Kopi TIMES

Literasi di Sekolah: Inovasi Membentuk Pendidikan yang Dinamis

Sabtu, 23 Desember 2023 - 18:38 | 40.88k
Apri Damai Sagita Krissandi, Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Apri Damai Sagita Krissandi, Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pada tahun ini, Indonesia berhasil meningkatkan peringkatnya dalam Program for International Student Assessment (PISA), sebuah evaluasi internasional yang mengukur tingkat literasi siswa di berbagai negara. Meskipun peringkatnya mengalami peningkatan, tetapi patut diperhatikan bahwa skor literasi siswa Indonesia tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Peningkatan peringkat namun stagnansi skor membuka ruang untuk refleksi mendalam terkait dengan kualitas literasi sekolah-sekolah di Indonesia.

Pendidikan adalah landasan utama bagi kemajuan suatu bangsa, dan literasi menjadi pondasi kunci dalam menciptakan masyarakat yang cerdas dan terdidik di era modern ini. Kemampuan membaca, menulis, dan memahami informasi menjadi semakin krusial dalam menghadapi dinamika perubahan yang terus berkembang. Sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal, memiliki peran strategis dalam menumbuhkan literasi di kalangan siswa. Oleh karena itu, perlu dicermati betapa pentingnya upaya meningkatkan literasi di lingkungan sekolah.

Advertisement

Cara Menumbuhkan Literasi di Sekolah

Pertama, Pelibatan Orang Tua dalam Proses Literasi. Di Sekolah Eksperimental Mangunan, terdapat kegiatan bernama Literasi Anak Jempol (LAJ), sebuah inisiatif yang menjembatani kerjasama antara sekolah dan orang tua untuk meningkatkan literasi anak-anak. Konsep LAJ melibatkan anak-anak secara aktif di lingkungan rumah, dengan orang tua berperan sebagai mitra utama dalam proses pembelajaran literasi. Setiap hari selama 15 hari berturut-turut setelah pulang sekolah, orang tua membacakan cerita atau mendampingi anak-anak mereka dalam membaca.

Salah satu keunikan LAJ adalah penggunaan teknologi untuk memfasilitasi interaksi antara sekolah, orang tua, dan siswa. Orang tua diundang untuk mengirimkan video singkat yang merekam proses membacakan cerita kepada anak-anak mereka. Dalam video ini, orang tua juga melaporkan respon-respon dan pertanyaan anak tentang buku yang dibacakan. Semua materi yang dikirimkan oleh orang tua dikurasi oleh panitia, yang sebagian besar terdiri dari orang tua peserta LAJ. Ini bukan hanya cara efektif untuk memastikan kelangsungan dan kualitas kegiatan, tetapi juga menciptakan keterlibatan aktif orang tua dalam proses pembelajaran anak.

Dengan pendekatan holistik ini, LAJ di Sekolah Eksperimental Mangunan menciptakan pengalaman literasi yang tidak hanya mendidik tetapi juga memperkuat keterlibatan keluarga dan semangat kebersamaan di antara siswa, orang tua, dan sekolah.

Kedua, Penggunaan Metode Pembelajaran Inovatif. Di SMA De Britto, terdapat sebuah proyek literasi yang telah menjadi tradisi dan memberikan kesan mendalam bagi para siswa. Proyek tersebut dikenal sebagai Forum Olah Pikir (FOP), yang telah dijalankan selama berpuluh-puluh tahun. FOP merupakan sebuah inisiatif yang melibatkan guru dari berbagai mata pelajaran untuk bekerja sama dalam pemilihan buku-buku berkualitas tinggi yang akan dianalisis oleh siswa.

Pertama-tama, para guru berkolaborasi untuk memilih buku-buku yang dianggap memiliki nilai literer tinggi. Siswa kemudian dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diberikan tugas untuk mendalaminya selama dua hingga tiga minggu. Dalam proses ini, siswa tidak hanya diminta untuk memahami isi buku, tetapi juga untuk membuktikan kebenaran informasi melalui observasi, perbandingan dengan sumber lain. Kelompok terbaik dari setiap kelas kemudian berkompetisi di Forum Olah Pikir (FOP) tingkat sekolah yang diadakan di aula besar, menciptakan atmosfer kompetisi sekaligus kolaborasi literer di seluruh sekolah.

Di SMA De Britto, konsep literasi tak hanya terbatas pada aktivitas di dalam kelas, namun juga melibatkan pengalaman langsung siswa dengan masyarakat sekitar. Melalui program live in, siswa tinggal bersama di lokasi-lokasi urban, marginal, dan terpinggirkan, seperti bersama pemulung, pengamen, petani, atau anak-anak cacat ganda. Pengalaman ini dijadikan bahan refleksi yang kemudian dituangkan dalam kumpulan buku pengalaman belajar bersama masyarakat. 

Buku ini tidak hanya mencakup ulasan problematika yang dihadapi, tetapi juga mengusulkan kemungkinan solusi sebagai wujud partisipasi siswa dalam meningkatkan literasi masyarakat. Dengan demikian, program live in tidak hanya menjadi sarana pendidikan sosial, tetapi juga memperkaya wawasan literasi siswa melalui pengalaman langsung dengan realitas sosial yang beragam.

Ketiga, Peningkatan Peran Perpustakaan Sekolah. Perpustakaan di sekolah dapat menjadi pusat kreatifitas yang menginspirasi siswa dan memperluas pengalaman literasi mereka. Perpustakaan dapat menjadi tempat untuk menggali kreativitas siswa melalui proyek literasi yang unik. Sebagai contoh, stasiun podcast dan rekaman di perpustakaan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan konten audio berdasarkan buku atau topik literasi lainnya. Sementara itu, pertunjukan buku hidup, dimana siswa atau tamu undangan menjadi narator "buku hidup," dapat memberikan wawasan langsung tentang pengalaman hidup dan pengetahuan mereka.

Tidak hanya sebagai tempat menyimpan buku, perpustakaan juga bisa menjadi galeri seni dengan pameran karya siswa. Karya-karya tersebut bisa meliputi cerpen, puisi, atau ilustrasi buku yang mencerminkan kreativitas siswa dalam literasi. Untuk meramaikan suasana, perpustakaan dapat menyelenggarakan pertunjukan langsung atau workshop dengan melibatkan penulis lokal. Kerjasama dengan penulis lokal, toko buku, atau lembaga seni setempat dapat memperkaya pengalaman literasi siswa dengan memberikan wawasan langsung dari para ahli dan praktisi dalam industri literasi.

Dengan semangat berbagi dan bersinergi, literasi bukan hanya akan menjadi bagian dari kurikulum formal, tetapi juga akan menginspirasi siswa untuk menjadikannya sebagai gaya hidup. Dengan demikian, peningkatan literasi di sekolah tidak hanya menciptakan pembelajar yang mahir dalam membaca dan menulis, tetapi juga individu yang berpikiran terbuka, kreatif, dan aktif dalam membawa perubahan positif dalam masyarakat. Semoga pengalaman dan pembelajaran dari sekolah-sekolah tersebut dapat menjadi motivasi bagi sekolah-sekolah lain untuk terus berinovasi dalam upaya memajukan literasi di dunia pendidikan.

***

*) Oleh: Apri Damai Sagita Krissandi, Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES