Kopi TIMES

‘Prodrome’ Krisis Indonesia

Sabtu, 13 Januari 2024 - 09:57 | 117.81k
Halim Mahfudz, Pesantren Saladiyah Seblak Jombang.
Halim Mahfudz, Pesantren Saladiyah Seblak Jombang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTAPilpres 2024 adalah pemilihan umum kelima di Indonesia untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024–2029. Pencoblosan akan dilaksanakan pada Rabu 14 Februari 2024. Untuk memenangkan Pilpres, partai politik harus menggalang suara lebih banyak dari parpol yang lain. Upaya ini menuntut kerja serius parpol untuk galang suara. Butuh usaha seperti komunikasi publik, propaganda, agitasi, visualisasi, lobby dan dana besar untuk menyebar pesan-pesan politik.  Di sinilah komunikasi politik berperan.  Maka segala propaganda, debat, strategi komunikasi termasuk hoax, fitnah, dan manipulasi data dan kebohongan mengepung dan menerkam publik dengan pesan-pesan yang tidak bisa dikontrol untuk memengaruhi publik.

Pilpres sebenarnya agenda rutin bangsa setiap 5 tahun.  Dalam perkembangan sekarang, agenda rutin ini punya implikasi luas, dalam dan jangka panjang bagi bangsa termasuk bagi NU, organisasi Islam terbesar.  Secara manusiawi Pilpres ini sedang menyingkap munculnya lahdloh atau bibit-bibit yang agresif menguasai nafsu.  Nafsu akbat lahdloh ini lah yang mengakibatkan kerusakan, menabrak tatanan, memecah persatuan, menyalurkan tamak dan rakus, rasa congkak dan sombong, merasa paling benar. Akhlak yang telah dirusak lahdloh ini teronggok di pojok atau telah dibuang jauh sama sekali, tidak menjadi landasan berpikir atau bertindak.

Advertisement

Lahdloh adalah bibit merusak seperti titik kecil dalam otak manusia sangat, sangat kecil yang merasuk dalam otak manusia. Lahdloh ini menimbulkan rasa tamak, hasut dan dengki, sombong, membuang semangat persatuan, tega membuka lembaran fitnah, manipulasi data, membangkitkan hasut dan iri hati untuk menuruti nafsu.  Lahdloh menenggelamkan common sense, akal sehat, fikran khasanan.

Bandwagoning

Kata bandwagon berasal dari kata wagon, kereta bagus yang ditarik kuda.  Dalam pemilu Amerika Serikat tahun 1848 seorang badut sirkus bernama Dan Rice yang sempat dijuluki sebagai “The Clown Who Ran for President,” atau badut yang pingin jadi presiden. Rice dengan kreatif menawarkan kepada capres waktu itu Zachary Taylor untuk tapil kampanye menggunakan kereta kudanya.  Untuk memeriahkan kereta kudanya, Rice khusus menampilkan atraksi sirkus dan tari untuk daya tarik kampanye. Rice mengundang pemusik dan penari sehingga wagonnyajadi ramai.  Maka berisiklah wagon itu dengan musik, tari dan segala atraksi untuk menarik perhatian khalayak.  Sang capres Taylor pun terpilih jadi presiden AS ke 12.  Kemana Rice. Rice si badut sirkus pun diangkat menjadi kolonel kehormatan sebagai balas jasa.

Itulah awal mula istilah bandwagoning menjadi populer di bidang politik hingga sekarang.  Di pemilu AS selanjutnya, peran bandwagon makin populer dan lama-lama banyak politisi yang ikut duduk di atas kereta.  Para politisi ini dengan bangga duduk di wagon, atau banyak yang rela berjalan beriringan dengan wagon hanya untuk menunjukkan ’keterlibatan diri’ seakan yang bersangkutan adalah bagian dari rombongan kereta sirkus yang besar dan menarik perhatian khalayak itu.

Prodrome

Partai politik harus mengumpulkan suara terbanyak untuk kuat dan menang.  Karena tujuan Pilpres pula, maka parpol mengusung banyak ide dan berbagai manuver untuk menarik pengikut.  Dan kembali ke bandwagoing, parpol juga membuka diri untuk partai lain yang ingin menjadi bagian dari bandwagoning.  Banyak nego dan kesepakatan yang terjadi hingga potensi perlindungan politik untuk tindak kesalahan bahkan tindak kriminal untuk perlindungan politik dari jangkauan hukum.

Di sinilah, bangsa ini melupakan persatuan, gotong royong, saling mengingatkan.  Orang lebih menuruti tamak dan rasa egoisnya daripada gotong royong dan saling mendukung sebagai sebuah kewajiban manusia diciptakan Allah untuk berbuat kebaikan. Saat ini banyak orang menuruti nafsu menang dengan cara apapun! Orang melupakan kewajiban atau kifayah, kewajiban berbuat baik sebagai makhluk ciptaan Allah.  NU sebagai organisasi Islam, terancam melupakan kifayah.

Beberapa orang NU melupakan semangat persatuan yang sangat kuat ditekankan oleh Hadratus Syaikh Mbah Hasyim Asya’ari dalam Qonun Asasi NU.  Tokoh NU lupa mereka punya langkah tabayyun, mereka lupa menutupi aib orang lain, dan mereka tega membuka aib dan perpecahan karena nafsu dan menganggap diri paling benar!

Insyallah NU tetap dengan semangat Qonun Asasi.  Tapi ada warga yang mengaku NU tapi tega mengabaikan Alquran; “Dan janganlah kamu saling bertengkar, nanti kamu jadi gentar dan hilang kekuatanmu dan tabahlah kamu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang tabah.” (Al Anfal 45)

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu ber- saudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu dirahmati.” (Al Hujurat 10)

Mereka kehilangan pegangan kepada hadits; “Janganlah kamu saling mendengki, saling menjerumuskan, saling membenci, dan janganlah sebagian kamu menjual atas kerugian jualan sebagian yang lain dan jadilah kamu, hamba-hamba Allah, bersaudara.” (Hadits riwayat Muslim)

Semoga keadaan ini segera berakhir. Bangsa ini harus dihindarkan dari kerusakan karena nafsu dan dan kembali menggunakan akal sehat, common sense.  NU dan Indonesia masuk tahap prodrome atau tanda terjadinya krisis yang lebih serius di NU dan Indonesia.  Kita ikhtiar dan mohon doa kepada Allah agar bangsa ini terhindar dari kerusakan karena tamak, egois, nafsu dan kembali kepada akal sehat. (*)

 

*) Oleh: Halim Mahfudz, Pesantren Saladiyah Seblak Jombang

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES