Kopi TIMES

Menilik Kesetaraan dan Keadilan Gender Pada Perempuan Yang Bekerja pada Ranah Publik

Jumat, 31 Mei 2024 - 09:37 | 37.40k
Oleh: Yurisna Tanjung, mahasiswa Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Oleh: Yurisna Tanjung, mahasiswa Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Budaya patriarki adalah sistem nilai, kepercayaan, dan tindakan sosial yang menempatkan laki-laki di posisi yang lebih tinggi daripada perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Sistem ini sering kali mendorong perempuan untuk dianggap sebagai makhluk yang lebih lemah, kurang berharga, dan kurang berpengaruh dalam masyarakat.

Sistem patriarki juga menjadi sebuah tantangan dalam pelaksanaan keadilan gender karena seringkali menyebabkan adanya diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil terhadap perempuan. Misalnya, dalam bidang pekerjaan, perempuan seringkali diperlakukan lebih rendah dari laki-laki dalam hal gaji dan promosi karir. Dalam bidang politik, perempuan seringkali dianggap kurang mampu dan kurang berpengalaman daripada laki-laki, sehingga sulit bagi mereka untuk mendapatkan posisi penting dalam pemerintahan. Tidak hanya itu saja, dalam budaya patriarki, perempuan seringkali diperlakukan secara berbeda dalam hal hak dan kewajiban, termasuk dalam hal hak keluarga seperti hak waris dan hak asuh anak. Perempuan juga seringkali menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual, dan tidak mendapatkan perlindungan yang cukup dari hukum dan masyarakat.

Advertisement

Selain itu, nilai-nilai patriarki ini menjadi hambatan bagi semangat dan meningkatnya kesadaran kaum perempuan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas pekerjaan di ranah publik. Hal ini menjadi hambatan dan mengakibatkan ketidak linieran dengan berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah maupun lembaga non pemerintah untuk terus memberikan pemahaman dan peningkatan kesadaran tentang keadilan dan kesetaraan gender. Berbekal latar belakang tersebut, Yurisna Tanjung yang merupakan salah satu mahasiswa Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang tertarik mengangkat masalah kesetaraan dan keadilan gender yang ada pada Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dalam sebuah penelitian disertasi.

Menggunakan pendekatan kualitatif mahasiswa asal Medan ini mencoba mengeksplorasi pemahaman dosen laki-laki terhadap kesetaraan dan keadilan gender bagi perempuan yang bekerja di ranah publik untuk memahami pandangan, persepsi, dan sikap dosen laki-laki terhadap keberadaan dan peran perempuan di ruang publik, khususnya dalam konteks akademik dan profesional. Disi lain ia juga menggunakan pendekatan kualitatif  untuk mengeksplorasi secara mendalam pemahaman, persepsi, dan pengalaman subjektif dari dosen laki-laki, memberikan wawasan tentang aspek-aspek yang tidak terjangkau oleh metode kuantitatif. Pemahaman laki-laki terhadap perempuan yang bekerja di ranah publik dimanifestasikan dalam bentuk kesadaran, pengakuan, dan penghormatan terhadap perspektif pilihan atas keputusan perempuan dalam melanjutkan karir meski telah berumah tangga dan pemberian ruang serta kesempatan bagi perempuan untuk tetap berkarya.  

Melalui penelitiannya tersebut, Yurisna mendapati bahwa pemahaman laki-laki tentang kesetaraan gender tercermin dalam pengakuan terhadap keputusan perempuan dalam melanjutkan karir setelah menikah, serta memberikan ruang dan kesempatan bagi perempuan untuk tetap berkarya. Sementara Praktik kesetaraan gender di dalam keluarga tidak selalu dibarengi dengan pengetahuan tentang konsep, namun didukung oleh komitmen sebelum menikah, rasa empati terhadap pasangan, komunikasi yang pleksibel dan profesi pekerjaan (formal). 

Selain itu pemahaman laki-laki terhadap keadilan gender melalui keseimbangan peran dalam keluarga adalah pentingnya untuk membuat sebuah kkesepakatan dan pembagian tugas yang adil dalam peran rumah tangga untuk menghindari konflik dalam hubungan keluarga. Keluarga yang mendukung partisipasi perempuan dalam pekerjaan dan menerapkan keadilan gender dapat mencapai kesejahteraan dan harmoni. Pembagian peran dan tanggung jawab yang adil dapat membantu mengatasi beban ganda bagi perempuan yang bekerja. Ketika seorang perempuan yang telah bekerja di ruang publik namun tetap melaksanakan pekerjaan domestik, hal ini hanya karena sulit untuk merubah budaya parthiarki yang sudah dikontruksi sehingga berdampak pada internalisasi pada diri perempuan. Hal ini mengakibatkan munculnya rasa bersalah jika mengabaikan tugas domestik atau dengan menggantinkan peran domestik kepada asisten rumah tangga ataupun orang lain yang bekerja pada ranah domestik. 

Melalui penelitian ini Yurisna juga menyisipkan harapannya ntuk terus meningkatkan pemahaman dan kesadaran kepada dosen laki-laki terhadap keadilan gender dan peran ganda perempuan yang bekerja di wilayah public, baik sektor formal maupun informal. 

Mendorong dialog terbuka dan konstruktif antara dosen laki-laki dan perempuan di lingkungan akademik dapat membantu membangun pemahaman yang lebih baik tentang keadilan gender dan peran ganda. Ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung pertumbuhan karier perempuan.

Bagi laki laki yang memiliki istri yang bekerja di ranah publik harus memberikan dukungan yang penuh dengan tidak membebani lagi dengan pekerjaan pekerjaan di ranah domestic.

Ia juga berharap semoga pada penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk menggali lebih dalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi pemahaman dosen laki-laki terhadap perempuan di ranah publik. Ini dapat membantu dalam mengidentifikasi solusi dan upaya yang lebih konkret untuk mendukung kesetaraan gender di dunia akademik.

***

*) Oleh: Yurisna Tanjung, mahasiswa Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang.

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES