Kopi TIMES

Penyegar Keterwakilan Legislator 2024

Rabu, 21 Februari 2024 - 10:35 | 58.17k
Mujaddid Muhas, M.A., Penulis Buku
Mujaddid Muhas, M.A., Penulis Buku
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTAPEMILIHAN Umum (Pemilu) 2024 merupakan Pemilu yang ke-6 di Era Reformasi dan ke-13 kalinya semenjak awal kemerdekaan. Tuntasnya tahapan kampanye dan pemungutan suara yang berlangsung  membuktikan bahwa Pemilu dalam skala besar di Indonesia telah dapat dilaksanakan dengan damai dan lancar. Kendati pada beberapa hal menjadi catatan evaluatif, sehingga terus menerus mengalami perbaikan. Suatu sirkulasi elit dan pelembagaan politik periodik yang menggembirakan.

Tak pelak, adanya tren dialogis dalam kampanye sebagai sarana "menguliti" paradigma visi misi calon peserta Pemilu. Munculnya tren konten kreatif kampanye melalui media sosial dan kebebasan ekspresionik, untuk mengemukakan pendapat dan kritiknya. Suasana guyub dan riang gembira mengelola perpemiluan. Hal itulah sebagian gambaran bahwa Pemilu itu menggerakkan semua kalangan, untuk mengerti hak dan kewajiban sebagai warga negara. 

Advertisement

Dalam koridor yang proporsional, kian mengerti kita sebagai warga negara berpartisipasi serta berkontribusi bagi sehat segarnya demokrasi. Usainya pemungutan suara, kini para penyelenggara Pemilu telah sampai pada tahap tabulasi dan rekapitulasi suara berjenjang dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga pleno-pleno (pleno berlandaskan pada plano) penentuan dan pengisian komposisi parlemen. 

Ada beberapa kawan kolega bertanya, terkait kejelasan penghitungan kursi legislatif. Sebagai orang yang pernah mengenyam secuil ilmu terkait studi kepemiluan, ada baiknya saya berbagi dan menyegarkan pemahaman, sebagaimana yang kita pahami dan pertautkan pula dengan referensi dan aturan yang berlaku. Penghitungan keterpilihan legislator Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR/DPRD), tak semudah penghitungan keterpilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), disebabkan unsur instrumen DPR/DPRD melingkupi suara Partai Politik (Parpol) dan suara para Calon Legislatif (Caleg). Jika pada DPD, angka keterpilihan bersifat pemeringkatan akumulasi suara dari masing-masing calon, kemudian empat calon peringkat terbanyak dari seluruh calon yang ada pada tiap provinsi, dinyatakan terpilih.

Lain halnya dengan DPR dan DPRD. Selain adanya ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) di tingkat DPR, yang memungkinkan Parpol bisa tersisih lebih awal, sebelum penentuan alokasi kursi Parpol. Ketentuan ambang batas parlemen sesuai dengan pasal 414 ayat 1 Undang-undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 yang berbunyi "Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR." Apabila seluruh suara Parpol (surat suara warna kuning) digabungkan senasional di seluruh TPS, tidak memenuhi ambang batas parlemen sebesar empat persen, maka Parpol tersebut tidak dapat diikutsertakan ke dalam penghitungan alokasi kursi di tingkat parlemen pusat (Senayan). Kendati di tingkat parlemen daerah tetap disertakan. 

Ketentuan ini, lebih berat takarannya dari Pemilu 2014 yaitu sebesar tiga koma lima persen. Sedangkan Pemilu 2009 sebesar dua koma lima persen, dan sebesar tiga persen pada Pemilu 2004. Adapun pada Pemilu sebelumnya (Pemilu 1999), ketentuan ambang batas parlemen sebesar dua persen dengan ketentuan tambahan stembus accord. Ketika beberapa Parpol yang tidak memenuhi ambang batas parlemen, mengadakan semacam konsensus penggabungan suara parlemen, sehingga memungkinkan adanya representasi  Parpol gabungan di parlemen yang mengadakan kesepakatan stembus accord.

Berdasarkan Undang-undang Pemilu 7/2017, terdapat cara penghitungan penentuan kursi Parpol dan penetapan calon terpilih (pasal 415 dan pasal 420). Pemilu 2024 kali ini, lanjutan dari formulasi Pemilu 2019. Penghitungan keterpilihan legislator digunakan Indeks Sainte Lague. Dalam literasi Alokasi Kursi Kadar keterwakilan Penduduk dan Pemilih (2003) dijelaskan “Dengan Bilangan Pembagi (BP) berangka ganjil (1,3,5,7 dst.), kemudian disaring angka tertinggi.” (Pipit Rochijat Kartawidjaja: 52). Metode ini merupakan temuan ilmiah dari seorang Ilmuwan Matematika Prancis Andre Sainte Lague pada tahun 1910 yang menggagas teori aritmatika indeks alokasi kursi Pemilu sehingga digunakan banyak negara yang menganut sistem demokrasi. 

Caleg yang dicoblos terbanyak dari Caleg lainnya, belum tentu (otomatis) terpilih, sebab dihitung dahulu dari akumulai suara Parpol beserta Caleg-caleg lainnya pada Parpol masing-masing yang ada di Dapil tersebut. Singkatnya kursi Parpol ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian Caleg yang ada di Parpol terpilih. Inilah terkadang yang menyebabkan suara Caleg terbanyak, belum tentu (otomatis) terpilih. Sekali lagi, kursi Parpol ditentukan terlebih dahulu, kemudian Calegnya terpilih yang terbanyak. 

Menghitung dan memformulasi Parpol mana saja yang memperoleh kursi dan kepada Caleg siapa pada Parpol tersebut yang berhak memperoleh kursi parlemen. Runutannya sebagai berikut: Pertama, menghitung (akumulasi) secara keseluruhan total perolehan suara Parpol dan para Calegnya dalam satu Daerah Pemilihan (Dapil), sehingga diperoleh total peraihan masing-masing Parpol pada suatu Dapil. Penentuan paling awal adalah perolehan kursi Parpol dahulu, baru melihat komposisi Caleg terpilih yang terbanyak pada Parpol yang dimaksud.

Kedua, membaginya dengan formulasi Metode Sainte Lague pada Bilangan Pembagi Ganjil Satu (1) pada kursi kesatu dari perolehan total masing-masing Parpol dan para Calegnya. Kemudian dilihat jumlah yang paling banyak atau melampaui hasil Bilangan Pembagi Ganjil Satu (1). Parpol itulah yang memperoleh kursi kesatu. Bilangan Pembagi Ganjil (Sainte Lague) digunakan secara berurutan terkelompok pada Bilangan Pembagi Ganjil Satu (1), Tiga (3), Lima (5), Tujuh (7) dan seterusnya, bergantung kelipatan jumlah kursi yang diperoleh Parpol yang sama.

Ketiga, seluruh Parpol pada Dapil tersebut, dibagi kembali dengan Bilangan Pembagi Ganjil Satu (1) kecuali Parpol yang telah mendapat kursi kesatu dengan Bilangan Pembagi Ganjil Tiga (3). Mana yang paling banyak atau melampaui hasil Bilangan Pembagi Ganjil Satu (1) dan hasil Bilangan Pembagi Ganjil Tiga (3). Parpol itulah yang mendapat kursi kedua. Demikian pula pola pada kursi ketiga, keempat dan selanjutnya. Prinsip pokoknya, Parpol yang telah mendapatkan satu kursi, maka pada penghitungan kursi kedua diformulasi dengan Bilangan Pembagi Ganjil Tiga (3). Sedangkan untuk Parpol yang telah mendapatkan dua kursi, maka pada penghitungan kursi ketiga diformulasi dengan Bilangan Pembagi Ganjil Lima (5). Begitu seterusnya hingga kursi telah terbagi habis dari seluruh total suara Parpol pada Dapil tersebut.

Keempat, setelah kursi Parpol terbagi habis kepada Parpol terpilih, langkah selanjutnya baru menentukan Caleg terpilih pada Parpol tersebut. Mana Caleg yang memperoleh suara terbanyak di dalam Parpol tersebut, maka Caleg itulah yang terpilih. Jika Parpol tersebut menurut penghitungan (Sainte Lague), mendapat dua kursi, maka Caleg terbanyak pertama dan terbanyak kedua yang berhak memperoleh kursi dari Parpol dimaksud. Begitu seterusnya, sesuai jumlah alokasi kursi Parpol terpilih yang telah diformulasi perolehan jumlah kursinya.

Penentuan alokasi kursi Parpol dan Caleg terpilih dari sistem Sainte Lague memungkinkan semua Parpol yang memiliki suara sah mendapatkan kesempatan merata proporsional  untuk terhitung sesuai indeks dan jumlah akumulasi suara. Suara yang telah dikonversi menjadi kursi, tidak terhitung lagi pada alokasi kursi selanjutnya, sehingga dimungkinkan minimalnya suara sah yang terdistorsi. Bahwa pasti ada suara Parpol dan Caleg yang tidak terpilih, itu lebih disebabkan telah habis terbaginya alokasi kursi atau terakumulasinya suara Caleg dengan Caleg terpilih terbanyak pada Parpol di Dapil yang dimaksud.

Dalam pada itu, jika menengok lagi narasi ambang batas parlemen, pemberlakuan ketentuan di parlemen pusat, memang tampak seperti membentuk garis demarkasi: antara kosongnya keterwakilan pilihan rakyat di daerah terhadap Parpol tertentu dengan proporsi kesempatan yang setara (keterwakilan parlemen pusat). Ada semacam pseudorepresentatif yang membayangi legitimasi legislasi. Seolah momok yang menadir. Parpol yang telah mengikuti prosedural tak mudah, ikut sebagai peserta Pemilu dari tahapan panjang, didemarkasi oleh ketentuan ambang batas parlemen yang menyesakkan. Aturan yang "disimpangkan" sesuai kepentingan, bukannya kepentingan komunal yang disesuaikan dengan aturan. Kendati, di parlemen daerah baik-baik saja, tak ada pelumeran, tak ada pendistorsian penentuan kursi parlemen.

Oleh karenanya, demi menjaga keutuhan keterwakilan suara Parpol, bilamanakah pada Pemilu 2029, ambang batas parlemen ditiadakan saja. Dari sana kita membayangkan, semua Parpol mendapat kesempatan yang setara berada di parlemen pusat, dari para wakil-wakilnya yang dipercayakan melalui surat suara rakyat. Bukankah sehat segarnya demokrasi, dimulai terutama dari peran artikulasi Parpol dan representasi legislatornya. Pemilu 2024, rakyat telah memilih. Parpol mana saja dan kandidat legislator siapa saja yang mewarnai parlemen serta mewakili rakyat. Biarlah penyelenggara Pemilu menuntaskan tugas periodiknya secara netral, imparsial dan profesional. Kecentang-perenangan, dimohon tenang. 

***

*) Oleh : Mujaddid Muhas, M.A., Penulis Buku "Nalar Pemilu dan Demokrasi" (2011).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

 

______
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES