Guru di Era Kapitalisme Pendidikan: Antara Tugas Mulia dan Hak yang Terabaikan

TIMESINDONESIA, PACITAN – Dunia pendidikan saat ini menggambarkan sebuah medan di mana guru, pemegang tugas mulia sebagai pendidik, berhadapan dengan tantangan yang tidak dapat diabaikan. Meski menjadi pilar utama pembentukan generasi masa depan, hak-hak guru seringkali tersisihkan dalam dinamika lembaga pendidikan yang semakin cenderung menuju kapitalisme.
Guru bukan sekadar penyampai ilmu, tetapi juga arsitek moral bagi siswa. Namun, dalam era kapitalisme pendidikan, lembaga-lembaga tersebut terkadang terlalu fokus pada aspek bisnisnya, mengabaikan hak-hak esensial guru. Gaji yang tidak sebanding dengan tanggung jawab, kurangnya dukungan profesional, dan lingkungan kerja yang stres menjadi sebagian dari ironi dalam dunia pendidikan.
Advertisement
Selain itu, standar evaluasi kinerja yang seringkali dipandang sepihak dapat merugikan guru. Fokus pada hasil ujian dan statistik kelas dapat mengaburkan peran guru sebagai pendamping dan pembimbing. Inilah salah satu dampak dari orientasi kapitalis yang menekankan pencapaian kuantitatif, tanpa mempertimbangkan kualitas hubungan guru-siswa.
Perlu diakui bahwa lembaga pendidikan membutuhkan sumber daya finansial untuk berkembang. Namun, seharusnya hal ini tidak boleh melupakan hak-hak guru. Upaya untuk mengatasi kesenjangan antara tugas mulia dan hak yang terabaikan perlu menjadi perhatian serius, melibatkan perubahan budaya di tingkat institusi.
Diperlukan langkah-langkah konkret, seperti peningkatan gaji yang sepadan dengan tanggung jawab, pelatihan profesional yang berkelanjutan, serta penciptaan lingkungan kerja yang mendukung kreativitas dan inovasi. Lembaga pendidikan harus kembali mengutamakan nilai-nilai humanis dan etika, bukan sekadar angka-angka yang dapat diukur secara matematis.
Sebagai masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk mendukung perubahan ini. Memahami bahwa guru adalah investasi jangka panjang untuk kemajuan bangsa dan bahwa hak-hak mereka harus dijamin dengan tegas adalah langkah awal untuk merevolusi sistem pendidikan yang terkungkung oleh kapitalisme.
Kesadaran akan pentingnya hak-hak guru menjadi kunci dalam membentuk lembaga pendidikan yang profesional. Lembaga-lembaga yang mengoperasikan sistem profesionalitas dengan serius akan menyadari bahwa tanggung jawab yang diberikan kepada guru tidak dapat dipisahkan dari hak-hak yang harus dijamin.
Pemberdayaan guru bukan hanya tentang memberikan beban tugas, melainkan juga memberikan jaminan ekonomi yang layak. Gaji yang mencerminkan nilai pekerjaan dan kualitas pengajaran harus menjadi prioritas. Dalam situasi di mana guru sering dihadapkan pada tugas berat, pengakuan akan dedikasi mereka harus tercermin dalam bentuk penghargaan finansial yang adil.
Penting juga untuk menyoroti aspek peningkatan kualitas SDM. Guru yang berkualitas adalah aset berharga dalam mencetak generasi yang kompeten. Oleh karena itu, lembaga pendidikan perlu memberikan dukungan dan peluang untuk pengembangan profesional terus-menerus. Program pelatihan, seminar, dan konferensi harus menjadi bagian integral dari upaya meningkatkan kompetensi guru.
Selain itu, evaluasi kinerja harus lebih holistik, mencakup aspek-aspek pengembangan pribadi dan profesional. Bukannya hanya fokus pada hasil tes, lembaga pendidikan harus menilai kemampuan guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang inspiratif, mendukung perkembangan karakter, dan mengembangkan kreativitas siswa.
Kesadaran ini juga membutuhkan kolaborasi antara pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Pendidikan yang berkeadilan hanya dapat terwujud jika semua pihak bersatu untuk menghargai peran guru dan memastikan bahwa hak-hak mereka terjamin.
Dengan demikian, kita dapat membayangkan sebuah sistem pendidikan yang tidak hanya mencetak siswa cerdas secara akademis, tetapi juga menciptakan manusia yang memiliki nilai-nilai moral, keterampilan interpersonal, dan kesiapan menghadapi tantangan global. Inilah visi pendidikan yang dapat kita capai melalui kesadaran akan hak-hak guru dan komitmen nyata terhadap profesionalisme dalam pendidikan.
Dengan menciptakan sistem pendidikan yang adil, Indonesia dapat mengarah pada pencapaian visi mencetak generasi emas pada tahun 2045. Hal ini bukan hanya tanggung jawab guru, tetapi juga tanggung jawab bersama sebagai masyarakat yang peduli terhadap masa depan anak-anak dan negara. Dengan sistem pendidikan yang adil, kita dapat memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk bersinar dan menjadi bagian dari generasi emas yang membawa perubahan positif bagi bangsa dan dunia.
Tulisan ini akan dianggap tabu bagi pembaca yang menutup diri akan nasib para guru di Indonesia. Doktrin bahwa guru adalah profesi tanpa tanda jasa seharusnya diubah, karena mengabaikan peran strategis yang dimainkan oleh pendidik dalam pembentukan karakter dan pengetahuan generasi muda. Kita semua perlu menyadari bahwa tanpa guru, perkembangan dan kemajuan suatu bangsa akan terhambat. Oleh karena itu, mendukung guru dengan penghargaan dan insentif yang layak merupakan investasi jangka panjang untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
***
*) Oleh : Zanuar Mubin, Dosen Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rochmat Shobirin |