Kopi TIMES

Asian Value: Antara Realitas dan Mispersepsi di Tanah Air

Selasa, 11 Juni 2024 - 09:07 | 26.40k
Oleh: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Oleh: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Asian value adalah konsep yang mencakup berbagai nilai dan norma yang dianggap khas dari budaya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Nilai-nilai ini meliputi disiplin, kerja keras, berhemat, prestasi akademik, keseimbangan kebutuhan individu dengan kepentingan komunitas, dan penghormatan terhadap otoritas. Nilai-nilai ini sering kali dikaitkan dengan keberhasilan ekonomi dan sosial yang dialami oleh banyak negara di kawasan Asia selama beberapa dekade terakhir.

Baru-baru ini, istilah ini menjadi topik perbincangan hangat di media sosial dan berbagai platform online setelah dibahas dalam sebuah podcast yang menghadirkan Pandji Pragiwaksono sebagai bintang tamu. Banyak netizen yang turut mengomentari dan menginterpretasikan konsep Asian value dalam konteks yang lucu dan satir, menjadikan diskusi tentang nilai-nilai ini semakin viral. Lantas apa sebenarnya Asian value dari negara Indonesia itu sendiri? Dan bagaimana seharusnya nilai tersebut berlaku dan terbenam pada diri anak bangsa?

Advertisement

Secara umum mungkin Asian value di Indonesia lebih mencakup sikap hormat terhadap sesama dan lingkungan, yang tercermin dalam tradisi adat dan kearifan lokal. Konsep gotong royong, misalnya, menjadi nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam masyarakat Indonesia, di mana saling membantu dan mendukung sesama menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Hal ini mencerminkan semangat kebersamaan dan solidaritas yang menjadi pondasi kuat dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Sehingga Asian value dari negara Indonesia bukan hanya sekadar rangkaian norma dan nilai, tetapi juga sebuah warisan budaya yang memperkaya dan memperkuat identitas bangsa. Melalui pemahaman yang mendalam terhadap nilai-nilai ini, masyarakat Indonesia dapat terus memperkokoh persatuan, menjaga keberagaman, serta mengembangkan potensi yang dimiliki untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Jika nilai-nilai khas Indonesia seperti gotong royong dan disiplin diubah artinya dalam konteks politik dinasti dan korupsi, dampak negatifnya dapat sangat merugikan bagi bangsa dan negara. Pertama, gotong royong yang semula mencerminkan semangat kerjasama dan kebersamaan dalam membangun masyarakat dapat terdistorsi menjadi alat politik dinasti, di mana kegiatan gotong royong dipolitisasi untuk kepentingan kelompok atau individu tertentu. Hal ini dapat menghambat proses demokratisasi, memperkuat oligarki politik, dan mengurangi partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Selain itu, jika nilai disiplin yang seharusnya mengarah pada tata kelola yang baik dan kepatuhan terhadap hukum dan aturan diubah menjadi justifikasi untuk korupsi, maka integritas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah akan terkikis. Korupsi yang dibenarkan dengan dalih "disiplin" dapat merusak fondasi tata kelola pemerintahan dan menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, praktik korupsi yang dilakukan atas nama nilai disiplin juga dapat merugikan masyarakat luas dengan merampas sumber daya yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan bersama.

Dengan demikian, perubahan arti dari nilai-nilai khas Indonesia seperti gotong royong dan disiplin dalam konteks politik dinasti dan korupsi dapat menyebabkan degradasi moral dan kehancuran nilai-nilai yang seharusnya menjadi pilar kemajuan bangsa. Penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk menjaga integritas nilai-nilai ini agar tetap mendorong pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Makna Asian value, terutama di Indonesia, memiliki kedalaman yang memengaruhi kerangka nilai masyarakat. Gotong royong, kerja keras, dan kekeluargaan merupakan pilar-pilar yang membentuk identitas bangsa. Ini bukan sekadar tradisi, melainkan fondasi sosial yang memperkuat kohesi sosial dan keberlangsungan pembangunan. Jika nilai-nilai ini diubah atau digantikan oleh opini publik yang lebih individualistik atau pragmatis, akan ada risiko kehilangan identitas kultural dan kekuatan bersama yang telah membawa bangsa ini melalui berbagai tantangan sepanjang sejarahnya.

Namun, bahaya terbesar muncul ketika opini publik memandang rendah atau bahkan menyalahartikan nilai-nilai ini. Jika pandangan negatif terhadap Asian value merajalela, akan terjadi degradasi moral dan kemunduran sosial yang merugikan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk terus mempertahankan dan mempromosikan makna sejati dari Asian value, serta membangun kesadaran akan pentingnya nilai-nilai ini bagi keberlangsungan sosial, ekonomi, dan politik Indonesia. (*)

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES