Kopi TIMES

Puasa Ramadan, Mendidik Akhlak Mencegah Perundungan

Kamis, 28 Maret 2024 - 17:44 | 81.28k
Muhammad Najihul Huda, M.Pd, Dosen Universitas Darul Ulum Jombang dan Direktur Arha Institute
Muhammad Najihul Huda, M.Pd, Dosen Universitas Darul Ulum Jombang dan Direktur Arha Institute

TIMESINDONESIA, JOMBANG – Ramadan merupakan bulan yang penuh dengan keberkahan. Seluruh umat muslim berlomba-lomba untuk menambah amaliah ibadah. Momentum ini menjadi saat yang baik untuk merefleksikan dan memperkuat kesadaran akan kesalehan spiritual serta sosial. Hal ini dilakukan semata-mata agar bisa menjadi hamba yang berjiwa peduli atas kondisi lingkungan sekitarnya.

Dalam pemaknaan puasa ramadan, para Ulama mengingatkan betapa kita seharusnya bisa merasakan kesusahan orang fakir miskin. Sehingga muncul rasa empati yang mendalam pada diri kita untuk bisa berbagi. Dalam sebuah hadits, Nabi saw menyebutkan keutamaan bagi orang yang memberi makanan berbuka kepada orang puasa: 

مَنْ اَفْطَرَ صَائِمًا فَلَهُ اَجْرُ صَائِمٍ وَلَا يَنْقُصُ مِنْ اَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ 

Artinya, “Siapa yang memberi makanan orang yang sedang berpuasa untuk berbuka, maka baginya pahala seperti orang puasa tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala orang puasa tersebut,” (HR At-Tirmidzi). 

Dari hadits tersebut Nabi SAW sangat memperhatikan nilai sosial dalam puasa ramadan. Namun pada dasarnya, perlu kita kembangkan makna sosial tersebut tidak hanya urusan makan. Ada nilai-nilai kemanusiaan yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah menghargai orang lain.

Budaya menghargai orang lain kini menjadi pekerjaan rumah bersama. Karena mulai ada kemunduran pengamalannya terutama bagi generasi milenial. Bentuk yang nyata serta viral, yang sering kita dengar adalah perundungan yang dilakukan oleh generasi muda. Terutama para siswa yang masih duduk dibangku sekolah.

Statistik menyebutkan, kasus bullying atau perundungan mengalami peningkatan mencapai 30 kejadian. Angka ini, menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengalami kenaikan dari yang semula berjumlah 21 kasus di tahun 2021. FSGI juga menyebutkan sebanyak 80 persen kasus bullying pada 2023 terjadi di sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), sisanya terjadi di sekolah di bawah naungan Kementerian Agama.

Kondisi tersebut bukan lagi sesuatu yang sepele. Karena perundungan itu sangat berdampak terhadap psikis korbannya. Dan akan mempengaruhi pada prestasi belajar. Dimana usia sekolah merupakan masa-masa produktif yang seharusnya dimaksimalkan untuk belajar.

Hukum Bullying dalam Islam

Islam sangat tegas dalam menyikapi tindakan perundungan, perilaku tersebut masuk kategori perbuatan yang sangat tercela. Karena Islam hadir dalam rangka untuk meningkatkan akhlakul karimah. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Termasuk prinsip kepedulian sesama manusia. Hal itu sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Surah Al-Hujurat ayat 11:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah satu kelompok mengolok-olok kelompok lain, karena mungkin kelompok yang diejek itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Dan jangan pula perempuan-perempuan mengolok-olok perempuan-perempuan lain, karena mungkin perempuan-perempuan yang diejek itu lebih baik dari perempuan-perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencaci diri sendiri."

Ayat ini menegaskan bahwa mengejek, mengolok-olok bahkan menyakiti fisik adalah perilaku terlarang. Karena dapat merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Puasa Ramadan Melatih Akhlak

Dengan menahan diri untuk tidak makan dan minum dari terbit fajar hingga matahari terbenam, merupakan cerminan latihan melatih diri. Tidak mengikuti kemauan hawa nafsu, sekalipun pada dasarnya tidak ada orang yang tahu jika kita tidak berpuasa. Maka sejatinya lahir dalam diri seseorang perilaku yang baik. 

Betapa momentum ramadan ini menjadi madrasah akhlak bagi setiap muslim. Karena kualitas puasa ditentukan tidak sekedar dari menjaga perut. Namun juga ditentukan dari menjaga ucapan, perilaku, hingga hati jika sudah masuk pada kategori puasa khawas. Menahan diri dari perilaku buruk merupakan sebagian esensi dari ibadah puasa.

Mencegah Perundungan di Bulan Puasa

Isu perundungan menjadi pembahasan yang nampaknya belum terlihat berakhir. Seolah-olah menjadi kasus maraton dari kejadian sebelumnya. Kekejaman perilaku perundungan yang tersebar ibarat menjadi referensi bagi pelaku perundungan selanjutnya. Belum ada efek jera yang bisa mencegah, bahkan bisa menghentikan kasus ini.

Memanfaatkan puasa ramadan sebagai media preventif, barangkali bisa efektif. Dengan mengedukasi generasi muda untuk melaksanakan puasa selama sebulan penuh. Otomatis akan melatih untuk mencegah melakukan perilaku negatif secara kontinyu. Sebuah perilaku yang dilakukan lebih dari dua minggu, biasanya akan melekat pada diri seseorang.

Memperbanyak membaca Al-Quran, melakukan shalat sunnah, Qiyamul lail dan melatih melanggengkan dzikir. Akan menjadi latihan spiritual bagi generasi milenial yang bisa melunakkan hati. Hati yang lunak, akan lebih mudah untuk bisa menjadi pribadi yang menghargai. Pelaku perundungan banyak melancarkan perilaku buruknya, karena kerasnya hati.

Memaksimalkan bulan ramadan akan memberikan efek yang positif bagi umat muslim. Dengan berbagai macam keistimewaan, menjadikan ramadan sebagai madrasah untuk membentuk akhlak selama satu tahun kedepan. Hamba yang bisa melalui ramadan dengan keikhlasan, akan menjadi seorang yang hidup dengan akhlakul karimah. Kita harus berani berkomitmen untuk mengatakan, enyahlah kebiasaan perundungan.

***

*) Oleh : Muhammad Najihul Huda, M.Pd, Dosen Universitas Darul Ulum Jombang dan Direktur Arha Institute

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Hainorrahman
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES