
TIMESINDONESIA, BANTEN – Perguruan tinggi mengalami perubahan yang signifikan seiring dengan masuknya Generasi Z ke dunia pendidikan. Dalam era digital ini, dosen dihadapkan pada berbagai tantangan unik dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang relevan dan menarik bagi mahasiswa generasi terbaru. Kehadiran teknologi dan perubahan gaya belajar memunculkan konsep baru; Perguruan tinggi digital.
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1995 hingga 2010, merupakan generasi yang lahir di era digital. Mereka terlahir dan tumbuh dengan teknologi yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan mereka. Hal ini menjadikan generasi Z memiliki karakteristik yang berbeda dari generasi sebelumnya.
Advertisement
Katry Anggraini, seorang dosen yang menjabat sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang. Katry sebelumnya sempat memiliki usaha di taman jajan daerah tangerang selatan, kemudian lulus S2 Katry mengajar dan menjadi Kepala Jurusan di SMK Prima Unggul di jurusan Broadcasting.
“Mau menjadi pembelajar dan pendengar yang baik, berbicara dengan rasa empati, membuat suasana nyaman, fokus dan meyakini bahwa yang dibutuhkan orang banyak adalah berkomunikasi sebagai seorang sahabat dan teman.” Itulah prinsip yang menurut Katry perlu dipegang untuk menjaga dirinya tetap relevan dengan perkembangan terkini.
Pencapaian terbesar baginya adalah memberikan pelatihan dan pengajaran kepada Siswa-siswi yang pada dasarnya mereka merupakan calon-calon pemimpin yang perlu diajarkan nilai moral dan etika. Proses pembentukan dimulai dari masa remaja dan bahkan ketika berhadapan dengan siswa-siswi SMK, mereka banyak bercerita sehingga merasa bahwa seorang pengajar perlu menyesuaikan diri dengan sekitar dan menjaga nama baiknya.
Oleh karena itu, dosen yang merupakan pengajar adalah role model yang bisa membuat mahasiswa menjadi nyaman dan yakin akan proses pembelajaran yang dilakukan. Komunikasi dua arah harus dibangun, karena seorang dosen perlu mengajak mahasiswanya untuk berpikir kritis dan berani mengemukakan pendapatnya.
Bagi Katry, ada beberapa prinsip yang sebaiknya dipegang oleh para pengajar yaitu; bisa menjadi teman, menjadi guru, menjadi kakak saat dibutuhkan, adanya proses kolaborasi antara dosen dan mahasiswa, keharmonisan dan bisa menjadi inisiator bagi mahasiswa dan dosen lainnya.
Katry juga mengungkapkan, “Dalam memahami dan menghadapi tantangan menyambut Generasi Z ke dunia pendidikan kita perlu mengetahui karakteristik Generasi Z itu juga sehingga kita tahu dengan siapa kita menyampaikan pesan agar pesan itu bisa dipahami dengan baik. Menurut saya ada beberapa hal yang menjadi karakter bagi seorang Generasi Z. Pertama, melek teknologi. Kedua, mandiri dan berorientasi pada karir. Ketiga, pembelajar sosial, aktif dan kreatif.”
“Dengan memahami 3 karakter ini maka dalam berkomunikasi dan memberikan pengajaran, seorang dosen perlu beradaptasi dan menyesuaikan pola pengajarannya sesuai dengan karakter Gen Z sehingga apa pesan yang disampaikan terasa dan dapat diterima baik oleh Gen Z,” Lanjut Katry.
Salah satu tantangan terbesar dalam mendidik generasi Z adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai moral dan karakter yang baik di tengah arus informasi yang begitu deras. Generasi Z terpapar berbagai macam informasi, termasuk informasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral. Oleh karena itu, pendidik perlu berperan aktif dalam membentuk karakter Generasi Z.
Salah satu cara untuk menanamkan nilai-nilai moral dan karakter yang baik adalah dengan memberikan contoh yang baik. Pendidik perlu menjadi teladan bagi siswa-siswinya dalam hal perilaku dan moral. Selain itu, pendidik juga perlu memberikan pendidikan agama yang intensif kepada siswanya.
Tantangan lain dalam mendidik generasi Z adalah bagaimana menghadapi sifat kritis dan mandiri mereka. Generasi Z tidak mudah menerima informasi begitu saja, melainkan akan mencari tahu sendiri kebenarannya. Hal ini dapat menjadi tantangan bagi pendidik, karena mereka perlu memberikan materi pembelajaran yang menarik dan informatif.
Pendidik perlu memanfaatkan teknologi untuk memberikan pembelajaran yang lebih menarik dan efektif. Misalnya, dengan menggunakan aplikasi pembelajaran, video pembelajaran, dan media sosial. Teknologi dapat membantu siswa untuk mengakses materi pembelajaran dengan lebih mudah dan cepat.
Di balik tantangannya, generasi Z juga memiliki peluang yang besar untuk berkembang. Generasi Z memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. Mereka juga terbiasa menggunakan teknologi untuk belajar dan berkomunikasi. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh pendidik untuk memberikan pembelajaran yang lebih inovatif dan menarik.
Pendidik dapat memanfaatkan teknologi untuk memberikan pembelajaran yang lebih personal. Misalnya, dengan menggunakan pembelajaran berbasis AI (artificial intelligence). Teknologi AI dapat membantu pendidik untuk memberikan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan minat siswa.
Pemanfaatan teknologi menunjukkan efektivitas yang tinggi karena dengan kemajuan saat ini, kita dapat memperoleh informasi yang diinginkan melalui media sosial. Aspek yang kritis adalah kebijaksanaan dalam menggunakan media sosial. Peran Generasi Z sebagai perubahan dan pewaris masa depan memiliki dampak signifikan terhadap arah pembangunan Indonesia.
Oleh karena itu, penting untuk menjalani proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan teknologi terkini. Saatnya kita fokus pada pembelajaran, terus meningkatkan pengetahuan, dan mengembangkan keterampilan guna menghadapi masa depan. Lakukan Pembelajaran digital dan tidak lupa untuk terus mengupgrade diri agar pendidiknya mumpuni dan tidak gagap terhadap media yang digunakan, yakni teknologi.
Perlu dilakukan akses digital yang mudah dengan berbagai fitur yang ditawarkan, khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran seperti aplikasi belajar bahasa asing, perpustakaan digital, dan media belajar bersama lewat video seperti google meet, zoom, skype, Microsoft Teams sehingga bisa menjadi metode kekinian yang menunjang belajar anak didik.
Dengan semakin berkembangnya era digital, peran perguruan tinggi dalam menyambut Generasi Z ke dunia pendidikan menjadi krusial. Dosen dituntut untuk memahami tantangan yang muncul seiring perkembangan teknologi dan pola pikir generasi baru.
Perguruan tinggi digital bukan hanya tentang penyediaan infrastruktur teknologi, tetapi juga melibatkan adaptasi kurikulum, pengembangan metode pengajaran yang inovatif, dan pemahaman mendalam terhadap kebutuhan mahasiswa Generasi Z.
Dalam menyelaraskan tradisi pendidikan dengan revolusi digital, perguruan tinggi memiliki potensi besar untuk menciptakan lingkungan belajar yang dinamis dan relevan bagi generasi mendatang.
Dalam konteks membangun hubungan baik dengan Generasi Z, penting bagi dosen untuk memahami nilai-nilai dan preferensi mereka. Terlibat lah secara aktif di platform media sosial yang digunakan oleh Gen Z, dengarkan pendapat mereka, dan hargai keragaman.
Berkomunikasi lah secara otentik, hindari stereotip, dan tunjukkan kepedulian terhadap isu-isu sosial yang penting bagi mereka. Fleksibilitas, inovasi, dan kejujuran juga dapat memperkuat hubungan dengan Generasi Z.
Selain itu, penting juga bagi dosen untuk memberikan ruang bagi ekspresi kreativitas dan berbagi konten yang bersifat positif dan informatif. Generasi Z sangat menghargai keberlanjutan dan tanggung jawab sosial, jadi upayakan untuk terlibat dalam inisiatif-inisiatif yang mendukung masalah-masalah global dan lingkungan.
Perguruan tinggi juga dapat mengoptimalkan visi dan misinya dengan merangkul konsep pembelajaran sepanjang hayat. Generasi Z dikenal sebagai generasi yang cenderung terus belajar dan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan. Oleh karena itu, perguruan tinggi dapat menawarkan program pembelajaran yang fleksibel, peluang magang, serta kemitraan industri yang mendukung pengembangan keterampilan praktis.
Penggunaan media sosial dan platform online dapat menjadi alat efektif untuk membangun komunitas perguruan tinggi yang aktif dan terlibat. Perguruan tinggi dapat memanfaatkan influencer dan ambasador yang merupakan bagian dari Generasi Z untuk mempromosikan budaya kampus, kegiatan ekstrakurikuler, dan nilai-nilai institusi.
Dengan merancang strategi pemasaran yang memahami estetika dan preferensi visual Generasi Z, perguruan tinggi dapat meningkatkan daya tariknya. Keselarasan ini dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang memadukan inovasi teknologi, kepedulian sosial, dan kesiapan untuk masa depan, sehingga lebih sesuai dengan harapan dan nilai-nilai generasi muda ini.
Keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini akan membentuk masa depan pendidikan yang inklusif dan memastikan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan untuk membekali Generasi Z dengan keterampilan yang relevan dan membangun fondasi yang kuat bagi perkembangan mereka dalam masyarakat yang terus berubah.
***
*) Oleh : Amelia Tri Wahyuni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |