Komunikasi Politik dan Political Will Jelang Pilkada 2024

TIMESINDONESIA, GORONTALO – Pada 14 Februari, rakyat Indonesia telah menggunakan haknya memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta anggota DPD RI. Sementara pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak akan digelar pada 27 November 2024 mendatang. Jadwal tersebut berdasarkan pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024.
Penetapan gelaran pilkada serentak 2024 tentu menjadi hal yang ditunggu-tunggu karena ini menyangkut strategi yang akan dipilih oleh masing-masing calon kepala daerah yang akan berlaga di pilkada nanti. Dan, tentu saja masing-masing paslon ingin keluar sebagai pemenang. Karena itu, para calon kepala daerah harus mampu mensinergikan semua kemampuan yang ada untuk memenangkan pemilihan.
Advertisement
Kepiawaian dalam membangun citra positif merupakan tuntutan bagi calon kepala daerah untuk dapat memberikan informasi tentang dirinya sebaik mungkin sehingga masyarakat memiliki keyakinan untuk memilih dirinya menjadi pemimpin. Membangun citra politik memang bukan perkara mudah. Membangun pencitraan membutuhkan konsistensi dari semua hal yang dilakukan calon pemimpin atau partai politik. Ketidakkonsistenan dalam membangun pencitraan justru akan menjadikan masyarakat bingung dalam menerima informasi menyangkut diri calon dan program-programnya.
Dalam konteks komunikasi politik, membangun pencitraan bertujuan untuk merebut hati pemilih, bahkan ingin merebut kekuasaan. Karena itu, masing-masing paslon dan partai-partai pendukung akan terus melakukan upaya ini dalam rangka mendongkrak perolehan suara pada setiap pemilu.
Gun Gun Heryanto dalam Problematika Komunikasi Politik (2018) menegaskan, komunikasi politik menjadi salah satu faktor penting dan fundamental dalam mengelola kehidupan politik. Jika komunikasi politik tidak berjalan, maka akan menjadi masalah yang berdampak pada sistem.
Meski demikian, komunikasi politik harus dilakukan secara benar. Artinya, tidak mengandung kebohongan dan tetap menjunjung tinggi etika komunikasi politik. Etika politik perlu dijunjung tinggi oleh partai politik ataupun para calon pemimpin sehingga kekuasaan yang diperoleh sesuai konstitusi dan memiliki legitimasi yang kuat.
Efek Komunikasi Politik
Dalam pandangan Anas Azhar (2017), citra politik itu terbentuk berdasarkan informasi yang diterima, baik langsung maupun melalui media politik. Citra politik merupakan salah satu efek dari komunikasi politik. Dalam paradigma atau perspektif mekanistis, yang pada umumnya dipahami sebagai kesan yang melekat dibenak individu atau kelompok.
Dalam konteks inilah, para calon kepala daerah yang akan bertarung pada 27 November mendatang perlu menyusun strategi komunikasi politik yang tepat guna menjaring dukungan dari berbagai pihak. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah membangun komunikasi verbal. Komunikasi ini harus dilakukan dengan tegas, detail dan menggunakan bahasa sederhana sehingga mudah diterima publik saat melalukan kampanye. Selain itu, para calon kepala daerah juga perlu bersikap ramah dan responsif terhadap semua aspirasi yang disampaikan masyarakat ketika kampanye berlangsung.
Hal lain yang mesti dilakukan adalah membangun political branding. Di era kemajuan teknologi digital, membangun branding politik dapat dilakukan dengan berbagai media, mulai televisi, media online, media sosial hingga kanal youtube. Tentu, pesan yang akan disampaikan melalui platform digital perlu disusun sebaik mungkin sehingga pesan tersebut dapat dicerna oleh semua kalangan, terutama kalangan generasi muda yang saat ini mendominasi penggunaan media sosial.
Dalam melakukan komunikasi politik, baik melalui tatap muka maupun daring, para calon kepala daerah perlu menjelaskan secara detail kepada masyarakat terkait program-programnya. Misalnya, peningkatan kualitas layanan pendidikan, kesehatan, percepatan pembangunan infrastruktur dan penciptaan lapangan kerja baru. Semua ini akan ditagih saat resmi menjadi kepala daerah nanti. Karena itu, untuk merealisasikan program-program tersebut dibutuhkan political will dari kepala daerah terpilih.
Political will merupakan komitmen dari para pemangku kebijakan atau pejabat negara terutama terkait kebijakan yang menyangkut kepentingan rakyat. Political will seorang kepala daerah sangat dibutuhkan dalam proses pelaksanaan kebijakan yang telah menjadi janji-janji politiknya.
Harapannya, siapapun kepala daerah yang akan terpilih nantinya memiliki political will dalam mensejahterakan rakyat didaerahnya dan memberikan pelayanan publik yang baik dan berkualitas kepada Masyarakat sehingga akan terbangun yang Namanya pemenuhan hak dan kewajiban antara pemerintah dan Masyarakat. suka atau tidak suka political will sangat dibutuhkan dalam pembangunan daerah yang nantinya akan berdampak pada kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan kepada daerah itu sendiri.
***
*) Oleh : Azhary Fardiansyah, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Fajar Makassar dan Kepala Pemeriksaan Ombudsman RI Provinsi Gorontalo
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |