Kopi TIMES

Polemik Sampah di Kota Batu

Senin, 20 November 2023 - 07:22 | 70.23k
Muhammad Wahyu Prasetyo Adi, Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya.
Muhammad Wahyu Prasetyo Adi, Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Sampah merupakan sesuatu yang cukup sensitif dalam dunia kehidupan. Berbicara terkait sampah mungkin dari sebagian kita akan mengalami beberapa kegelisahan personal hingga komunal. 

Sampah secara harfiah dapat dipahami sebagai hasil penggunaan individu atau kelompok dalam melakukan aktivitas kehidupan. Sehingga dari berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat terhadap sesuatu pasti akan berakhir pada output yang disebut sampah. 

Advertisement

Dalam konstitusi, Undang-undang No. 18 Tahun 2008 mengartikan bahwa sampah dikatakan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi.

Dalam beberapa waktu, sampah selalu berakhir pada tempat pembuangan akhir atau disebut TPA. Endapan tersebut sering tidak mendapat perhatian dari lapisan masyarakat termasuk pemerintah. Akhirnya pemasukan sampah yang tidak sebanding dengan tingkat pengelolaan menyebabkan kondisi alam dan sekitarnya tercederai. 

Kondisi ini diperparah ketika sampah cenderung diabaikan tanpa adanya kesadaran publik. Pengelolaan sampah sejatinya telah diatur dalam peraturan pemerintah pusat. 

Menurut penelitian Jenna Jambeck di Jurnal Science tahun 2015, Jenis sampah yang menjadi permasalahan yang tak kunjung henti adalah sampah yang dihasilkan dari rumah tangga dan sampah plastik sekali pakai. Saat ini Indonesia sebagai negara penyumbang sampah plastik kelaut kedua di dunia. 

Dalam Undang-undang terkait pengelolaan No. 18 tahun 2008 menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewajiban dalam melakukan pengelolaan sampah secara maksimal. Sebagaimana tujuan dibentuk pemerintah itu sendiri dalam melakukan pengelolaan terhadap tata pemerintahan termasuk didalamnya terkait sampah. 

Sebagaimana Pasal 11, menyatakan bahwa “setiap orang berhak mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan, dari pemerintah, pemerintah daerah dan pihak yang diberi tanggung jawab itu. Maka, tanggung jawab penuh sejatinya berada pada tangan pemerintah”. 

Seperti pada kasus beberapa kali ini di Kota Batu, sampah telah menjadi bagian yang tidak dapat tertinggal. Perkembangan dari tahun ketahun masih belum ada kecenderungan untuk melakukan pengelolaan dengan maksimal. Sejak diputuskannya SE No. 660/2404/422.110/2023 warga Kota Batu terpaksa melakukan pengelolaan dengan mandiri. 

Keputusan yang dilahirkan tersebut bukan atas keinginan sepihak dari pemerintah. Namun ada keresahan atas TPA Tlekung yang selama ini belum memiliki kekuatan dalam mengakomodir seluruh sampah di Kota Batu. 

Saat ini saja perkembangan sampah di Kota Batu cukup tinggi. Dengan penduduk Kota Batu mencapai 213.000 jiwa, maka tidak heran ketika sampah yang dihasilkan mencapai 120 ton dari 24 desa atau kelurahan yang menumpuk di TPA Tlekung. 

Kendati demikian, terdapat juga beberapa TPS di Kota Batu, namun tupoksi TPS tidak dapat disamakan dengan TPA Tlekung. Skala TPS hanya berada pada Desa atau Kelurahan dan menangani sampah yang kecil-kecil atau dapat didaur ulang, seperti kardus, plastik botol. 

Sehingga dapat dikatakan bahwa keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Batu terhadap masyarakat terkesan bukan berorientasi pada kepentingan publik secara luas. Sebagaimana prinsip kebijakan publik menurut Association of Washington Business ada 17 inti, dan salah satunya yaitu dilandasi manfaat sosial, maka dapat dimaknai bahwa produk kebijakan yang dilahirkan oleh pemerintah terhadap masyarakat perlu mempertimbangkan manfaatnya. 

Dalam kasus ini, produk kebijakan terkesan menyimpang dari manfaat sosial. Kebijakan yang terkesan grusa-grusu telah menciptakan persepsi terhadap pemerintah bahwa kualitas dari pengakomodiran sampah tidak dilakukan secara maksimal. 

Kebijakan menjadi bukan lagi berorientasi pada sektor sosial, namun hanya berorientasi pada kegelisahan aparatur pemerintahan bahwa kegagalan dalam mengakomodir sampah. Mengingat kembali pada produk hukum sentral, pemerintah memiliki tugas penuh atas pengelolaan sampah yang telah diproduksi baik masyarakat maupun entitas lain didalamnya.

Secara sepihak bahwa tulisan ini merupakan akomodir sedikit atas keresahan sosial dilingkungan Kota Batu yang berorientasi pada masalah Sampah. Sejak diputuskan sampah dikelola secara mandiri dalam cakupan kecil, masyarakat sering kali dibingungkan. Karena memang belum ada sosialisasi secara massif yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakatnya. 

Padahal secara konstitusional ketika mengacu undang-undang nomor 18 tahun 2008 perlu adanya kemampuan dari pemerintah dalam memberikan literasi terkait pengelolaan sampah. Lalu apakah dengan diproduksinya kebijakan SE, maka meninggalkan asas-asas kebijakan sentral atau sebelumnya? Sehingga terkesan cuek atas kejanggalan yang memang telah terjadi pada lingkungan saat ini. 

Maka pertanyaan sederhana mau dikemanakan sampah ini? Apalagi TPS belum mampu tersedia diberbagai desa atau kelurahan. Sehingga shocut paling efektif hanya sekedar membuang sampah ke sungai untuk memperpendek urusan mereka atau bahkan membakar sampah yang cenderung menyinggung urusan lingkungan.

Maka dari kecelakaan yang terjadi pada sistem pengelolaan kali ini, bukan lah akhir bahwa pemerintah harus diam saja. Diperlukan beberapa kebijakan strategis yang lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. Sehingga kecenderungan yang sejatinya mampu diamputasi sejak dini dapat teraktualisasi.

***

*) Oleh: Muhammad Wahyu Prasetyo Adi, Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES