TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Saat belajar di jenjang sekolah dasar, dulu lumrah kita dikenalkan dengan globe. Miniatur bentuk bumi serupa bola itu mengenalkan kita nama-nama negara di dunia. Masih relevan kah globe yang digunakan waktu itu menjadi sumber belajar saat ini? Ternyata sangat tidak relevan. Beberapa data nama negara di globe itu sudah tidak sesuai. Terdapat beberapa negara yang sudah hilang dari globe karena sudah bubar.
Apakah negara yang bubar adalah yang wilayahnya seluas Indonesia? Apakah negara yang keberagamannya kompleks seperti Indonesia? Ternyata tidak. Mereka negara-negara kecil yang sejatinya tidak memiliki keberagaman sebanyak Indonesia. Mereka bubar karena ego sentris, ego sektoral, dan tak lagi memiliki pandangan hidup yang sama dalam bernegara.
Advertisement
Pada konteks demikian, perlu kita belajar pada kenyataan tentang negeri kita, Indonesia. Dengan wilayah teritorialnya yang sangat luas, dan jenis keberagaman yang sangat banyak. Resep apakah kiranya yang membuat bangsa ini tetap kokoh dan terjaga. Jawabannya adalah karena kita punya pancasila sebagai dasar negara kita.
Mari perhatikan secara seksama lambang negara kita, garuda pancasila. Mengapa kedua kaki garuda mencengkram begitu kuat pita putih bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika? Itu adalah simbol, itu adalah isyarat bahwa semboyan itu perlu terus kita jaga dan junjung bersama. Bahwa kita adalah bangsa yang bhinneka, bangsa yang beragam. Namun kita tetap harus satu tujuan, tetap tunggal ika.
Berdasarkan gambaran tersebut, tentunya kita tidak ingin dan tidak pernah rela Indonesia bubar. Kita takkan pernah izinkan nama Indonesia hilang dari peta dan globe. Tugas kita adalah merawat keberagaman sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Keberagaman kita maknai sebagai berkah bukan musibah. Dengan demikian, maka melestarikan nilai-nilai luhur pancasila adalah tanggung jawab bersama.
Terlebih saat dinamika perkembangan masyarakat dan tantangan global kian kompleks. Peran sekolah dalam membentuk karakter dan identitas bangsa semakin dibutuhkan. Salah satunya dalam pembentukan profil pelajar yang kokoh dalam nilai-nilai pancasila. Baik dalam posisinya sebagai landasan ideologi maupun sebagai falsafah negara. Upaya menebalkan profil pelajar pancasila di sekolah menjadi keharusan yang mendesak.
Pengintegrasian nilai-nilai pancasila dalam kurikulum pendidikan menjadi kebutuhan. Harapannya siswa tidak sekadar mendapatkan pemahaman konseptual, tetapi memahami bagaimana nilai-nilai pancasila diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Kurikulum yang sedang berlangsung saat ini menyebutnya sebagai P5 atau projek penguatan profil pelajar pancasila.
Terdapat tiga lokus pembelajaran yang dapat dijadikan ruang pengintegrasian penebalan profil pelajar pancasila. Pertama adalah lokus intrakurikuler melalui proses belajar-mengajar berbagai mata pelajaran. Lokus kedua adalah kokurikuler sebagai kegiatan penunjang atau sebagai suplemen atas proses akademik. Lokus ketiga adalah ekstrakurikuler sebagai wadah penyaluran potensi, bakat, dan minat siswa.
Pengembangan metode pengajaran yang interaktif juga dapat digunakan dalam menebalkan profil pelajar pancasila kepada siswa. Pembelajaran melalui cerita inspiratif, permainan peran, atau diskusi kelompok kiranya lebih mudah dalam memahami dan menginternalisasi nilai-nilai pancasila. Serta kemudian siswa diharapkan mampu menemukan relevansi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Selain melalui proses pembelajaran sebagai intrakurikuler, penebalan profil pelajar pancasila juga dapat dilakukan pada lokus kegiatan ekstrakurikuler. Contohnya melalui kegiatan pramuka, siswa dapat diajak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mengedepankan nilai-nilai pancasila. Seperti gotong royong, kejujuran, dan kepedulian terhadap sesama. Selain itu, kegiatan organisasi siswa seperti OSIS juga dapat menjadi wadah bagi siswa untuk belajar tentang kepemimpinan berbasis pancasila.
Penebalan profil pelajar pancasila juga perlu nampak dalam tradisi atau budaya sekolah. Sekolah dapat mengadakan kegiatan yang mendorong siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan. Seperti kegiatan kebersihan sekolah, pengelolaan sampah, atau partisipasi dalam proyek sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan penunjang pembelajaran tersebut biasa disebut kegiatan kokurikuler.
Beberapa kegiatan berikut bisa menjadi alternatif penebalan profil pelajar pancasila. Program Zona Kebangsaan, yaitu pembiasaan warga sekolah untuk hormat bendera saat memasuki halaman sekolah. Program Kemah Kebangsaan, yaitu camping bersama dengan melibatkan siswa lintas iman atau multikultural. Serta penyediaan Ruang Tak Kenal Maka Tak Sayang, yaitu ruang khusus yang menyediakan koleksi bacaan dan kitab suci semua agama.
Satu diantara nilai-nilai pancasila yang mendesak untuk terus ditebalkan diantaranya adalah toleransi. Kesanggupan untuk menerima dan menghargai perbedaan. Kurikulum sekolah dalam profil pelajar pancasila menyebutnya sebagai dimensi kebhinekaan global. Karena sejatinya keanekaragaman adalah keindahan dalam bahasa Tuhan. Menolak keberagaman berarti menolak eksistensi Tuhan.
***
*) Oleh : Mohammad Hairul, Kepala SMPN 1 Curahdami, Bondowoso, Jawa Timur dan Instruktur Nasional Literasi Baca-Tulis
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |