Gen-Z Sulit Miliki Rumah? Siapa Sebenarnya yang Bertanggung Jawab

TIMESINDONESIA, MALANG – Tempat tinggal atau hunian berupa rumah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap anggota keluarga atau bahkan semua orang terutama anak muda. Rumah merupakan tempat berkumpulnya anggota keluarga dan beristirahat setelah lelah melakukan pekerjaan di luar (Wijayanti, 2019).
Meningkatnya kebutuhan akan perumahan tidak sebanding dengan terbatasnya pasokan, sehingga harga rumah semakin mahal. Dampaknya terjadi pada generasi muda di negara-negara Asia, yang cenderung menunda pembelian real estate hingga usia 30-an (Abidoye et al., 2020). Permasalahan harga yang terus meningkat, keterbatasan lahan, dan terbatasnya pilihan membuat memiliki rumah, khususnya rumah, menjadi hal yang sulit bagi generasi milenial.
Advertisement
Masalah ini diakui atau tidak menjadi problematic penting bagi semua anak muda Indonesia yang memag ingin memiliki rumah sendiri. Harga yang terlapu sangat mahal dan peningkatan harga yang semakin tidak masuk akal membuat kesempatan besar untuk mendapatkan hunian pribadi akan semakin jauh dari harapan.
Aspek tantangan dan masalah ini bisa dilihat dari bagaimana data beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa proporsi penduduk generasi milenial (35-39 tahun) di Kota Surabaya sebagai salah satu kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta diproyeksikan sebesar 8.05 persen dari 2.904.751 jiwa (BPS Kota Surabaya, 2020). Bahkan selama proses berlangsungnya pandemi Covid-19, tingkat pertumbuhan harga rumah di Surabaya tetap menunjukkan peningkatan 1.96 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan 13 kota lain di Indonesia.
Hal ini tentu sangat mengejutkan sebab selama pandemic tersebut umumnya atau bahkan mayoritas bisnis property sangat anjlok. Survei Harga Properti Residensial (SHPR) oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 1.45 persen pada tipe rumah besar, 1.26 persen pada tipe rumah sedang, dan 3.22 persen pada tipe rumah kecil (Bank Indonesia, 2020).
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Dengan data ini tentu sangat mudah disimpulkan bahwa generasi milenial akan semakin kesulitan membeli rumah dikarenakan tingkat pertumbuhan gaji atau pendapatan tidak sebanding dengan kenaikan harga tanah dan rumah. Kondisi ini menunjukkan generasi milenial sebaiknya melakukan pengelolaan keuangan pribadi dengan pola yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Harga rumah yang semakin melambung, sementara kebutuhan juga semakin tinggi, membuat generasi milenial kesulitan untuk bisa memiliki hunian dalam dalam jangka waktu 10-20 tahun mendatang.
Lebih lanjut, alokasi gaji lebih diprioritaskan untuk gaya hidup daripada dialokasikan untuk pembelian asset tetap (Shutterstock, 2018). Tidak sampai disitu saja, meski beberapa anak muda memilih untuk lebih menabung dan menghemat pengeluaran dengan gaya hidup sederhana untuk perencanaan pembelian rumah tentu kemungkinan besar kesempatan tersebut masih sangat sulit. Aspek ini dipegaruhi diantaranya karena berbagai regulasi, sistem, hingga aturan main dalam proses jual beli property di Indonesia yang tentunya belum jelas.
Dengan semua data ini maka tentu bisa ditarik benang merah terkait siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab untuk mengatasi masalah kepemilikan rumah yang semakin sulit, terutama bagi anak muda saat ini?
Secara umum tentu sebagai rakyat dan anak muda maka akan sangat berharap kepada pemerintah sebagai pemegang regulasi tertinggi saat ini. Lewat pemerintah keleluasaan, kebijakan, hingga procedural dalam proses kepemilikan tanah dan aset seperti rumah ini bisa teratasi dengan cepat. Sebenarnya ada beberapa kemungkinan besar yang bisa saja terjadi agar anak muda saat ini tetap memiliki kesempatan besar dalam memiliki rumah, misalnya dengan regulasi suplay dan dimend yang diperbaiki, kemudian pemerataan kota, hingga kebijakan berbasis fiscal pada tahapan bantuan yang tentunya tidak hanya berbasis pada keringanan cicilan jika konteksnya dengan pengajuan pinjaman bank.
Akan tetapi semua aspek ini tentunya tidak bisa dilakukan dengan mudah apabila pemerintah tidak memperhatikan dengan seksama masalah tersebut. Apalagi regulasi terkait kepemilikan rumah ini telah diatur secara ketat dibeberapa negara agar semua penduduk dan masyarakat tanpa terkecuali masih bisa memiliki hunian layak. (*)
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |