
TIMESINDONESIA, MALANG – Bulan Ramadhan, yang disebut sebagai “Syahrul Juud” (Bulan Kedermawanan), selalu mengingatkan umat Islam akan pentingnya kedermawanan dan kemurahan hati. Bulan Ramadhan dinamakan juga dengan Syahrul Qur’an (Bulan Al Qur’an).
Karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut dan pada setiap malamnya Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam untuk mengajari Al-Qur’an kepada beliau. Bulan Ramadhan dengan segala keberkahannya merupakan rahmat dari Allah. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dan lebih berharga dari segala perhiasan dunia. Teladan ini tidak hanya diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi juga dihidupkan kembali oleh para ulama, termasuk Imam Syafi’i rahimahullah.
Advertisement
Imam Syafi’i, lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 H (767 M), merupakan tokoh besar Islam dan pendiri mazhab Syafi’i juga keturunan Quraisy dan memiliki hubungan keluarga dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Beliau memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan ilmu fiqih dan hadits.
Imam Syafi’i selama hidupnya membagi waktu malamnya menjadi tiga, yaitu sepertiga untuk menulis kitab, sepertiga untuk shalat malam, dan sepertiga untuk istirahat. Rabi’ bin Sulaiman, salah satu murid Imam Syafi’i yang sering menginap di rumah gurunya itu mengatakan, “Aku tak pernah melihat Imam Syafi’i di rumahnya kecuali ia sangat sedikit tidur di malam hari.” Murid Imam Syafi’i yang lain, Husain al-Karabisi, mengatakan “Aku tinggal bersama Imam Syafi’i selama 80 malam.
Aku melihat Imam Syafi’i shalat selama sepertiga malam, di dalam shalatnya Imam Syafi’i tak pernah membaca ayat Al-Qur’an kurang dari 50 ayat, terkadang beliau membaca seratus ayat. Ia selalu berdoa untuk kebaikan seluruh umat Islam ketika membaca ayat yang berkenaan dengan rahmat Allah dan ia juga berdoa untuk keselamatan seluruh umat Islam ketika membaca ayat yang berkenaan dengan adzab.”
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Khusus pada bulan Ramadhan, Imam Syafi’i memiliki sebuah pekerjaan ibadah yang sangat luar biasa. Rabi’ bin Sulaiman menceritakan, “Setiap datang bulan Ramadhan, Imam Syafi’i menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur’an. Biasanya Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an satu kali dalam satu malam, khusus bulan Ramadhan Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari satu kali di siang hari dan satu kali di malam hari. Dalam satu bulan Ramadhan Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak 60 kali khataman.” Dalam momentum Ramadhan, dengan kata-kata yang penuh hikmah, beliau pernah mengungkapkan pentingnya meningkatkan kedermawanan di bulan suci ini. Tuturnya:
أُحِبُّ لِلرَّجُلِ الزِّيَادَةَ بِالْجُودِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ اِقْتِدَاءً بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلِحَاجَةِ النَّاسِ فِيهِ إِلَى مَصَالِحِهِمْ.
“Saya menyukai bagi seorang laki-laki untuk meningkatkan kedermawanannya di bulan Ramadhan, mengikuti teladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan karena (untuk membantu) kebutuhan orang-orang pada bulan itu terhadap kepentingan mereka.” (Sumber: Ibnu Rajab, Latha’iful Ma’aarif, 1999: 315)
Imam Syafi’i menekankan bahwa kedermawanan di bulan Ramadhan bukan hanya sebuah tradisi tetapi juga sebuah kebutuhan. Kebutuhan ini tidak hanya material tetapi juga spiritual, di mana memberi dan berbagi menjadi sarana untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Apa yang dilakukan beliau didasarkan dari petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi Muhammad dikenal sebagai orang yang sangat dermawan, dan kedermawanannya meningkat berlipat ganda di bulan Ramadhan. Kedermawanan di bulan Ramadhan adalah salah satu cara untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Pada bulan suci, sebagai umat Islam, kita dapat mengambil pelajaran dan spirit kedermawanan yang ditanamkan oleh Imam Syafi’i itu. Apalagi kalau bisa dilanjutkan pada bulan-bulan lainnya. Mari kita tingkatkan amalan kebaikan kita dengan cara berbagi dengan sesama, dan menjadikan bulan Ramadhan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui perbuatan baik kepada sesama makhluk sesuai dengan petunjuk-Nya.
Suatu ketika di waktu sahur, beberapa ulama kota Kairo bertamu kepada Imam Syafi’i untuk mendiskusikan sebuah permasalahan pelik dalam ilmu fiqih. Ketika mereka masuk ke dalam rumah Imam Syafi’i, maka mereka melihat Imam Syafi’i sedang membaca Al-Qur’an. Lantas setelah mereka selesai berdiskusi mengenai permasalahan di dalam ilmu fiqih, Imam Syafi’i pun menegur mereka dengan halus, “(Pada waktu sahur) apakah kalian lebih mementingkan mempelajari ilmu fiqih daripada membaca Al-Qur’an? Sungguh aku shalat malam dan tak henti-hentinya aku meletakkan Al-Qur’an di hadapanku hingga datang waktu shubuh. Barang siapa yang mempelajari Al-Qur’an maka agung derajatnya dan barang siapa mempelajari ilmu fiqih maka mulia derajatnya” (Al-Baihaqi, Manaqib asy-Syafi’i, Darul Kutub al-Islamiyyah, 2011). ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |