Kopi TIMES

Kiai Zaini Mun’im dan Kesadaran Masa Depan Indonesia

Sabtu, 06 Januari 2024 - 13:45 | 42.03k
Ponirin Mika, Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton dan Anggota Community of Ceritical Social Research Probolinggo.
Ponirin Mika, Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton dan Anggota Community of Ceritical Social Research Probolinggo.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Mungkin terlalu jumawa kalau mengatakan bahwa Madura di bilang sebagai pulau keramat yang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh bangsa. Bahkan banyak ulama-ulama nusantara yang menimba ilmu di pulau ini, tepatnya ke Kiai Kholil Bangkalan. 

Moqsith Gazali pernah menyampaikan bahwa tidak banyak orang yang belajar pada Kiai Kholil, kata Moqsith ada sebanyak 25 orang yang menimba ilmu kepadanya. Dan 25 orang itu telah menjadi ulama yang mengasuh pondok pesantren besar di Indonesia. Salah satu santri Kiai Kholil ialah Kiai Zaini Mun’im, ia ulama yang memiliki kesadaran masa depan. Tak banyak ulama pesantren yang memiliki pandangan masa depan terhadap keberadaan bangsa Indonesia dan dunia. 

Advertisement

Sebagian dari mereka bisa di kata hanya fokus memikirkan masa depan pesantren dan santri-santrinya. Sehingga ia terus mendidik dan menjaga eksistensi pesantrennya dari ancaman-ancaman budaya-budaya yang akan mengikis budaya luhur yang menjadi ciri khas pesantren. Bisa di kata ia lebih bertahan daripada menyerang. Namun ini tak berlaku bagi seorang ulama yang berasal dari pulau garam Madura, yaitu KH. Zaini Mun’im pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo. 

Dalam kisahnya, Kiai Zaini seorang yang tak lelah memikirkan kebangkitan bangsa Indonesia dari jajahan kolonialisme yang terus menyerang terhadap anak bangsa. Kegelisahan kiai Zaini muda terus menghantui dalam perjalanan hidupnya. Diskusi dan perbincangannya berkait perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia menjadi topik obrolannya saban waktu. 

Meskipun dirinya lahir dari rahim pesantren yang juga di didik oleh pendidikan pesantren namun semangat nasionalismenya terpatri sangat kuat. Kiai Zaini muda penuh dengan gagasan berkait kemerdekaan Indonesia, dan kebangkitannya melawan penjajah yang “menghegemoni” kekayaan dan kemerdekaan anak bangsa Indonesia. Perlawanan demi perlawanan ia lakukan hingga pada akhirnya Belanda mencium keberanian Kiai Zaini dan penjajah berasal dari negeri kincir angin ini ingin membumihanguskan Kiai Zaini dengan segala upaya, dan kebiadabannya.

Kepergiannya menuju pulau Jawa sebagai bukti bahwa Kiai Zaini di kejar-kejar oleh Belanda untuk di bungkam agar tidak melawan dan supaya dapat memuluskan cita-cita biadab belanda untuk menguasai bumi nusantara ini. Tipikal Kiai Zaini bukan seorang pengecut dan penakut sehingga semangatnya kendor saat mendengar ancaman-demi-ancaman yang akan menimpanya. 

Kiai Zaini seorang ulama pemberani dan pejuang yang merelakan hidupnya untuk berjuang menegakkan kebenaran meski nyawa taruhannya. Ada ungkapan yang membakar semangat anak bangsa dan membuktikan bahwa dirinya seorang nasionalis yang hebat, yaitu; Orang yang tinggal di Indonesia dan tidak berjuang ia telah melakukan perbuatan maksiat. 

Pernyataan ini sebagai bukti bahwa Kiai Zaini bukan tipe seorang berpangku tangan melihat ketidak adilan yang menimpa. Semangat totalitas dalam memperjuangkan tanah kelahiran dari “kebiadaban” penjajah telah menjadi saksi sejarah dalam perjalanan hidupnya.

Sahdan, semangat berjuang yang di miliki Kiai Zaini bukan tanpa dasar. Dengan kealimannya mesti sebuah tindakan berdasar pada ilmu. Bahwa dalam agama Islam mencintai negara itu bagian dari iman. Keimanan ini yang mendorong Kiai Zaini untuk terus bergerak, berjuang demi kesejahteran dan keadilan bagi seluruh rakyat. Bertauhid yang benar tidak cukup hanya meyakini dalam hati dan mengikrarkan melalui lisan. Tapi harus terimplementasikan melalui perbuatan. 

Keimanan yang hanya cukup berada dalam kepercayaan tanpa amal ibarat pohon yang tak berbuah. Dorongan tauhid pada pergerakan dan perlawanan Kiai Zaini tergambar melalui perjuangannya baik melalui politik, pendidikan, sosial dan aktifitas kemasyarakatan. 

Meskipun kiai Zaini telah menghadap Tuhan yang maha rahman dan rahim. Jejak juangnya terus berdenyut di bumi Indonesia bersama dengan melajunya Pondok Pesantren Nurul Jadid yang didirikannya. Pondok yang terus berkarya dan berbakti pada agama, bangsa dan negara. Di sini lahir para pejuang Islam yang melanjutkan cita-cita luhur kiai Zaini. 

Pondok Pesantren Nurul Jadid yang menjadi candradimuka, yang terus beradaptasi dengan perkembangan zaman dengan tanpa mengorbankan karakternya sebagai lembaga pendidikan, dakwah, kader dan sosial. 

Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren ini mampu menyumbang SDM bekualitas guna ikut berpartisipasi untuk mewujudkan pesantren dan Indonesia yang lebih unggul dan berkualitas. Ia membentuk pondasi yang kuat melalui trilogi dan panca kesadaran sebagai prinsip dasar dalam menciptakan, mendidik dan mengkader agar lahir manusia yang utuh dan paripurna.

***

*) Oleh: Ponirin Mika, Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton dan Anggota Community of Ceritical Social Research Probolinggo.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES