Memahami Masyayikh, Kyai dan Santri dalam Politik

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Hiruk pikuk pilpres 2024 sudah memanas, semua tokoh masyarakat, kyai dan ulama mulai menunjukkan sikap politiknya. Berbicara aksi dukung mendukung dalam pemilu bagi warga NU sebenarnya sudah di mulai sejak zaman mbah Hasyim Asy’ari dahulu.
Hal tersebut dapat kita lihat ketika itu mbah Hasyim cenderung gabung ke barisan Masyumi. Dengan harapan, kelompok masyumi yang cenderung Islam kanan, di dekati agar mau mengakui NKRI sebagai negara yang final.
Advertisement
Disisi lain mbah Wahab gabung ke Nasakom berharap agar kelompok kiri tersebut mau tahlil, shalawatan dan tidak melulu sekuler. Kedua tokoh tersebut memberikan pendidikan politik yang luar biasa. Sebagaimana disampaikan KH Marzuki Mustamar saat pengajian di Kec Sukomoro Nganjuk.
Dinamika politik Kyai sangat dinamis. Namun, semua yang dilakukan memiliki tujuan mulia. Yaitu kemaslahatan umat dan agama Islam. Kyai sebagai panutan umat memang memiliki kelebihan yang sangat besar dibanding kita sebagai santri dan masyarakat awam.
Kyai berjuang mendidik masyarakat, ahli ibadah dan memiliki kekuatan batin yang sangat besar (ahli tirakat). Atas kehebatan para kyai tersebut kita sebagai santri harus mengakui dan tetap menjaga hubungan pribadi dan sikap kita agar kita tidak kuwalat.
Mengikuti pemikiran dan tausiyah KH Marzuqi Mustamar tentang politik Masyayikh, Kyai dan Santri dalam pemilihan umum. Kami mencoba memberikan ulasan sederhana sebagai berikut:
Pertama, Masyayikh dan Kyai adalah orang yang mulia karena Ilmu, tirakat dan perjuangannya dalam mengabdikan dirinya untuk masyarakat
Kedua, Masyayikh dan Kyai adalah orang yang arif dan bijaksana dalam memahami hidup dan menjalani kehidupan. Maka beliau menjadi panutan bagi umat.
Ketiga, Masyayikh dan Kyai memahami apa yang baik dan buruk baik urusan politik maupun sosial kemasyarakat. Maka apa yang dilakukan menjadi cermin bagi umat.
Keempat, Para Masyayikh dan kyai dari dahulu memiliki andil besar dalam politik untuk memperjuangkan kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dan membangun bangsa dan negara.
Kelima, Santri memahami Masyayikh dan kyai adalah sebagai orang yang memiliki kemuliaan sebagai penerus para auliya dan Nabi.
Keenam, Santri memahami Masyayikh dan kyai adalah orang yang mengukir jiwanya untuk membekali diri dalam meraih kehidupan bahagia dunia dan akhirat.
Ketujuh, Sebagai santri mengharap ilmu barokah dari Masyayikh dan kyai adalah sesuatu yang sangat penting.
Kedelapan, Santri menghormati Masyayikh dan kyai dengan seutuhnya. Artinya rasa tawadhu’ dan mengikuti tausiyah adalah kewajiban.
Kesembilan, Para Masyayikh dan kyai memiliki pilihan politik yang berbeda beda, maka etika santri jika sesuai dengan nuraninya bisa mengikuti pilihan Masyayikh atau Kiainya. Santri memahami apa yang dilakukan oleh para Masyayikh dan kyai sudah memiliki pemikiran mendalam baik manfaat maupun mafsadatnya.
Kesepuluh, Jika santri memiliki pemikiran atau pilihan politik yang berbeda dengan Masyayikh dan kyai bersikaplah dengan diam. Karena untuk menjaga marwah dan barokahnya ilmu yang kita dapatkan dari beliau.
Kesebelas, Sangat tidak elok santri berdebat, membicarakan atau melawan Masyayikh dan kyai dalam urusan politik. Karena kita tau bagaimana adab santri untuk mendapatkan ilmu yang barokah.
Keduabelas, Politik sebagai Ihtiar kemaslahatan umat dan memperjuangkan agama Allah, maka menggunakan hak politik dengan tetap menjaga etika politik bagi santri adalah sebuah kewajiban
Kita memiliki Masyayikh tauladan dalam politik. Mbah Hasyim, masuk masyumi ingin mengajak para penganut Islam kanan untuk tetap mencintai NKRI. Mbah Wahab masuk Nasakom ingin mengajak bagaimana yang sekuler mau shalawatan dan tahlilan.
Gus Dur memberikan pelajaran politik, tidak ada jabatan dunia yang harus dipertahankan mati matian. Semua yang dilakukan beliau benar benar mengilhami politik Masyayikh, kyai dan santri tetap dalam bingkai perjuangan, etika dan penghormatan.
Politik sebagai Ikhtiar manusia dalam Menata kehidupan. Memiliki arti penting dan strategis, maka jangan pernah mengorbankan kemuliaan Ilmu dan rasa tawadhu’ kita pada para Masyayikh dan kyai yang akan kita ikuti jejak beliau mulai di dunia sampai di akhirat.
Semoga Allah memberikan hidayah pada diri kita untuk selamat dari semua fitnah dunia. Khususnya dalam urusan politik dan kekuasaan. Amin.
***
*) Oleh : HM. Basori MSi, Instruktur Nasional Gerakan Pemuda Ansor, - Direktur Sekolah Perubahan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |