Kopi TIMES

Rasionalitas Peserta Dalam Pelaksanaan Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama

Jumat, 03 Mei 2024 - 14:52 | 33.42k
Asmara Juana Suhardi, mahasiswa Program Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Asmara Juana Suhardi, mahasiswa Program Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Birokrasi sebagai institusi modern harus bersifat inklusif agar dapat berfungsi secara efektif dan efisien. Perbedaan urusan pribadi dengan urusan birokrasi, merupakan salah satu karakteristik birokrasi. Kekuasaan dapat ditemukan pada setiap jenjang jabatan pejabat sehingga semakin tinggi jenjang jabatan, maka semakin besar kekuasaannya dan semakin rendah kekuasaan jenjangnya semakin tidak berdaya. 

Rekrutmen dan seleksi yang dipahami sebagai proses dimana organisasi mengumpulkan, menarik calon yang ditunjuk, dan kemudian menetapkan orang yang dianggap tepat menduduki posisi tertentu. Dalam proses pelaksanaannya, seleksi jabatan pimpinan tinggi pratama (JPTP) terdapat banyak dinamika seperti terdapat hal-hal yang justru bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Berbagai bentuk pertukaran sosial dalam wujud praktik jual beli jabatan, gratifikasi, korupsi, kolusi, dan nepotisme terkadang mewarnai proses seleksi. Praktik-praktik semacam ini, disadari atau tidak, akan memengaruhi tindakan rasional calon atau peserta seleksi untuk mengikuti atau tidak mengikuti kompetisi dalam seleksi JPTP tersebut.

Advertisement

Sebagai ASN yang memiliki pengalaman dalam mengikuti seleksi JPTP, Asmara Juana Suhardi yang juga mahasiswa Program Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang mengambil tema rasionalitas peserta seleksi JPTP dalam penelitian disertasinya. Ia melihat bahwa selama ini di sekretariat daerah Kabupaten Natuna proses seleksi apapun sering dikaji dengan menggunakan perspektif manajemen sumber daya manusia. Namun, jarang sekali yang mengkaji proses seleksi dari perspektif ilmu sosial, khususnya dengan menggunakan teori pilihan rasional.

Menurutnya, secara sosiologis peserta seleksi merupakan aktor-aktor rasional dengan berbagai modal sosial yang dimilikinya untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas, yaitu formasi jabatan yang ditawarkan. Dalam proses perebutan dan persaingan untuk mendapatkan jabatan itu, masing-masing peserta dikendalikan oleh norma-norma yang berlaku, baik norma formal dalam bentuk perundang-undangan dan peraturan resmi yang ditetapkan oleh pemerintah maupun norma informal dalam bentuk kebiasaan atau hal-hal yang hanya berlaku di lingkungan Pemerintah Kabupaten Natuna.  Bahkan, pada akhirnya keberhasilan peserta seleksi terkadang tidak ditentukan oleh hasil ujian selaksi itu sendiri, namun ada faktor lain yang menentukan lulus dan lolosnya peserta sebagai ‘pemenang’.

Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dari subjek penelitian, digunakan metode pengumpulan data wawancara mendalam dan observasi partisipan. Bagaimanapun juga, mahasiswa yang akrab dipanggil AJ. Suhardi yang saat ini juga sedang menjabat Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Natuna adalah pelaku sekaligus peneliti. Oleh karena itu, untuk menjaga obyektivitasnya, ia melakukan triangulasi sumber data dan metode. Tentu tidak mudah untuk melakukan riset pada orang-orang yang sebagian besar dikenalnya. Bagaimana pun juga seleksi JPTP di Pemerintah Kabupaten  Natuna, seperti di pemerintah daerah  lainnya, tidak dapat dihindari dari praktik-praktik yang menjurus pada gratifikasi, suap, korupsi, kolusi, dan nepotisme. 

Secara singkat ada temuan menarik dalam penelitiannya bahwa tindakan rasional tradisional dan instrumental (perspektif Weber) yang mewujud dalam sebutan sopoi, taji, dan betiek. Selain itu, hadirnya aktor korporat yang menentukan hasil akhir seleksi, menunjukkan bahwa tidak cukup hanya mengandalakan pengalaman, pendidikan, dan modal sosial saja dalam mengikuti seleksi JPTP. Nyatanya ada ‘tangan tak tampak’ (istilah: Adam Smith) yang mempengaruhi hasil akhir seleksi yang dilakukan oleh aktor korporat.  AJ Suhardi menyatakan bahwa pada dasarnya individu adalah aktor rasional. Setiap individu memiliki rasionalitas tersendiri dan mandiri dalam setiap pengambilan keputusan dengan memperhatikan sumber daya atau modal sosial yang dimilikinya. Pengambilan keputusan mengikuti atau tidak mengikuti seleksi JPTP bukan semata-mata realitas mikro, tetapi juga makro.  Karena rasionalitas peserta seleksi, pada akhirnya juga harus memperhatikan norma-norma sosial dalam memperebutkan sumber saya yang terbatas (jabatan).

Walaupun demikian, disadari bahwa temuan penelitiannya masih banyak celah kelemahan. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan pendekatan kuantitatif, guna membuktikan asumsi temuan penelitiannya. Selain itu, disarankan agar seleksi JPTP dapat dianalisis dengan menggunakan teori-teori sosial lainnya.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES