Integrasi Ekonomi Hijau dalam Kerangka Ekonomi Islam

TIMESINDONESIA, MALANG – Badan Lingkungan Hidup PBB meluncurkan Inisiatif Ekonomi Hijau pada tahun 2008 dengan tujuan mendorong pembuat kebijakan untuk mendukung investasi lingkungan hidup dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Inisiatif ini telah memunculkan kesadaran akan pentingnya ekonomi hijau dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan. Definisi kerja ekonomi hijau yang dikembangkan oleh PBB mencakup peningkatan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sambil mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologi.
Sejak dekade terakhir, banyak pemerintah dan organisasi antar pemerintah telah menganggap Ekonomi Hijau sebagai prioritas strategis. Sekitar 65 negara telah mulai melaksanakan strategi untuk menciptakan Ekonomi Hijau Inklusif. Dengan mengubah model ekonomi mereka menjadi yang berkelanjutan, negara-negara ini dapat menghadapi tantangan di abad ke-21 seperti urbanisasi, kelangkaan sumber daya, perubahan iklim, dan ketidakstabilan ekonomi.
Advertisement
Sedangkan Ekonomi Islam berfokus pada kegiatan ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, seperti yang tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah. Tujuannya adalah menciptakan sistem ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan norma-norma perilaku, serta mengintegrasikan sistem ekonomi dengan sistem sosial dan politik. Tujuan dari ekonomi Islam adalah memberikan panduan bagi individu dan masyarakat dalam menggunakan sumber daya dengan penuh tanggung jawab untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan rohani.
Adapun implementasi ekonomi hijau dapat terintegrasi dengan kerangka Ekonomi Islam yang sesuai dengan maqashid syariah dapat menjadi arah keseimbangan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Konsep Ekonomi Hijau mencakup pemeliharaan lingkungan, penggunaan sumber daya alam yang terbatas, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari perspektif ekonomi Islam, ini dapat disesuaikan dengan nilai-nilai maqashid al-syari'ah, yang mencakup kesejahteraan, kemanusiaan, dan pemeliharaan lingkungan.
Sebagaimana pemeliharaan lingkungan telah tertera didalam Al Qur’an pada QS. Ar-Rum, Ayat 41 yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Pada ayat tersebut berhubungan dengan prinsip dari ekonomi hijau yang mengedepankan penjagaan serta pemeliharaan lingkungan dan SDA (Sumber Daya Alam), sehingga dapat dikatakan Ekonomi Hijau adalah cerminan dari maqashid syariah dan memiliki keselarasan terhadap ekonomi islam (Dwi et al., 2022).
Konsep Ekonomi Hijau dan Ekonomi Islam merupakan konsep yang memiliki banyak kesamaan nilai terutama dari sudut pandang Maqashid al-Syari'ah, yaitu pembangunan manusia, alam, dan juga bertujuan untuk kesejahteraan manusia (welfare society). Model implementasi Ekonomi Hijau yang implementatif, handal dan komprehensif di Indonesia haruslah model ekonomi yang benar-benar hijau dan relevan dengan karakteristik bangsa Indonesia yang berlandaskan filosofi Eco-ethics Islam yang selaras dengan sosiokultural masyarakat Indonesia dan memiliki landasan hukum (Azwar et al., 2019).
Adapun integrasi antara Ekonomi Hijau dengan Ekonomi Islam, yakni: Prinsip rendah karbon pada dasarnya sejalan dengan pemeliharaan jiwa dan pikiran, Prinsip efisiensi sumber daya juga sejalan dengan pemeliharaan keturunan dan harta benda, dan Prinsip inklusivitas sosial ditemukan dalam lima aspek pemeliharaan dalam konsep maqashid al-syari'ah. Dari sini, jelaslah bahwa Ekonomi Hijau yang sesungguhnya adalah kegiatan ekonomi yang mengutamakan pemeliharaan agama, jiwa, akal, harta, keturunan, dan properti (Azwar et al., 2019).
Contoh pelaksanaan implementasi Ekonomi Hijau dalam kerangka Ekonomi Islam dapat dilakukan melalui beberapa langkah, seperti: Pertama, Pemberian insentif kepada energi terbarukan dan industri daur ulang. Kedua, Pengolahan oli bekas dan pengelolaan sampah yang lebih efektif. Ketiga, Penggunaan kesejahteraan yang sesuai dengan islam, seperti pendidikan dan pendidikan non-formal. Keempat, Pengembangan pendidikan dan penggunaan teknologi yang sesuai dengan maqashid al-syari'ah.
Memaknai Maqashid Syariah integrasi antara Ekonomi Islam dengan Ekonomi Hijau, dapat disimpulkan bahwa Ekonomi Hijau apabila diimplementasikan secara bijak oleh sumber daya manusia sebagai khalifah di muka bumi dan tentunya berlandaskan pada Al-Qur'an dan Hadis, maka dapat dipastikan kelima pilar tersebut telah sesuai dengan syariat Islam.
Dengan demikian, sebagai umat Islam yang bertakwa kepada Allah SWT, sudah menjadi kewajiban untuk menjaga kelestarian alam semesta. Konsep ini harus didukung oleh para pemangku kepentingan seperti pemerintah, pelaku industri dan akademisi untuk menggiatkan bermuamalah dengan menjaga lingkungan.
***
*) Oleh : Asya Hujjah El Imani Mahmudatan, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sholihin Nur |