
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berbeda dengan Pemilu Legislatif dari sisi makna strategis bagi NU. Karena Pilkada sifatnya lokal dan NU bersinggungan langsung secara terus menerus dengan Bupati, wali kota dan Gubernur setelah mereka semua terpilih. Makna strategis lain bagi NU, semua calon melihat bahwa potensi warga NU dari sisi kuantitas sangat besar dan signifikan untuk memenangkan salah satu calon tertentu.
Untuk memainkan peran strategis tersebut, maka NU harus membuat persyaratan dan komitmen yang jelas. Komitmen yang dibangun NU bukan berarti NU masuk ke ranah politik, namun NU membangun sinergi dengan pemimpin yang jadi untuk kemaslahatan umat. Bagi NU kemaslahatan umat jauh lebih penting dari pada urusan finansial yang sangat terbatas. Kita tidak memungkiri telah banyak pengalaman kepala daerah yang didukung kadang kadang tidak komit namun NU tetap berharap tetap pada posisi kemaslahatan umat. Namun kesadaran calon untuk berkonstribusi secara finansial tidak kita tolak.
Advertisement
Maka untuk mengokohkan kekuatan dukungan, seluruh Banom dan otonom NU harus satu visi dan satu barisan. Semua Banom NU dalam Pilkada harus sadar bahwa, urusan Pilkada adalah urusan lokal yang berkesinambungan, berbeda dengan Pemilu Legislatif yang memungkinkan masing masing Banom memiliki kader sendiri untuk di jadikan anggota legislatif. Kesadaran para pengurus Banom sangat penting karena permainan receh yang dilakukan membahayakan eksistensi NU secara global.
Posisi NU dengan Partai Politik dalam Pilkada
Sesuai dengan UU mekanisme pencalonan kepala daerah memerlukan dukungan partai politik, karena calon kepala daerah harus diajukan oleh partai politik. Sesuai dengan fungsinya partai politik lebih memiliki kekuatan dan memiliki daya tekan dibanding dengan NU sebagai organisasi sosial. Partai politik karena fungsinya untuk menghidupkan mesin partai dan memenuhi kebutuhan partai, memungkinkan untuk melakukan transaksi kepentingan. Maka tidak heran kalau ada isu yang nyata jika untuk memberikan dukungan, partai politik pasti meminta mahar atau kontribusi.
Perbedaan kepentingan dan daya tekan tersebut membuat NU dipandang sebelah mata oleh calon calon tersebut. Namun ada satu hal yang tidak bisa dinafikan oleh semua calon bahwa masyarakat yang di bawah banyak warga NU lah yang nanti akan memberikan dukungan suara yang kongkrit. NU tetap kuat secara massa dan pendukung, maka NU tetap memiliki makna yang strategis.
Partai politik selalu menghitung dukungan dengan kalkulator kepentingan (uang), partai politik tidak mungkin bisa berfikir total untuk mengakomodasi kepentingan NU secara finansial, karena sumber sesuatu di bawah pasti akan disedot ke atas. Partai itu yang punya DPP, maka yang dibawah hanya mengikuti apa perintah DPP. Maka NU harus benar benar bisa mendesain bagaimana tidak selalu memberikan dukungan, namun selesai jagonya menang nanti ditinggalkan.
Formula Ideal NU dalam Membangun Komitmen Pilkada
Politik adalah kepentingan. Pilkada sebagai proses politik pasti akan bersinggungan dengan kepentingan entah itu jangka panjang atau jangka pendek. Karena NU pasti bersinggungan dengan calon yang meminta dukungan untuk sukses dalam kompetisi Pilkada maka diperlukan kisi-kisi komitmen yang perlu disampaikan kepada calon yang minta dukungan.Adapun gambaran umum kerangka komitmen tersebut sebagai berikut :
Pertama, NU memandang politik adalah sebuah Ikhtiar untuk membangun masyarakat menjadi makmur dan sejahtera, maka calon dari NU harus memahami dan menjiwai pemikiran tersebut.
Kedua, NU memandang politik itu bukan tujuan, namun media untuk Mensejahterakan rakyat, maka calon harus memahami dan melakukan terwujudnya kesejahteraan rakyat
Ketiga, Politik NU adalah politik global dan rahmatan lil alamin, maka kemanfaatan dan kemaslahatan umat lebih utama dan dominan dari pada kepentingan sesaat yang merugikan rakyat banyak
Keempat, NU sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan memiliki visi Islam Aswaja, maka prinsip Islam Aswaja dan Mabadik Khoirol Umah sebagai strategi gerakan untuk membangun umat harus dipahami oleh calon kepala Daerah
Kelima, NU sebagai organisasi pasti membutuhkan biaya operasional organisasi atau anggaran untuk mensupport kegiatan lainnya, maka calon kepala daerah mesti harus memikirkan masalah tersebut, baik saat konsolidasi maupun pasca menang Pilkada
Keenam, Kepala Daerah memiliki kekuasaan dan kewenangan baik bidang anggaran maupun kepegawaian, maka kekuasan dan kewenangan tersebut harus memberikan manfaat untuk NU pada khususnya dan masyarakat umum pada umumnya.
Ketujuh, Untuk membangun umat menuju sejahtera, NU memiliki Banom dan lembaga yang bersinggungan langsung dengan rakyat, maka calon kepala daerah harus memiliki komitmen untuk hal tersebut, agar kesejahteraan rakyat bisa segera terwujud
Kedelapan, Sebagai organisasi Islam, NU meminta kepala daerah untuk memegang teguh nilai luhur ajaran Islam yang diajarkan oleh muassis pendiri NU, bahwa pemimpin harus bersifat adil dan berpegang teguh dengan Agama Islam Ala Ahlussunnah wal Jamaah An Nahdliyah. Hal ini penting karena hakekat hidup adalah sebagai ladang pengabdian untuk menuju kehidupan di akhirat.
Kesembilan, NU meminta kepala daerah yang di dukung NU untuk memegang teguh peraturan perundang undangan yang berlaku agar pemerintahan berjalan sesuai dengan track nya. NU mendukung Ulil Amri ( pemerintah ) yang sah adalah pemerintah yang tidak melanggar nilai nilai ajaran Islam dan memberikan ruang kepada umatnya untuk beribadah dengan aman.
Sebuah gagasan sederhana untuk mewujudkan NU yang rahmatan lil alamin di bumi Indonesia. Kita semua cinta Indonesia, karena tidak ada negara seindah Indonesia dan kemakmuran Indonesia. Dengan pemimpin yang baik, amanah dan manfaati rakyat kita akan makmur.
Tidak ada manusia yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah, namun manusia yang baik adalah, manusia yang terus berusaha berbuat baik tanpa lelah untuk kehidupan yang lebih, sebagai bekal untuk hidup berbahagia dunia dan akhirat.
***
*) Oleh : HM Basori M.Si, Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocasy
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Rizal Dani |