Bagaimana Negara Bisa Hancur dan Kehilangan Nama Baiknya?

TIMESINDONESIA, LOMBOK TIMUR – Ketika kita membayangkan kehancuran suatu negara, seringkali gambaran itu disertai dengan puing-puing bangunan, konflik bersenjata, atau bahkan bencana alam yang melanda. Namun, kehancuran sebuah negara tidak selalu terjadi secara fisik, tetapi juga bisa terjadi secara sistemik dan reputasi negatif. Bagaimana sebuah negara bisa hancur dan kehilangan nama baiknya? Pertanyaan ini melibatkan faktor-faktor kompleks yang dapat berdampak dari kebijakan pemerintah hingga dinamika sosial masyarakatnya.
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kehancuran sebuah negara adalah korupsi yang merajalela. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga menggerogoti kepercayaan publik terhadap institusi dan pemerintah. Ketika warga merasa bahwa pemimpin mereka tidak bertanggung jawab dan tidak adil, maka kepercayaan terhadap negara tersebut akan hancur, dan citra negatif akan melekat pada negara tersebut di mata dunia internasional.
Advertisement
Selain korupsi, kekacauan politik dan ketidakstabilan pemerintahan juga dapat menyebabkan kehancuran sebuah negara. Perselisihan politik yang berlarut-larut, seringkali dipicu oleh ambisi kekuasaan, dapat menghambat proses pembangunan dan merusak stabilitas sosial. Ketika pemerintahan tidak mampu menjaga kestabilan dan keamanan, maka negara tersebut akan kehilangan kepercayaan investor dan masyarakat internasional, yang pada gilirannya dapat memperburuk kondisi ekonomi dan reputasi negara.
Selain faktor internal, campur tangan eksternal juga dapat berkontribusi pada kehancuran sebuah negara. Intervensi militer atau politik dari negara-negara asing seringkali memperburuk konflik internal dan memperpanjang penderitaan rakyat. Misalnya, campur tangan asing dalam bentuk invasi atau intervensi militer seringkali meninggalkan negara target dalam kekacauan dan kehancuran, sementara citra negatif tentang negara tersebut tersebar luas di mata dunia.
Selanjutnya, ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang signifikan juga dapat menghancurkan sebuah negara. Ketika kesenjangan antara kaya dan miskin semakin besar, hal itu dapat menyebabkan ketegangan sosial yang berujung pada konflik dan ketidakstabilan. Negara-negara yang gagal mengatasi masalah ketidaksetaraan seringkali dianggap tidak adil dan tidak berkelanjutan oleh masyarakat internasional, yang kemudian mencoreng nama baiknya di kancah dunia.
Tidak ketinggalan, ketidakberdayaan terhadap bencana alam juga dapat menghancurkan sebuah negara. Negara yang tidak memiliki infrastruktur yang kuat atau rencana penanggulangan bencana yang efektif akan menjadi rentan terhadap dampak bencana alam yang menghancurkan. Tanggapan yang lamban atau tidak memadai dari pemerintah dapat memperburuk kondisi dan mengakibatkan lebih banyak kerugian, yang kemudian dapat merusak reputasi negara tersebut di mata dunia.
Umar bin Khattab berkata: suatu negeri akan hancur meskipun negeri itu makmur, jika penghianat menjadi petinggi dan harta dikuasi orang-orang fasik. Menurut Ibnu Khaldun, di antara tanda sebuah Negera akan hancur yaitu semakin besar dan beraneka ragamnya pajak yang dipungut dari rakyat. Jenderal Soedirman juga berkata: Negara akan hancur, pemimpin yang bodoh lahir dari tangan pemilih yang bodoh. Seorang pembohong akan dibela, para pendusta dikelilingi penjilat, disanjung para penghianat dan di doakan para munafik laknat. Nelson R. Madela (1918-2013), Presiden Afrika Selatan periode 1994-1999 berkata: Penjahat itu tidak pernah membangun negara. Mereka hanya memperkaya diri sambal merusak negara.
Dalam era globalisasi dan interkoneksi yang semakin berkembang, citra sebuah negara memiliki dampak yang signifikan terhadap hubungan diplomatik, investasi, dan kerja sama internasional. Oleh karena itu, untuk mencegah kehancuran dan kehilangan nama baiknya, sebuah negara harus mengutamakan kejujuran, transparansi, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Hanya dengan membangun fondasi yang kokoh atas prinsip-prinsip ini, sebuah negara dapat mempertahankan reputasinya dan mencegah kehancuran yang tak terelakkan. Semoga Presiden Republik Indonesia 2024 terpilih adalah pemimpin yang adil, jujur, empati, humanis dan bijaksana.
***
*) Oleh : Ulyan Nasri, Penulis Buku, Author Artikel Bereputasi, Editor Buku, Ketua LPM dan Dosen Tetap Institut Agama Islam Hamzanwadi NW Lombok Timur.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |