
TIMESINDONESIA, MALANG – Dilihat dari segi kata-kata, keduanya terlihat bertolak belakang. Dinasti memiliki arti keturunan raja-raja yang memerintah/menduduki pemerintahan (kbbi), sistem dinasti cenderung lebih ter-centralisasi. Sedangkan demokrasi berarti pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantara wakilnya, dan cenderung ter-desentralisasi.
Sejak Indonesia merdeka system pemerintahan yang dianut adalah demokrasi, mengingat presiden pertama Negara Indonesia dipilih oleh rakyat karena kecakapan seorang Ir. Soekarno, padahal pada saat Indonesia merdeka banyak orang-orang keturunan kerjaan-kerjaan besar Indonesia.
Advertisement
Namun, melihat dari perjuangan, keberanian, dan kebijaksanaan Soekarno, sehingga masyarakat saat itu mempercayakan pemerintahan Negara yang baru merdeka itu kepada Ir. Soekarno.
Presiden kedua dan ketiga diduduki oleh Soeharto dan BJ. Habibie yang mana tidak ada garis keturunan dengan soekarno, hal ini cukup membuktikan bahwa Indonesia tidak menganut sistem dinasti.
Secara teoritis dikutip dari website mkri, politik dinasti merupakan kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terikat dalam hubungan keluarga, kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak, dan identic digunakan pada system kerajaan.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Menurut Ari Dwipayana tren politik dinasti atau kekerabatan ini menjadi gejala munculnya neo patrimonialistik. Neo patrimonialistik sama halnya dengan pemerintahan patrimonial namun dikemas dengan strategi baru.
Patrimonial merupakan bentuk pemerintahan yang seluruh kekuasaan mengalir langsung dari penguasa atau dengan kata lain pemegang kekuasaan adalah mereka yang memiliki garis keturunan dengan penguasa sebelumnya (Wikipedia).
Untuk patrimonial tradisional sendiri sistemnya pemegang kekuasaan selanjutnya ditunjuk secara langsung oleh pemegang kekuasaan saat itu, sedangkan menurut Ari Dwipayan, untuk system neopatrimonial yang lebih modern menggunakan system jalur politik procedural (prosedur politik) dengan cara memasukkan yang dianggap calon pemegang kekuasaan selanjutnya ke dalam partai politik yang telah disiapkan.
Apakah sistem politik kekerabatan ini akan merusak demokrasi khususnya seperti di Negara Indonesia yang memang dari awal menjunjung tinggi nilai demokrasi? Jawabannya adalah iya, kenapa? Karena apabila system politik dinasti ini semakin disebar luaskan maka kaderisasi politik akan macet atau hanya sebagai formalitas saja, sedangkan untuk rakyat yang memiliki kompetensi unggul dalam merencanakan pengelolaan pemerintahan dan paham betul dengan apa yang dibutuhkan rakyat tidak lagi memiliki kesempatan untuk speak up.
Sedangkan seperti yang dijelaskan di awal bahwa demokrasi adalah system pemerintahan persembahan dari rakyat.
Adapun factor yang melatarbelakangi terbentuknya politik dinasti seperti ketertarikan besar keluarga terhadap kehidupan politik dan menginginkan kekuasaan politik.
Politik dinasti ini juga menjadi peluang terjadi eksploitasi sumber daya ketika tujuan pemerintahaan tidak lagi berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat tetapi hanya terpaku pada kekuasaan/jabatan. Tentunya regenerasi politik nantinya hanya berputar pada kelompok elit politik.
Maka dari itu, penting untuk menggembleng generasi milenial yang handal dan berkualitas dan mampu menegakkan kembali akar demokrasi di Negara Indonesia ini dan melarang secara tegas praktik politik dinasti guna menjaga kualitas masa depan Negara. Karena bisa dilihat semakin gencarnya praktik politik dinasti di Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung, dan masyarakat masih kurang menyadari akan hal itu.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*)Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA)
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |