukan dengan mudah, namun tetap memberikan nilai kemanfaatan dan nilai ekonomis yang tinggi. Salah satunya yaitu dengan mengolah minyak jelantah menjadi sabun.
Pengolahan minyak jelantah dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mereaksikan dengan bahan NaOH maupun KOH untuk diubah menjadi sabun. Proses pengolahan minyak jelantah menjadi sabun diawali dengan proses pemurnian menggunakan adsorben alami yang bisa berupa arang aktif.
Pemurnian ini bertujuan untuk menyerap kotoran dan dan mengurangi bau pada minyak jelantah. Setelah itu, tuangkan air sebanyak 210 mL didalam gelas kaca, kemudian mencampurkan larutan NaOH 75,5g dengan air sedikit demi sedikit sambil diaduk menggunakan sendok plastik.
Selanjutnya, campurkan air alkali dengan minyak jelantah sebanyak 490 mL sedikit demi sedikit dan aduk sampai mengental. Reaksi ini disebut reaksi saponiikasi yang merupakan reaksi hidrolisis asam lemak atau minyak oleh adanya basa kuat (NaOH atau KOH) atau dikenal dengan larutan alkali. Sehingga menghasilkan sabun berupa garam natrium dari asam lemak/minyak.
Campuran ini bisa ditambahkan dengan pewarna dan pewangi alami yang ramah lingkungan kemudian dimasukkan kedalam cetakan dan dibiarkan sampai mengeras. Sabun dari minyak jelantah dapat digunakan untuk berbagai tujuan pembersihan.
Menggunakan sabun yang dihasilkan dari minyak jelantah sebagai produk pembersih pribadi atau rumah tangga adalah langkah positif dalam mengurangi dampak negatif minyak jelantah terhadap lingkungan (Lubis, 2019).
Sabun yang dihasilkan dari minyak jelantah juga dapat dirancang untuk menjadi ramah lingkungan. Bahan tambahan yang digunakan dapat dipilih dengan hati-hati untuk meminimalkan dampak negatif pada lingkungan.
Hal ini merupakan bentuk inovasi dalam pengelolaan limbah dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan. Disisi lain, mengolah minyak jelantah menjadi sabun akan menghasilkan produk bernilai ekonomis.
Sabun yang dihasilkan dapat dijual sebagai produk sabun cuci, ataupun bisa dijadikan konsumsi pribadi. Sehingga mengurangi pengeluaran ekonomi. Hal ini tentu memberikan keuntungan besar dari berbagai sisi.
***
*) Oleh : Rodinatul Munawaroh (Mahasiswa Biologi, Universitas Islam Malang).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |