
TIMESINDONESIA, BOGOR – Pernikahan merupakan sebuah perjalanan hidup yang membutuhkan persiapan matang, termasuk persiapan kesehatan mental. Bukan hanya soal fisik dan finansial, tetapi kesiapan psikologis juga sangat penting. Sayangnya, fenomena pernikahan dini di Indonesia masih cukup tinggi. Banyak pasangan muda yang belum siap secara emosional menghadapi perubahan besar dalam hidup mereka.
Salah satu dampak dari pernikahan dini yang sering terabaikan adalah tingginya angka kasus Baby Blues di Indonesia. Baby Blues adalah kondisi psikologis yang dialami oleh ibu setelah melahirkan, ditandai dengan gejala seperti perasaan cemas, sedih, dan stres. Proses adaptasi terhadap peran ibu dan perubahan gaya hidup yang cepat setelah pernikahan mungkin memberikan tekanan ekstra pada kesejahteraan mental ibu.
Advertisement
Pernikahan Dini di Indonesia
Pernikahan dini di Indonesia memang merupakan isu yang kompleks dan berdampak besar pada perkembangan sosial dan ekonomi. Sementara beberapa orang tua melihat pernikahan sebagai solusi finansial dan jalan menuju kehidupan yang lebih baik, faktanya, dapat memperpanjang rantai kemiskinan dan mengorbankan hak dasar anak.
Pernikahan dini, yang masih menjadi tren di beberapa daerah di Indonesia, dapat memperumit pengalaman pasca melahirkan. Ibu yang masih berusia muda mungkin belum siap secara fisik dan mental untuk menghadapi peran sebagai orang tua.
Baby Blues, yang sering kali dianggap sebagai respons alamiah pasca melahirkan, sering kali diabaikan dalam percakapan masyarakat kita. Namun, saat kita melihat lebih dekat, ada keterkaitan yang signifikan antara Baby Blues dan faktor-faktor tertentu, seperti usia ibu yang terlalu muda dan kurangnya pendidikan yang memadai.
Angka Baby Blues di Indonesia Memprihatinkan
Kasus Baby Blues di Indonesia semakin mengkhawatirkan, dengan angka yang cukup tinggi, mencapai 57 persen menurut data dari Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K). Indonesia kini menduduki peringkat ketiga tertinggi di Asia dalam risiko baby blues. Fakta ini membuka pintu diskusi mengenai dampak psikologis pada ibu, terutama yang masih tergolong usia muda.
Kasus Baby Blues yang tinggi di Indonesia menjadi peringatan serius akan pentingnya mendukung kesehatan mental ibu. Faktor usia ibu, terutama yang terlalu muda, menjadi pemicu utama terjadinya kondisi ini. Meningkatnya risiko Baby Blues di Indonesia, yang menempatkannya sebagai negara ketiga tertinggi di Asia, membutuhkan respons segera untuk melibatkan masyarakat, pemerintah, dan penyedia layanan kesehatan.
Pentingnya memberikan perhatian pada kesiapan psikologis ibu, terutama yang masih muda, menjadi inti dari penanganan kasus Baby Blues. Diperlukan upaya bersama dalam meningkatkan kesadaran akan dampak psikologis pasca melahirkan serta peningkatan dukungan sosial dan layanan kesehatan mental. Masyarakat perlu dipersiapkan untuk mendukung ibu-ibu muda dalam menghadapi perubahan dan tekanan setelah melahirkan, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi kesehatan mental ibu di Indonesia.
Belum adanya pendidikan yang memadai kepada calon pasangan setelah pernikahan juga menjadi kendala. Banyak ibu muda yang kurang informasi mengenai perubahan emosional yang mungkin mereka alami setelah melahirkan. Pendidikan yang terfokus pada aspek kesehatan mental pasca melahirkan dapat membantu calon pasangan memahami dan mendukung satu sama lain dalam mengatasi tantangan ini.
Dukungan Kesehatan Mental: Tanggung Jawab Bersama
Memahami permasalahan Baby Blues bukanlah tanggung jawab satu pihak saja. Perlu adanya tanggung jawab bersama agar penanganan masalah ini menjadi lebih efektif. Semua pihak, dari keluarga, lembaga pemerintah, hingga masyarakat, memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung ibu pasca melahirkan.
Untuk mengatasi masalah ini, program dukungan kesehatan di tingkat komunitas dan pelayanan kesehatan menjadi kunci. Dengan memberikan akses yang lebih baik dan mendidik masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental, terutama bagi ibu yang baru melahirkan. Pendidikan pra-nikah juga harus menjadi tempat di mana pasangan calon mendapatkan pemahaman mendalam tentang peran dan tanggung jawab mereka, sehingga dapat mencegah kasus Baby Blues setelah melahirkan.
Pentingnya pemerintah dalam menciptakan kebijakan yang mendukung kesehatan mental ibu tidak bisa diabaikan. Langkah-langkah konkret, seperti peningkatan aksesibilitas layanan kesehatan mental dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanganan Baby Blues, perlu diimplementasikan. Pemerintah juga dapat menggalakkan kampanye literasi kesehatan mental untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kondisi ini.
Selain itu, pentingnya literasi digital dalam konteks ini tidak bisa diabaikan. Pemerintah dapat memberikan saran kepada calon pasangan melalui platform digital, menyediakan informasi yang akurat dan mudah diakses tentang kesehatan mental pasca melahirkan. Kampanye online dapat menjadi sarana efektif untuk menyebarkan informasi dan membangun kesadaran.
Secara khusus, pemerintah dapat melibatkan tenaga kesehatan dalam menyediakan sumber daya online, forum diskusi, dan webinar untuk membahas kesehatan mental pasca melahirkan. Dengan menerapkan literasi digital, calon pasangan dapat lebih mudah mengakses informasi yang relevan, sehingga dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk mengatasi tantangan psikologis pasca melahirkan.
***
*) Oleh : Wina Athifah Zahrah, Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media SV IPB.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
_____
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sholihin Nur |