Kopi TIMES

Budaya Ngopi dan Potensi Ekonomi Rakyat Aceh

Senin, 25 Maret 2024 - 14:20 | 53.39k
Muhammad Nur, Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN Banda Aceh, Kementerian Keuangan.
Muhammad Nur, Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN Banda Aceh, Kementerian Keuangan.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, ACEH – Tidak lengkap rasanya membicarakan Aceh jika belum membahas kopi. Tanaman khas dataran tinggi ini menjadi salah satu komoditi utama masyarakat Aceh. Di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah misalnya, perkebunan kopi rakyat tersebar merata di sepanjang deretan bukit dan gunung-gunung. Siapa yang tidak kenal kopi Gayo. Kopi varietas arabika ini menjadi komoditi unggulan Aceh. Bahkan dilansir dari Wikipedia, kopi Gayo telah mendapat pengakuan dari dunia internasional dengan memenangkan beragam sertifikat dan penghargaan seperti Fair Trade CertifiedTM pada tahun 2010. 

Hal unik dan special berikutnya jika berbincang tentang kopi Aceh adalah kebiasaan masyarakat Aceh untuk berkumpul di kedai-waung kopi. Kedai kopi baik yang berkonsep tradisional dengan kopi saringnya, maupun kafe-kafe modern akan dengan mudah kita temui di sepanjang jalan di Aceh. Baik di kota maupun di pedesaan, kehadiran kedai kopi menjadi semacam tradisi bagi masyarakat Aceh. Tradisi ngopi ini telah berkembang turun-temurun dan menjadi gaya hidup bagi masyarakat Aceh. Di Banda Aceh saja, terdapat ratusan kedai kopi dan kafe dengan beragam konsep uniknya. Di Provinsi Aceh, mungkin ribuan kedai kopi bisa kita temui. 

Advertisement

Budaya ngopi ini tidak hanya melibatkan kaum pria. Segala kalangan mulai dari kaum ibu, anak muda, bahkan anak-anak turut meramaikan kedai-kedai kopi dan cafe, di waktu-waktu sarapan di pagi hari, jam makan siang, bahkan malam hari sekalipun terutama di akhir pekan. Di waktu-waktu itu akan dengan mudah kita temui segala kalangan masyarakat Aceh yang berkumpul di kedai-kedai kopi yang penuh sesak dengan pengunjung dan langganannya. 

Biasanya, mereka memesan kopi saring dan kopi sanger, yang merupakan citarasa original khas Aceh, sebuah komposisi unik yang membuat citarasanya berbeda dengan kopi-kopi dari daerah lain. Bahkan banyak yang mengatakan bahwa para pendatang yang tadinya tidak suka ngopi, jika sudah di Aceh maka akan menjadi suka minum kopi.

Keunikan lain dari budaya ngopi ini adalah perputaran roda ekonomi masyarakatnya. Dengan hadirnya ratusan bahkan ribuan warung kopi, maka lapangan pekerjaan semakin terbuka. Di kedai-kedai kopi dengan konsep tradisional misalnya, kedai kopi umumnya tidak hanya menyajikan kopi saja. Di kedai seperti Zakir, Solong, Ali Kopi, Cut Nun, dan masih banyak lagi lainnya, mereka juga menggandeng usaha makanan gerobak seperti bubur ayam, mie Aceh, nasi goreng, dan beragam makanan lainnya. Hal ini tentu saja semakin membuka peluang usaha kecil dan mikro bagi masyarakat Aceh itu sendiri. Jadi, selain lapangan pekerjaan sebagai karyawan kedai kopi dimana setiap kedai bisa memiliki sampai puluhan karyawan, kehadiran usaha makanan di sekeliling kedai kopi juga menjadi berkah tersendiri. 

Yang lagi mengherankan adalah, pasca pandemi Covid-19 justru relatif banyak bermunculan kedai-kedai kopi baru. Di Banda Aceh sejak tahun 2023 lalu mungkin sudah ada lebih dari 50-an kedai kopi baru baik dengan skala kecil maupun sedang. Dan keunikannya lagi, kedai-kedai kopi baru ini bahkan bisa selalu ramai pengunjung. Entah apa yang ada di benak masyarakat Aceh. 

Bahkan ada kasus unik dimana sebuah kedai kopi baru buka beberapa bulan lalu muncul kedai kopi dengan konsep yang sama dengan lokasi berserangan yang hanya dipisahkan oleh jalan raya namun keduanya sama-sama ramai oleh para pengunjung. Aneh, unik atau memang itulah budaya ngopi dan berkumpul masyarakat Aceh yang tidak lekang oleh zaman. Sebuah tradisi dan budaya special yang mungkin sulit ditiru di daerah lain. 

Dalam skala regional Aceh, tentu keberadaan kedai-kedai kopi dapat menjadi penyokong pertumbuhan ekonomi Aceh yang justru relatif stabil di kisaran 4,21% - 4,23% per tahun pasca pandemi tahun 2022 dan 2023 lalu (aceh.bps.go.id). Dapat dikatakan bahwa perputaran roda ekonomi Aceh sebagiannya adalah sebagai multiplier effect atas keberadaan kedai-kedai kopi serta budaya ngopi masyarakat Aceh.

Muhammad Nur, Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN Banda Aceh, Kementerian Keuangan 

***

*) Oleh : Muhammad Nur, Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN Banda Aceh, Kementerian Keuangan 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES