Kopi TIMES

PTNBH: Pemicu atau Akibat? Menelusuri Gelombang Kenaikan UKT di PTN Indonesia

Rabu, 29 Mei 2024 - 18:52 | 29.99k
Oleh: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Oleh: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam beberapa waktu terakhir, kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia telah menjadi perbincangan hangat di kalangan mahasiswa dan masyarakat.

Kebijakan ini menuai beragam respons, mulai dari protes hingga kritik atas dampaknya terhadap aksesibilitas pendidikan tinggi. Mahalnya UKT memunculkan pertanyaan tentang faktor-faktor yang mendorong kenaikan ini, serta implikasinya bagi mahasiswa dan keberlanjutan pendidikan di Indonesia.

Advertisement

Seiring dengan peningkatan UKT, muncul pertanyaan tentang hubungannya dengan status PTN Berbadan Hukum (PTNBH). Status ini memberikan otonomi kepada PTN untuk mengelola keuangannya sendiri, termasuk dalam menetapkan besaran UKT. Namun, kenaikan UKT yang signifikan juga memunculkan kekhawatiran akan potensi komersialisasi pendidikan tinggi dan peningkatan disparitas aksesibilitas pendidikan. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji dengan cermat hubungan antara kenaikan UKT di PTN dan status PTNBH, serta dampaknya terhadap keadilan dan aksesibilitas pendidikan tinggi di Indonesia.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dalam mengulas hubungan antara PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) dengan kebijakan kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal) di perguruan tinggi nasional Indonesia, kita harus memahami bahwa keduanya memiliki keterkaitan yang erat. PTNBH memberikan otonomi kepada perguruan tinggi untuk mengelola keuangannya sendiri, yang mencakup pengaturan UKT. Hal ini memungkinkan perguruan tinggi untuk menyesuaikan kebijakan finansialnya dengan kebutuhan dan situasi ekonomi setempat.

Namun, dampak dari kenaikan UKT yang terkait dengan status PTNBH tidak dapat diabaikan. Kenaikan UKT yang signifikan dapat meningkatkan beban finansial bagi mahasiswa dan keluarga mereka. Hal ini dapat memicu protes dan kritik keras dari kalangan mahasiswa, yang merasa bahwa kebijakan ini tidak selalu mempertimbangkan kemampuan ekonomi mereka.

Di sinilah dilema antara mandat PTNBH dan kepentingan mahasiswa muncul, menciptakan ketegangan antara otonomi perguruan tinggi dan keadilan akses pendidikan tinggi bagi seluruh masyarakat.

Sebagai akibatnya, muncul kebutuhan akan evaluasi dan pengawasan yang lebih ketat terhadap kebijakan kenaikan UKT yang terkait dengan status PTNBH. Evaluasi yang mendalam dapat membantu memastikan bahwa kebijakan ini didasarkan pada pertimbangan yang tepat dan memperhatikan keberlanjutan pendidikan tinggi di Indonesia. Pengawasan yang efektif juga diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan otonomi yang diberikan kepada perguruan tinggi dalam menetapkan UKT, sehingga mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan institusi dan keadilan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.

enting untuk mencermati implikasi dari hubungan antara status PTN Berbadan Hukum (PTNBH) dengan kebijakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri. Ditemukan bahwa status PTNBH memberikan otonomi finansial kepada PTN untuk mengelola keuangannya sendiri, yang dapat menyebabkan kenaikan UKT yang signifikan.

Namun, hal ini juga memunculkan kekhawatiran akan potensi komersialisasi pendidikan tinggi dan meningkatnya disparitas aksesibilitas pendidikan. Oleh karena itu, perbaikan dalam hubungan ini perlu memperhatikan keseimbangan antara kemandirian keuangan institusi dengan keadilan akses terhadap pendidikan. Langkah-langkah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penetapan UKT perlu dipertimbangkan agar tidak menimbulkan beban finansial yang berlebihan bagi mahasiswa dan keluarga mereka.

Selain itu, penting bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk bekerja sama dalam mengidentifikasi solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi tantangan ini. Mendorong dialog terbuka antara mahasiswa, pemerintah, dan perguruan tinggi dapat membantu dalam merumuskan kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Selain itu, peningkatan pendanaan bagi mahasiswa berprestasi namun berkekurangan secara finansial juga dapat menjadi langkah positif untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan tinggi bagi semua kalangan masyarakat. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES