
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pemimpin tidak hanya memiliki kompetensi manajerial yang baik, juga harus memiliki karakter dan moralitas yang terpatri pada setiap ucapan dan tindakannya. Pemimpin di lihat dari beberapa pengertian, dapat dikatakan sebagai kemampuan seseorang dalam mempengaruhi, agar yang dipengaruhi tersebut juga bertindak sesuai dengan keinginan seorang pemimpin.
Inilah yang membuat Buya Safii Ma’rif menaruh perhatian khusus kepada seorang pemimpin. Menurutnya, seorang pemimpin mampu tampil sebagai rumah kearifan yang mana manusia banyak mengunjunginya untuk menaruh pengharapan atas persoalan kehidupan yang dialami. Meminjam istilah Agus Salim bahwa memimpin itu menderita. Artinya keberadaan seorang pemimpin, benar-benar dinisbatkan kepada kepentingan orang banyak dan siap mengurusi segala urusan rakyatnya.
Advertisement
Idealnya seorang pemimpin mampu menjadi tauladan bagi setiap bawahannya. Realitas yang terjadi saat ini, menjelang pelaksanaan pemilu tahun 2024 berbagai wacana mulai digulirkan di permukaan. Tidak jarang terjadi serang menyerang program, bahkan saling menjelek-jelekkan satu sama lain (black campaign). Hal demikian dilakukan hanya untuk mampu meraup simpati pemilih.
Penyelenggaraan pemilu di negara ini, bukanlah baru kemarin dilaksanakan. Sudah cukup Panjang proses demokrasi di negara ini berlangsung. Justru itulah, patut adanya muhasabah terhadap penyelenggaraan demokrasi saat ini dan dampaknya bagi keberlangsungan kesatuan dan persatuan. Soepomo mengatakan persatuan harus terpatri dalam persatuan hidup, ialah persatuan seorang pemimpin dan rakyatnya, tidak hanya pada aspek lahiriah namun sampai kepada aspek batiniah.
Patut untuk dilakukan oleh kita semua ialah bagaimana menghasilkan pemimpin yang memiliki kecakapan moralitas dan kecakapan spritualitas. Keduanya merupakan sistem nilai yang menjadi tolok ukur seorang pemimpin. Aspek tersebut sangat penting dimiliki oleh pemimpin kita saat ini, mengingat pemimpin bangsa ini tidak kekurangan seorang yang cerdas dan pintar, melainkan kekurangan pemimpin yang memiliki moral dan spiritual yang baik.
Aspek Moralitas
Moralitas diartikan sebagai suatu tatanan nilai yang memiliki menghubungkan baik dan buruknya sebuah tindakan. Seorang pemimpin akan dikatakan baik, jika segala peraturan, hak dan kewajiban dipenuhi sesuai dengan tupoksi. Begitupun sebaliknya. Sehingga aspek moralitas ini, tidak hanya konsep yang utopis, namun telah memberikan instrument dan garis yang harus dilalui seorang pemimpin.
Bangsa ini cukup kaya dengan kearifan berbagai suku bangsa. dari kearifan inilah kitab isa menggali banyak nilai moral dari berbagai kebudayaan yang mengakar dimasyarakat. Haedar Nasir mengatakan bangsa ini harus terus membangun dasar moralitas terhadap seluruh masyarakat ditengah kehidupan globalisasi.
Memahami aspek moralitas sebagai nilai yang dimiliki seorang pemimpin akan membawa kepada proses kepemimpinan yang berintegritas. Olehnya itu, kepemimpinan moral menjadi penting untuk dikampanyekan agar dimiliki oleh mereka yang terlibat dalam kontestasi tahun 2024. Hal ini sangat dibutuhkan agar kompetisi yang terjadi lebih bermoral, lebih bersih, tidak membuat polarisasi terhadap masyarakat sehingga terjadi perpecahan.
Adanya aktifitas yang menjelek-jelekkan orang lain, mengumbar ujaran kebencian bahkan sampai menjadikan agama sebagai lelucon dalam berdemokrasi adalah salah satu contoh kurangnya memahami nilai moralitas. Justru itu akan mencederai kesucian demokrasi yang selama ini dijadikan sebagai moderasi dalam memilih seorang pemimpin.
Olehnya, pemahaman terhadap aspek moralitas akan membawa kepada kesadaran kolektif oleh seluruh rakyat Indonesia. Kesadaran merupakan buah dari moralitas yang telah dirawat dan dimanifestasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesadaran inilah yang menjadikan seorang pemimpin sadar akan berbagai tupoksi dan apa yang harus dilakukannya.
Aspek Spritualitas
Spritualitas memiliki hubungan erat dengan pemahaman terhadap aspek keagamaan. Bagi bangsa Indonesia sendiri, agama merupakan satu entitas sosial yang memiliki tempat yang penting. Olehnya, aspek nilai yang terkandung dalam agama menjadi poin penting dalam melakukan aktifitas kehidupan.
Agama dalam pandangan Jose Casanova adalah bagian dari kekuatan sosial yang hadir untuk menginterupsi kehidupan sosial yang individualistik. Agama dalam pandangannya, turut membantu masyarakat untuk keluar dari berbagai belenggu kehidupan. Sehingga ia sangat mendorong agar agama berada di ruang publik.
Akhirnya, seorang pemimpin haruslah memiliki pemahaman spiritual yang mumpuni, agar ia mampu mengetahui persoalan yang dihadapi rakyatnya.
***
*) Oleh : Asman (Pegiat literasi dan Penulis)
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |