Betulkah Weton Jawa Menghambat terhadap Pernikahan?

TIMESINDONESIA, MALANG – Berbicara mengenai Weton bagi orang Jawa telah menjadi tradisi atau budaya yang diyakini sebagai pintu untuk mengikat hubungan ke jenjang pernikahan.
Walaupun pada prakteknya banyak pasangan gagal menikah, sebab tidak memiliki kesamaan Weton. Sehingga banyak orang yang mengatakan bahwa Weton menjadi penghambat sebuah pernikahan.
Advertisement
Ironisnya, jika sudah tidak sama, maka pantang melanjutkan hubungan. Apakah iya takdir tuhan ada pada garis ketentuan Weton? dan anehnya lagi jika ingin dilanjutkan dicarikan cara agar hitungannya menjadi bagus atau sama.
Hitungan takdir semacam apa yang bisa dibuat-buat. Hal ini berangkat dari pengalaman dan keresahan pribadi terhadap Weton. Namun, bukan dalam kapasitas mengkerdilkan kepercayaan orang Jawa. Hanya ingin mengetahui alasan yang bisa diterima secara rasional dan nilai-nilainya relevan dengan agama.
Sedikit pengetahuan bahwa Weton Jawa merupakan sistem penanggalan Jawa yang membagi setiap orang dalam satu dari lima pasaran (pasaran pon, wage, kliwon, legi, atau pahing) dan satu dari tujuh wuku (sinta, landep, wukir, kurantil, tolu, gumbreg, atau wariga), yang dipercaya mempengaruhi karakter dan nasib seseorang.
Pandangan ini berpendapat bahwa ketika seseorang terlalu mempertimbangkan weton Jawa dalam melakukan kegiatan sehari-hari, seperti memilih tanggal untuk acara penting, memulai usaha, atau mengambil keputusan besar, dapat menghambat perkembangan dan kemajuan.
Mengikuti weton Jawa secara ketat dapat membuat seseorang terjebak dalam keyakinan, bahwa nasibnya tergantung pada faktor-faktor astrologi. Sehingga mengabaikan faktor-faktor lain yang sebenarnya lebih penting seperti kemampuan, usaha, dan kesempatan.
Selain itu, pandangan ini juga berpendapat bahwa weton Jawa dapat memicu stereotip atau prasangka yang didasarkan pada penilaian atau anggapan berdasarkan karakteristik perilaku orang lain dan diskriminasi. Suatu perbuatan, praktik, atau kebijakan yang memperlakukan dengan berbeda dan tidak adil atas dasar karakteristik dari seseorang atau kelompok itu.
Misalnya, jika seseorang dianggap memiliki weton yang dianggap buruk atau tidak menguntungkan, mereka dapat dianggap sebagai orang yang kurang beruntung atau memiliki nasib yang buruk. Hal ini bisa menyebabkan label atau penilaian negatif yang tidak seharusnya, tanpa mempertimbangkan kemampuan dan potensi individu secara objektif.
Disini penulis akan membahas weton yang menghambat sebuah pernikahan. Dalam tradisi Jawa, weton digunakan untuk menentukan kesesuaian antara dua individu berdasarkan pasaran dan wuku mereka.
Pasangan dengan weton yang dianggap tidak cocok bisa dianggap membawa nasib buruk atau tidak harmonis. Namun, perlu diingat bahwa kecocokan dalam pernikahan tidak hanya ditentukan oleh weton Jawa semata.
Ada banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan. Seperti kepribadian, nilai-nilai, visi dan tujuan hidup yang sejalan. Serta komunikasi yang baik antara pasangan.
Menilai keberhasilan pernikahan berdasarkan weton Jawa saja dapat menjadi generalisasi yang tidak akurat dan tidak adil bagi pasangan-pasangan yang memiliki hubungan yang kuat dan bahagia. Kemudian pernikahan sendiri adalah komitmen antara dua individu yang saling mencintai dan saling mendukung.
Penulis ingin kembali menegaskan bahwa keberhasilan pernikahan tidak hanya bergantung pada weton Jawa. Tetapi juga pada upaya dan komitmen yang diberikan oleh pasangan tersebut. Keharmonisan dalam pernikahan dapat dicapai melalui komunikasi yang baik, kepercayaan, pengertian, dan kerja sama antara suami dan istri.
Meskipun ada pandangan bahwa weton Jawa dapat menghambat pernikahan, ada beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan untuk mengatasi permasalahan tersebut, antara lain;
Pertama, edukasi dan kesadaran. Penting untuk memberikan edukasi yang benar tentang weton Jawa dan bagaimana cara memahaminya dengan bijak. Menyebarkan pemahaman bahwa weton Jawa bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan kesuksesan pernikahan dapat membantu mengurangi pandangan yang berlebihan terhadap weton Jawa.
Kedua, Komunikasi dan kompromi. Pasangan yang memiliki perbedaan weton Jawa dapat mencari cara untuk berkomunikasi terbuka dan memahami satu sama lain. Membangun kesepahaman dan mencari solusi yang saling menguntungkan dapat membantu mengatasi perbedaan yang mungkin timbul.
Ketiga, Mengutamakan faktor-faktor Lain. Sementara weton Jawa bisa menjadi pertimbangan. Penting juga untuk memprioritaskan faktor-faktor lain dalam memilih pasangan hidup.
Keberhasilan pernikahan lebih banyak ditentukan oleh kompatibilitas kepribadian, nilai-nilai yang sama, dan komunikasi yang baik. Fokus pada hal-hal ini dapat membantu mengatasi hambatan yang mungkin timbul akibat perbedaan weton Jawa.
Keempat, Menghargai keberagaman. Sebagai masyarakat yang inklusif, penting untuk menghormati perbedaan keyakinan dan tradisi. Jangan menilai pasangan berdasarkan weton Jawa semata, tetapi fokuslah pada kualitas hubungan dan komitmen yang kuat dalam membangun pernikahan yang bahagia.
Kelima, Konsultasi dengan ahli. Jika permasalahan terkait weton Jawa menjadi sangat kompleks. Pasangan dapat mencari konsultasi dengan ahli atau sesepuh yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang weton Jawa. Mereka dapat memberikan panduan dan nasihat yang lebih terarah sesuai dengan situasi dan kebutuhan pasangan.
Ingatlah bahwa setiap pernikahan itu memiliki nilai sakral dan tidak ada satu formula yang pasti untuk keberhasilan. Yang terpenting adalah menciptakan komunikasi yang baik, saling mendukung, dan membangun hubungan yang sehat dan bahagia.
Penting bagi kita untuk menghormati perbedaan pandangan dan keyakinan orang lain. Selama weton Jawa tidak digunakan untuk merugikan atau mendiskriminasi orang lain.
Kita bisa menghargai keberagaman budaya dan tradisi. Hal terpenting adalah tetap mengutamakan kemampuan, usaha, dan kesempatan dalam meraih kesuksesan, tanpa terlalu terbelenggu oleh faktor-faktor astrolog.
***
*) Oleh: Abdul Aziz, Mahasiswa Universitas Islam Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |