Penuh Getir Perjuangan: Ini Sejarah Palestina yang Perlu Diketahui

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Innalillahi wa inna ilaihi rooji’uun, korban tewas akibat serangan Israel ke Jalur Gaza, Palestina. Belum satu bulan, korban menyentuh sembilan ribu jiwa. Dilansir The Guardian, Jumat (3/11/2023), Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan jumlah korban tewas sebanyak 9.061 orang.
Jumlah itu merupakan total korban sejak serangan Israel pada 7 Oktober lalu. Dengan rincian, 3.760 orang di antaranya ialah anak-anak serta 2.326 perempuan. Selain itu, 32.000 orang lainnya terluka.
Advertisement
Jumlah korban dalam tragedi di tanah Palestina tersebut, tidak akan terhitung jika ditelisik sejak awal invasi Israel ke tanah yang di dalamnya bernaung Masjidil Aqsa. Istilah genosida atau pembunuhan massal pun tidak lagi terelakkan kepada Israel.
Lantas, sejarah seperti apakah yang membuat tanah Palestina kemudian sarat akan getir perjuangan melawan genosida?
Tanah Palestina di Masa Rasulullah SAW
Di Masa Rasulullah SAW, tanah Palestina dikenal dengan sebutan Baitul Maqdis (Iliya’) yaitu kota suci, bersih dan diberkahi. Kota ini dahulu merupakan ibu kota Syam yang disifati oleh Allah SWT dengan keberkahan.
Seperti kita ketahui, negeri Syam inilah yang menjadi saksi pertemuan antara seorang pemuda yang memiliki karakter jujur dalam berdagang. Dengan seorang wanita kaya raya nan bijakasana, Siti Khadijah.
Pemuda bernama Muhammad yang kemudian menjadi Rasulullah SAW dalam perjalanan kerasulannya, mengalami peristiwa Isra Mi’raj. Yaitu perjalanan satu malam tepatnya pada 27 Rajab. Dengan menunggangi hewan bernama Buraq dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsa, sesuai yang diterangkan dalam Al-Qur’an Surat Isra ayat 1.
Tempat tujuan Isra Mi’raj disebut Masjidil Aqsa, yang mana aqsha relevansi dari makna "terjauh". Yaitu karena jauhnya jarak antara Masjidil Aqsa dengan Masjidil Haram. Masjidil Aqsa inilah yang berada di atas tanah Syam atau yang juga disebut Baitul Maqdis atau yang kita kenal dengan Palestina.
Sebuah hadis menerangkan, bahwa ketika Rasulullah SAW kembali ke Makkah setelah menjalani Isra’ dan Mi’raj guna menerima perintah shalat dari Allah Ta’ala, beliau bertemu penduduk Makkah. Beliau bercerita bahwa beliau baru saja mengunjungi suatu tempat yang jauh dalam sebuah perjalanan yang luar biasa.
Masyarakat Makkah lalu bertanya, “Ke mana?” Rasulullah SAW menjawab, “Baitul Maqdis.” Masyarakat Makkah bertanya lagi, “Apakah maksudmu Iliya’?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya.”
Dari Hadits yang diriwayatkan oleh At-Thabrani, kita menjadi paham bahwa masyarakat Makkah ketika itu memahami Baitul Maqdis sebagai Kota Iliya’. Nama Iliya’ berasal dari Aelia Capitolina, diberikan oleh Kaisar Romawi, Hadrianus, setelah berhasil merebut dari tangan orang-orang Yahudi pada tahun 73 SM.
Adapun dalam masa Rasulullah SAW, Masjidil Aqsha dimuliakan sebagai masjid kedua. Yaitu masjid penuh keberkahan yang pernah menjadi kiblat umat Islam sebelum dialihkan Kiblatnya ke Ka’bah (Masjidilharam) pada 17 bulan setelah hijrah.
Tanah Palestina di Masa Khalifah Umar ra.
Penguasaan Islam atas tanah Palestina dimulai pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Wilayah Palestina yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Berhasil dikuasai oleh tentara Islam pada tahun 638 M (16 H).
Sebelum penguasaan oleh Khalifah Umar, Baitul Maqdis (Iliya’), dikuasai Kristen Romawi. Konon, sejak periode Kaisar Romawi Konstantin yang memeluk Nasrani pada tahun 325 M.
Yahudi-Nasrani seringkali mengalami pertentangan akibat sifat kaum Yahudi yang ingin memonopoli. Terutama perdagangan. Bahkan Yahudi menjadi rentenir atas hutang kaum Nasrani.
Kemudian dikisahkan, ketika tiba di Baitul Maqdis (Illiya’) setelah berhasil menaklukkan dari kekuasaan kaum Nasrani, Khalifah Umar mengunjungi tempat-tempat suci umat Nasrani, salah satunya adalah Gereja Holy Sepulchre.
Saat sedang berada di gereja ini, waktu shalat pun tiba. Uskup Sophorius yang merupakan pemimpin umat Kristen pun mempersilakan sang Khalifah untuk shalat di tempat ia berada, tapi Umar menolaknya.
Umar menjelaskan sesuai yang di firmankan Allah SWT yang disampaikan melalui Rasulullah SAW ''Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku" (QS Al-Kafirun ayat 6).
''Andai saya shalat dalam gereja, umat Islam akan mengenang kejadian ini dengan mendirikan sebuah masjid di sana, dan ini berarti mereka akan memusnahkan Holy Sepulchre,'' jelas Umar.
Ia pun pergi dan mendirikan shalat di tempat yang agak jauh dari gereja. Di lokasi tempat Umar mendirikan shalat inilah yang kemudian dibangun sebuah masjid bernama Masjid Kubah Batu di era Dinasti Umayyah.
Palestina di bawah kekuasaan Islam saat itu berkembang menjadi sebuah wilayah yang multikultur. Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi yang berdiam di wilayah Palestina pada masa itu hidup berdampingan secara damai dan tertib.
Sejak awal menaklukkan wilayah Palestina, penguasa Islam tidak pernah memaksakan agamanya kepada penduduk setempat. Mereka tetap diperbolehkan menganut keyakinan lama mereka dan diberi kebebasan beribadah.
Tanah Palestina pada Masa Perang Salib
Sejalan dengan pergantian dinasti yang memerintah, Palestina berturut-turut berada di bawah berbagai kekuasaan mulai dari Dinasti Umayyah (661-750 M), Dinasti Abbasiyah (750 M), Dinasti Fatimiyah (969 M), Dinasti Seljuk (1071 M).
Kaum Salib Eropa, Dinasti Mamluk, dan Turki Usmani (1516-1917). Sebelum berpindah tangan ke Imperialisme Inggris pada tahun 1917, akibat kekalahan dalam Perang Salib.
Konon, perang Salib saat itu disebabkan keinginan memperebutkan kota suci Baitul Maqdis. Perebutan kota suci inilah yang menjadi faktor utama mengapa hingga kini tanah Palestina bersimbah darah perjuangan.
Palestina di dalam kekuasaan Inggris, ternyata tidak diutamakan bagi kaum Kristen, melainkan membuka kesempatan bagi kaum Yahudi. Terbukti, Yahudi pun mendeklarasikan Israel sebagai negara merdeka pada tanggal 15 Mei 1948 dan eksistensi negara Israel semakin kuat karena dukungan dari negara-negara Barat.
Berbagai situs bersejarah umat Islam pun diubah. Diantaranya Jami' Al-Aqsha menjadi Kuil Solomon dan Kubah Shakhrah menjadi Kuil Tuhan.
Atas sejarah tersebut, kita melihat bahwa sesungguhnya umat muslim sesuai perintah Allah SWT, telah terbukti dalam sejarah, membangun solidaritas dengan kaum Bani Israil.
Namun, fakta yang sekarang kita lihat adalah bahwa Palestina masih menjadi tanah kepedihan akibat penindasan yang diterima kaum muslim Palestina.
Dukungan kepada Palestina terus mengalir, seiring dengan kuatnya spirit humanisme menentang genosida di atas muka bumi. Bahkan, dukungan melalui postingan buah semangka "the fruit of Palestine" pun, trending sebagai bentuk simbol dukungan "Semangat Merdeka.”
***
*) Oleh: Dr Lia Istifhama, Sekretaris MUI Jawa Timur, Ketua DPP Perempuan HKTI Jawa Timur, Founder LBH 'Srikandi Bakti Insani' Surabaya.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |