Kopi TIMES

Kuburan Massal di Jalur Gaza

Jumat, 03 November 2023 - 16:35 | 42.36k
Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.
Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PALEMBANG – Pengepungan Israel di Jalur Gaza, yang merupakan respons yang sangat tidak proporsional terhadap serangan pejuang pembebasan Hamas pada 7 Oktober, harus segera dihentikan. 

Ini merupakan kewajiban masyarakat internasional untuk memaksakan gencatan senjata yang ditolak oleh negara-negara Barat tanpa malu-malu. Deretan fakta di lapangan tidak dapat disangkal. 

Advertisement

Pemboman Gaza terus-menerus oleh pasukan Zionis Israel merupakan genosida, sebuah kerugian nyata yang harus ditanggung oleh manusia. Kita harus menghentikan dehumanisasi dan penghapusan kehidupan warga Palestina.

Tidak ada seorangpun yang dapat membenarkan pembunuhan. Sekarang ini yang jauh lebih mendesak adalah memutus siklus kekerasan lewat solusi damai berdasarkan hukum internasional, penghormatan terhadap hak asasi manusia dan menyalurkan bantuan kepada warga Gaza.

Serangan terbaru Israel, di kamp pengungsi Jabalia, telah menewaskan sedikitnya 50 orang. Sulit dipercaya serangan itu dimaksudkan untuk menargetkan pejabat tinggi Hamas. Pasukan Israel sudah terlalu menikmati hak instimewa can do no wrong. Mereka lebih unggul, mereka adalah Goliat.

Lebih tragis lagi, serangan-serangan ini membunuh anak-anak yang tidak berdaya dan tidak bersalah. Lebih dari 3.000 anak dalam kurun waktu tiga minggu, menurut angka terbaru. 

Kematian satu anak sudah terlalu banyak. Waktu terus berjalan hingga generator yang menggerakkan infrastruktur penting seperti rumah sakit mulai kehabisan bahan bakar, belum lagi sumber daya yang terus diblokir oleh patroli perbatasan Israel.

Dunia ikut terlibat dalam hilangnya lebih dari 8.000 nyawa tak berdosa di Gaza, ketika Amerika Serikat dan sekutunya mempertahankan dukungan tanpa syarat terhadap serangan Israel terhadap penjara terbuka terbesar di dunia. 

Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mampu memimpin respons internasional. Sehingga mengakibatkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem PBB dan norma-norma yang sebelumnya dianut oleh negara-negara anggota.

Inilah mengapa kita sering mendengar berita tentang Gaza di hampir semua saluran informasi hari ini. Setidaknya saat ini, kita tahu bahwa jauh lebih banyak orang yang mendukung dan mengakui perjuangan Palestina dibandingkan mereka yang menentang. 

Dalam salah satu komentarnya yang paling menyedihkan mengenai kegagalan tatanan dunia multilateral saat ini dan status quo, Craig Mokhiber, direktur Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB di Kantor New York, mengajukan pengunduran dirinya kepada Komisaris Tinggi Volker Turk.

“Pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina saat ini, yang berakar pada ideologi etno-nasionalis pemukim-kolonial, merupakan kelanjutan dari penganiayaan dan pembersihan sistematis yang mereka lakukan selama berpuluh-puluh tahun, sepenuhnya didasarkan pada status mereka sebagai orang Arab. Ditambah dengan pernyataan niat yang jelas dari para pemimpin di negara-negara tersebut, pemerintah dan militer Israel, tidak memberikan ruang untuk keraguan atau perdebatan,” kata Mokhiber dalam suratnya. Ini adalah komunikasi terakhirnya sebelum berhenti sebagai bentuk protes.

Organisasi hak asasi manusia dan pejabat PBB lainnya juga menuduh Israel mengabaikan keselamatan warga sipil dan bahkan potensi kejahatan perang, terutama dalam kasus pemboman Jabalia. Dugaan penggunaan bom fosfor putih ilegal dan serangan terhadap fasilitas seperti Al-Ahli Baptist Hospital.

Pejabat lain, termasuk dari jajaran Departemen Luar Negeri AS, telah mengundurkan diri karena kebijakan Washington terhadap Israel. Sementara warga Arab dan Amerika semakin kecewa dengan pemerintahan Presiden Joe Biden. Yahudi, Kristen dan Muslim di seluruh dunia menyerukan gencatan senjata.

Jika Barat terus berkelit untuk membela Israel, kegagalan untuk menerapkan gencatan senjata akan berisiko memperluas perang di luar perbatasan Gaza-Israel. Ini bakal menjadi preseden bagi negara-negara lain untuk mengangkat senjata dan mengikis kepercayaan terhadap tatanan internasional liberal. Langkah pertama untuk mencegah semua ini adalah dengan mengakhiri pembunuhan.

***

*) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES