Tradisi Ziarah Kubur Dalam Menyambut Ramadhan

TIMESINDONESIA, MALANG – Jelang bulan Ramadhan. Biasanya, sebagian masyarakat Indonesia melakukan ziarah kubur. Mereka menziarahi dan mendoakan makam orang tua dan keluarga. Tradisi ini begitu melekat dengan masyarakat Indonesia. Serta dikenal dengan sebutan yang berbeda pada setiap daerah. Seperti arwahan, nyekar, kosar, munggahan dan lain sebagainya.
Tradisi tersebut begitu kental dengan masyarakat Indonesia. Sehingga sebagian yang tidak melakukannya akan dirasa ada yang kurang dalam menyongsong bulan Ramadhan. Namun, kondisi tersebut begitu berbeda dengan yang ada di berbagai negara. Bagaimanakah hukumnya melakukan ziarah kubur sebelum bulan Ramadhan?
Advertisement
Tradisi religi di Indonesia sangatlah banyak dan beragam, ada yang dijelaskan dalam dalil Al-Qur'a dan Hadis, ada juga yang tidak dijelaskan atau dilakukan oleh Nabi baik secara eksplisit maupun implisit, namun tradisi tersebut sangatlah baik untuk di budayakan.
Di antara tradisi menjelang bulan Ramadhan (akhir Sya’ban) adalah ziarah kubur. Sebagian mengistilahkan tradisi ini sebagai arwahan, nyekar (sekitar Jawa Timur, Jawa Tengah), munggahan (sekitar tatar Sunda) dan lain sebagainya. Bagi sebagian orang, hal ini menjadi semacam kewajiban yang bila ditinggalkan serasa ada yang kurang dalam melangkahkan kaki menyongsong puasa Ramadhan.
Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya Fatawa Fiqhiyah al-Kubra (2/24) menyampaikan, bahwa melakukan ziarah kubur pada waktu-waktu tertentu seperti menjelang bulan Ramadhan hukumnya adalah sunnah.
وسئل رضي الله عنه عن زيارة قبور الأولياء فى زمن معين مع الرحلة اليها هل يجوز مع أنه يجتمع عند تلك القبور مفاسد كاختلاط النساء بالرجال وإسراج السرج الكثيرة وغير ذلك فأجاب بقوله زيارة قبور الأولياء قربة مستحبة وكذا الرحلة اليها.
"Beliau (Ibnu Hajar) ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula perjalanan ke makam mereka (orang tua, kerabat keluarga."
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGIwww.unisma.ac.id
Mengenai ikmah ziarah kubur, Syekh Nawawi al-Bantani telah menuliskannya dalam Nihayatuz Zain. Dalam keterangannya menziarahi makam kedua orang tua atau salah satunya setiap hari Jumat, maka Allah SWT mengampuni dosa-dosanya serta dia dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada orang tuanya.
Bahkan malah dapat mengingatkan akan kehidupan di akhirat nanti. Apalagi jika dilakukan di akhir bulan Sya’ban. Hal ini merupakan modal yang sangat bagus untuk mempersiapkan diri menyongsong bulan Ramadhan. Sebenarnya hukum dasar dibolehkannya ziarah kubur dengan illat (alasan) ‘tazdkiratul akhirah’ yaitu mengingatkan kita kepada akhirat. Oleh karena itu dibenarkan berziarah ke makam orang tua dan juga ke makam orang shalih dan para wali.
Selama ziarah itu dapat mengingatkan kita kepada akhirat. Begitu pula ziarah ke makam para wali dan orang shaleh merupakan sebuah kebaikan yang dianjurkan, sebagaimana pendapat Ibnu Hajar al-Haytami dalam kitab ‘al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra’.
Mengutip dari buku M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui, karya M. Quraish Shihab, ziarah kubur pada awal masa Islam pernah dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut dikarenakan saat itu orang yang berziarah kubur kerap melakukan hal-hal yang terlarang dalam Islam, seperti berteriak, memukul badan, dan menangis secara berlebihan.
Ada pula sebagian orang yang mengkultuskan kuburan dan meminta sesuatu kepadanya, bukan kepada Allah SWT. Namun, setelah para sahabat Nabi memahami bahwa hanya Allah tempat mereka bermohon dan tindakan bermohon ke kuburan dapat menjadikan musyrik, kemudian Nabi membolehkan ziarah ke kubur. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Aku tadinya melarang kalian ke kubur, kini aku telah diizinkan menziarahi kubur ibuku, maka ziarahilah kubur karena itu mengingatkan kamu kepada akhirat." (HR At-Tirmidzi melalui Buraidah).
Selain itu, diriwayatkan pula bahwasannya Rasulullah SAW sering keluar di akhir malam untuk berziarah ke kuburan umat Muslim di Baqi yang letaknya masih dekat dengan masjid Nabawi di Madinah. Atas dasar riwayat hadits tersebut, mayoritas ulama berpendapat bahwa menziarahi kubur merupakan anjuran atau sunah, tetapi tidak menjadi keharusan, baik di bulan Ramadan maupun sesudah atau sebelumnya. Umat muslim dapat melakukan ziarah kubur kapan saja, baik di waktu pagi, siang, ataupun malam.
Rasulullah SAW pun pernah melakukan ziarah kubur pada waktu malam hari. Sebagaimana sebuah riwayat dari beliau menceritakan:
Artinya: Dari Aisyah r.a. ia berkata, "Suatu malam Rasulullah keluar, maka aku mengutus Barirah di belakangnya untuk melihat kemana beliau pergi. Barirah berkata, 'Rasulullah berjalan ke Baqi al-Gharqad, meliau berhenti di bawah al-Baqi, kemudian mengangkat kedua tangannya, lalu pulang. Maka Barirah kembali kepadaku. Setelah tiba waktu pagi, aku bertanya kepada beliau, 'Ya Rasulullah keluar kemana anda semalam?' beliau menjawab, 'Aku telah diutus ke al-Baqi untuk mendoakan mereka." (HR Ahmad dan Nasa'i). ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |