Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Ketahanan Pangan: Permasalahan, Perubahan, Paradigma dan Solusi

Kamis, 25 Januari 2024 - 13:29 | 52.12k
Dr. Sama’ Iradat Tito, S.Si., M.Si, Dosen Biologi Fakultas MIPA Universitas Islam Malang (UNISMA).
Dr. Sama’ Iradat Tito, S.Si., M.Si, Dosen Biologi Fakultas MIPA Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Setiap negara memiliki permasalahan yang menjadi fokus untuk segera diatasi, terlebih apabila menyangkut kesejahteraan masyarakat. Sandang, pangan dan papan adalah kebutuhan setiap manusia yang mana jika salah satu tidak dapat dipenuhi maka akan mempengaruhi kelangsungan hidup. Berfokus pada pangan, Indonesia sebagai negara agraris dan berumur lebih dari setengah abad belum memiliki konsep dasar diversifikasi pangan. Ironisnya, diversifikasi pangan hanya tinggal slogan. Konsumsi beras menjadi buktinya.

Keberadaan beras kini telah menggeser budaya pangan tradisional yang sudah berlangsung beratus-ratus tahun. Meningkatnya konsumsi beras menyebabkan peningkatan pengimpor beras yang tidak dapat dihindari. Bahkan kebijakan pemerintah yang terlalu fokus pada beras merupakan grand design yang keliru di masa orde baru.

Advertisement

Paradigma baru: "mengurangi konsumsi beras, mengakhiri kebijakan menggenjot produksi beras, mendorong kebijakan diversifikasi pangan" diperlukan untuk mengantisipasi manakala persediaan beras berkurang dan masyarakat merasa kekurangan pangan.

Pemerintah juga harus mendorong lembaga riset untuk menciptakan inovasi pangan non-beras dan menciptakan iklim investasi untuk mengembangkan teknologi budaya dan pengolahan pangan non-beras menjadi menarik, mudah didapat, mudah diangkut, bergengsi, mudah disajikan, dan punya daya simpan lama. Terlebih lagi Indonesia memiliki potensi pangan lokal seperti talas dan umbi- umbian serta sagu dan berbagai jenis buah-buahan lokal, hewan lokal seperti rusa dan sumber daya ikan baik darat maupun laut.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Minimnya pemanfaatan potensi SDAH juga terjadi di sektor marina. Potensi yang baru diketahui adalah bahwa kita mempunyai potensi lestari ikan (ikan yang sudah dikenal di pasaran dunia) yang masih cukup besar, sekitar 6,2 juta ton per tahun.

Produksi ikan budidaya (laut, tambak, kolam, keramba dan sawah) mengalami peningkatan dari 640,000 ton pada tahun 1998 menjadi 996,000 ton pada tahun 1999, sekalipun kondisi lingkungan laut kita rusak berat. Bila saja daerah hulu sungai kembali ditata. Bila saja erosi dapat ditanggulangi dengan menghijaukan daerah hulu melalui penanaman buah-buahan tropis dan rerumputan.

Bila saja masyarakat sadar dan mengembalikan fungsi sungai sesuai dengan kodratnya dengan tidak membuang limbah industri dan limbah rumah tangga ke sungai. Maka air sungai menjadi jernih dan mampu mendukung kehidupan flora dan fauna sungai yang memberikan mata pencaharian bagi masyarakat di sepanjang bantarannya. Lingkungan laut juga menjadi bersih dan memberikan dukungan bagi flora dan fauna laut berkembang biak dan hidup layak dan memberikan penghasilan yang cukup bagi nelayan.

Pada akhirnya, kebutuhan pangan terjamin. Industri peternakan dan industri buah-buahan di hulu lancar. Industri perikanan dan industri pariwisata juga mengalami pertumbuhan. Maka diharapkan petani, nelayan dan masyarakat umum dapat menjalani hidupnya dengan lebih tenang dan berkecukupan.

Peranan jasad renik dalam sektor agribisnis juga sangat strategis. Di hulu, berbagai jenis jasad renik seperti virus dan Agrobacterium telah banyak dipakai untuk kegiatan rekayasa genetika dalam upaya untuk merakit berbagai jenis benih unggul.

Berbagai jenis jasad renik juga merupakan sumber gen potensial yang dapat diambil dan diinkorporasikan ke dalam berbagai jenis komoditas pertanian untuk meningkatkan kualitasnya. Jasad renik juga sangat strategis untuk memacu kegiatan di tingkat on-farm baik sebagai bio- fertilizer, biopestisida, dan bio-fumigant dan lain-lain.

Peran jasad renik pada masa penyimpanan dan terutama dalam upaya untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian sangat menonjol. Jasad renik ini pula dapat dipergunakan untuk membangun berbagai jenis industri lain yang mampu mengolah bahan baku dari sektor pertanian (agribisnis) menjadi berbagai produk lain untuk keperluan berbagai jenis industri sandang, papan dan industri lainnya.

Kepentingan ini juga berdasarkan bahwa sistem produksi pertanian di Indonesia merasakan kelelahan dalam revolusi hijau. Dalam 50 tahun terakhir, konsumsi pupuk meningkat secara eksponensial sejak tahun 1970an 0.1 juta ton menjadi 5.97 juta ton pada tahun 2017 dan 6.27 juta ton pada tahun 2021 untuk pupuk urea, 7.88% kenaikan konsumsi NPK dari 2.60 juta ton menjadi 2.80 juta ton. Sedangkan kondisi saat ini batuan fosfat yang merupakan 97% sumber bahan pupuk P menurun drastis dan diprediksi kemungkinan akan habis pada tahun 2035.   

Apabila seluruh kegiatan ini dijadikan program nasional, sesungguhnya Indonesia dapat menggunakannya sebagai bahan negosiasi dengan negara donor dalam kerangka DEBT PROVERTY SWIFT sehingga anggaran yang dipergunakan dapat dipergunakan sebagai alasan untuk mengurangi hutang luar negeri bangsa Indonesia. (*)

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kemajuan dalam bidang bioteknologi dunia telah membuka cakrawala baru tentang kegunaan SDAH yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan. Penemuan ilmu rekayasa genetika telah mendorong perkembangan ilmu biologi secara luar biasa. Pada saat ini gen dapat dipindahkan  dari suatu tanaman ke tanaman yang lain yang tidak sejenis. Gen dapat pula dipindahkan dari kuman ke tanaman atau ke hewan atau sebaliknya. Kejadian tersebut telah membuka peluang berkembangnya bidang pertanian moderen, kesehatan (industri farmasi) dan lingkungan. Gen dari bakteri penghasil racun serangga dipindahkan ke dalam tanaman jagung, pada akhirnya tanaman jagung mampu menghasilkan racun serangga sendiri dan dapat terhindar dari serangan serangga tanpa harus dilakukan penyemprotan insektisida. Akibatnya produksi tanaman jagung meningkat dan biaya produksi dapat diminimalisir. Studi SDAH di tingkat molekul juga telah mampu menguak tabir atau rahasia, bahwa setiap makhluk hidup menyimpan potensi yang luar biasa. Setiap helai daun dapat dipandang sebagai pustaka kimia yang tiada tara. Berbagai kemajuan dalam bidang biologi molekuler terus berjaya. Dan tiba-tiba saja SDAH menjadi sangat berharga, khususnya sebagai sumber gen dan sebagai sumber bahan kimia. Oleh karena itu, ekstrak yang diperoleh dari SDAH sekalipun dalam jumlah yang amat sedikit (mikro-liter) bernilai puluhan atau ratusan dolar, dan bahkan puluhan ribu dolar. Ekstrak ini diperjual-belikan sebagai bahan baku industri gen dan industri obat modern. SDAH dapat menjadi EMAS HIJAU dan menjadi sumber bisnis baru yang menggiurkan apabila dimanfaatkan dengan maksimal.

Diakui, bahwa pada tingkat sekarang ini sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum sadar akan potensi SDAH yang dimilikinya. Ini terbukti dengan masih terjadinya proses ekstraksi terhadap SDAH yang berlebihan. Proses penebangan hutan masih terus berlangsung. Hal tersebut harus segera dibenahi sehingga SDAH dapat segera diselamatkan untuk dimanfaatkan secara lebih bertanggung jawab melalui knowledge base economy. 

Masyarakat Indonesia pada umumnya masih dalam tahap "unconscious incompetence" dan adalah tugas kita semua untuk menjadikan masyarakat yang "consiuos competence" yang kemudian menjadi masyarakat yang "unsconcious super competence". Untuk itu Indonesia harus segera menyiapkan perangkat peraturan dan perundangan yang mampu mempertahankan SDAH dari proses eksploitasi dan ekstraksi yang tidak bertanggung jawab. Pengakuan Konvensi Keanekaragaman Hayati dapat dijadikan titik awal baru untuk menampilkan SDAH sebagai modal dasar pembangunan Indonesia. Peran Yudikatif dan aparat penegak hukum menjadi semakin penting. Penanganan pengelolaan SDAH harus dilakukan secara sistemik dan tidak dapat dilakukan secara partial. Pengeloaan dan terutama pemanfaatan SDAH memerlukan SDM yang handal dan sarana prasarana pendukung yang memadai. Jalan masih Panjang.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kesalahan dalam pemanfaatan SDAH (hutan) dan ekosistem di masa lalu telah mengakibatkan merosotnya kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan yang rusak ini menyebabkan turunnya daya dukung terhadap penghuninya sehingga pembangunan tidak dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Banyak hutan yang rusak, banyak SDAH yang langka bahkan punah. Daftar SDAH yang terancam kepunahan juga terus membengkak. Oleh karena itu, pembangunan ke depan harus menganut prinsip berkelanjutan atau sustainable. Prinsip tersebut menjadi kata kunci dalam membangun kembali negeri ini. Pengelolaan sumber daya alam untuk pembangunan berkelanjutan bertumpu pada dua langkah yang saling berkaitan dan saling menunjang yaitu peningkatan mutu kehidupan manusia dan kiat mempertahankan kemampuan bumi untuk tetap mempunyai vitalitas dan keanekaragamannya. 

Terdapat 4 dasar pemanfaatan SDAH untuk memperoleh hasil yang maksimal dari SDAH itu sendiri yakni memperoleh hasil maksimum, menghindari proses produksi yang merusak lingkungan, menjaga ekosistem tetap mampu menjalankan fungsinya, dan menjaga integritas lingkungan/mampu melaksanakan proses regenerasi secara wajar. Keempat dasar pemanfaatan tersebut dapat diwujudkan hanya dengan teknologi yang sesuai dan tepat. Dengan bahan yang sesedikit mungkin akan diperoleh hasil yang sebesar mungkin. Penciptaan dan penerapan teknologi semacam ini merupakan dasar penting dalam pemanfaatan SDAH secara berkelanjutan tanpa menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Teknologi andalan ini akan dapat menjaga fungsi ekosistem tetap berjalan, dan dengan demikian integritas lingkungan akan tetap dapat dipertahankan. Teknologi semacam ini harus dilandasi dengan ilmu pengetahuan yang cukup mengenai asas pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Ilmu pengetahuan yang menjadi landasan teknologi harus cocok dan sesuai dengan potensi/daya dukung sumber daya alam dan harus dapat menjaga kondisi dan kemampuan sumber daya alam sehingga pengelolaannya dapat dilakukan secara berkelanjutan. Kriteria yang menjadi patokan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan harus ada. Kriteria ini harus dipakai sebagai dasar dalam menetapkan kebijakan yakni, kebijakan yang mendukung pemanfaatan sumber daya alam dan secara nasional telah tersedia perangkatnya, yaitu strategi nasional serta peraturan dan perundangan, dan pada taraf global telah tersedia pula berbagai konvensi, perjanjian dan persetujuan, baik yang mengikat maupun yang tidak terlalu mengikat, yang dapat diacu untuk kepentingan nasional. Dengan instrumen legal ini, rambu-rambu pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan telah dipasang, dengan harapan bahwa pemanfaatannya berdasarkan kaidah berkelanjutan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Dr. Sama’ Iradat Tito, S.Si., M.Si, Dosen Biologi Fakultas MIPA Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES