
TIMESINDONESIA, CIREBON – Sebentar lagi, umat Islam merayakan Idhul Adha 1445 H, pada tanggal 17 Juni 2024, seluruh umat Islam merayakan hari raya Idhul Adha. Karena itu, sudah seharusnya umat Islam mampu merefleksikan secara filosofis dan komprehensif tentang makna kurban. Sehingga ibadah kurban yang dilakukan umat Islam mempunyai nilai yang berarti dalam dirinya.
Dalam bahasa arab, kurban atau disebut juga dengan Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sedangkan ritual kurban merupakan salah satu ritual ibadah pemeluk agama Islam, di mana dilakukan penyembelihan binatang ternak, seperti kambing, sapi, onta, kerbau untuk dipersembahkan kepada Allah.
Advertisement
Secara historis, Ibadah kurban ini dilakukan ketika Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang diturunkan dari Allah SWT untuk menyembelih anaknya Ismail. Perintah itu berarti ujian bagi Nabi Ibrahim untuk merelakan putranya demi mencapai ketaqwaan dan ridha dari Allah SWT. Dan pada akhirnya, penyembelihan anaknya itu diganti oleh Allah dengan seekor kambing.
Di tengah krisis keuangan global inilah dan hidup penuh dengan nafsu materialistis, keimanan dan ketaqwaan umat Islam yang memiliki kelebihan harta dan kekayaan diuji oleh Allah SWT, untuk sedikit mengorbankan hartanya demi menegakkan ajaran dan syariat Islam. Karena itu, sejauhmana kualitas keagamaan umat Islam dalam menjalankan ibadahnya secara vertikal (habluminallah) dan horizontal (habluminannas), akan teruji dalam ritual ibadah kurban ini, untuk selalu memperhatikan kaum fakir miskin dan masyarakat dhuafa.
Secara teologis, kurban sendiri memiliki tujuan bagi umat Islam agar mereka mampu mengikuti jejak jejak ajaran tauhid dari Nabi Ibrahim melalui perjalanan hidupnya untuk melepaskan kepentingan dan kesenangan pribadinya, yang disuruh oleh Allah SW, untuk mengorbankan putranya Ismail. Mungkin dalam rasionalitas manusia modern, sungguh tidak mungkin, orang tua melakukan penyembelihan kepada anaknya. Tapi, Bagi Nabi Ibrahim perintah itu adalah sebuah bentuk ketaatan dan kepasrahan secara menyeluruh kepada Allah SWT.
Ada beberapa faktor teologi untuk membumikan makna idhul kurban. Pertama, ibadah kurban jangan ditafsirkan secara sepihak hanya sebatas formalitas untuk mengurbankan dalam bentuk material atau finansial belaka melalui penyembilah hewan kurban. Akan tetapi, yang lebih signifikan bagi umat Islam harus bisa memahami bahwa hewan kurban hanyalah sebuah simbolis ritual kurban saja.
Sesungguhnya Ibadah kurban memiliki makna yang mendalam, yaitu mengajak umat manusia kembali kepada ajaran tauhid (monoteist), yang berdimensi pada keberpihakan secara sosial kemasyarakatan. Menyatukan dimensi tauhid yang bersifat transendental fungsional dan dimensi kepedulian sosial yang bersifat historis-empiris dalam satu keutuhan pandangan hidup mencerminkan sikap hidup keberagamaan Islam yang autentik dan tulus, untuk mematuhi perintah Allah SWT.
Kedua, sesungguhnya esensi kurban adalah ketaqwaan dan keimanan secara penuh atas perintah Allah SWT. Karena itu, apa-apa yang diperintahkan Allah lakukan secara penuh pengabdian dan pengorbanan serta berikanlah kepada Allah yang terbaik. Sebab apa, Allah SWT tidak pernah membutuhkan apa-apa dari kekayaan, kekuasaan dan jabatan yang dimiliki oleh umat Islam. Melainkan, Allah hanya ingin menguji kesucian diri umat Islam dalam menjalankan ibadah kurban untuk memenuhi perintah dan ajarannya.
Hal itu telah dijelaskan dalam Al-Quran, surat al-Hajj, ayat 37 yang berbunyi “Daging-daging (onta, sapi, kerbau, kambing) dan darahnya itu tidak sekali-kali dapat mencapai (keridhaan) Allah, Akan tetapi, ketaqwaan daripada kamulah yang dapat mencapainya”. Sehingga bukan daging dari kurban itu yang sampai kepada Allah. Tapi, ketaqwaan dalam arti yang sangat luas yang akan dinilai Allah SWT.
Ketiga, ibadah kurban sebagai sebuah simbol suci ini sesungguhnya mempunyai muatan secara teologis, bahwa pada dasarnya kurban merupakan salah satu mediator saja untuk melakukan taqarrub dan tabayyun untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Keempat, dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, Dengan begitu, segala bentuk nafsu dan egoisme umat Islam yang saat ini sedang merasuki manusia dengan mencari kekayaan dan harta benda yang sebanyak-banyaknya di dunia, agar bisa dikikis dengan simbol penyembelihan kurban dan memberikan daging hewan kurban kepada kaum fakir miskin. Dengan demikian, ritual ibadah kurban adalah salah satu bentuk cara untuk mentauhidkan kembali nilai-nilai ketuhanan.
Dengan demikian, penguatan terhadap ajaran-ajaran tauhid kepada umat Islam sangat diperlukan saat ini untuk menghindari segala bentuk kekerasan dan radikalisme dan perbuatan yang menghalalkan segala. Berdasarkan asumsi itulah, ibadah kurban merupakan langkah paling efektif untuk kembali mengingatkan kepada umat umat agar selalu mendekatkan diri kepada Allah.
Karena itu, meniatkan diri untuk kembali menambah nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan umat Islam, menjadi faktor paling utama bagi umat Islam yang menjalankan ritual ibadah kurban agar nilai-nilai ibadahnya dapat di terima oleh Allah SWT. Makna yang terpenting dari memperingati hari raya Idhul Adha adalah bagaimana umat Islam dapat kembali mempertauhidkan kembali ajaran Islam, ke dalam bentuk kehidupan sosial dengan selalu mengasihi dan menyayangi hambanya yang terkena musibah, bencana banjir, tanah longsor, kelaparan dan kemiskinan.
***
*) Oleh : Syahrul Kirom, Dosen Filsafat Agama, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |