Kopi TIMES

Perlukah Puasa Makan Bagi Hewan Kurban Sebelum Penyembelihan?

Minggu, 16 Juni 2024 - 15:43 | 64.07k
Dr. Eko Saputro, S.Pt., M.Si. Widyaiswara Ahli Muda – BBPP Batu, Kementerian Pertanian RI
Dr. Eko Saputro, S.Pt., M.Si. Widyaiswara Ahli Muda – BBPP Batu, Kementerian Pertanian RI

TIMESINDONESIA, BATU – Stres pada sapi atau hewan sembelihan lainnya merupakan konsekuensi dari proses perpindahan atau pengangkutan sapi dari peternakan ke lokasi penyembelihan (Huertas et al., 2010). Beberapa upaya pencegahan stres pada sapi atau hewan sembelihan lainnya tersebut dapat dilakukan untuk meminimalkannya. Misalnya, dengan mengurangi durasi waktu pengangkutan, durasi waktu penampungan, serta durasi waktu penyerapan (withdrawal) pakan dan air; memperbaiki mutu penanganan dan kondisi truk pengangkut sapi atau hewan sembelihan lainnya (Clariget et al., 2021).

Durasi puasa sebelum penyembelihan, termasuk puasa saat pengangkutan dan puasa saat penampungan di kandang di lokasi penyembelihan atau rumah potong hewan (RPH) bagi hewan ruminansia dapat diperpanjang hingga 48 jam atau lebih (Arik dan Karaca, 2017). Biasanya durasi puasa sebelum penyembelihan sapi berkisar antara 12 hingga 24 jam (Ferguson et al., 2007). Durasi istirahat di kandang penampungan di lokasi penyembelihan atau RPH sangat bervariasi, dan dampaknya sangat bervariasi terhadap kesejahteraan hewan serta mutu karkas dan mutu daging. Hal ini merupakan salah satu aspek produksi sapi potong yang paling banyak diteliti dan didiskusikan (Díaz et al., 2014). 

Istirahat sebelum penyembelihan akan memungkinkan sapi untuk mengisi kembali konsentrasi glikogen otot, mengurangi dehidrasi dan penurunan berat karkas, serta pulih dari stres fisik dan emosional yang disebabkan oleh pengangkutan sapi (Liste et al., 2011). Namun, ada peneliti lain yang melaporkan bahwa faktor lingkungan kandang penampungan di RPH yang tidak nyaman lebih cenderung meningkatkan kejadian penyembelihan sapi dengan mutu daging berwarna gelap. Hal ini karena menghambat sapi untuk beristirahat dengan nyaman atau untuk memulihkan diri dari efek kekurangan pakan dan air minum (Perez-Linares et al.. 2015). Hal ini memberikan perbedaan terkait prosedur penelitian dan kondisi lingkungan. Oleh karenanya, sulit untuk menerapkan durasi waktu absolut bagi sapi beristirahat di kandang penampungan RPH (Liotta et al.,  2007).

Dehidrasi dan/atau kekurangan pakan pada sapi dapat mempengaruhi parameter perilaku, respon fisiologis, serta mutu karkas dan mutu daging (del Campo et al., 2010). Sapi perlu minum air untuk merehidrasi jaringan tubuh, memulihkan elektrolit dan enzim di hati dan otot, serta fungsi ginjal (Hogan et al., 2007). Sebagaimana telah disoroti oleh banyak peneliti, besarnya dampak negatif bergantung pada jenis, durasi dan intensitas pemicu stres sebelum penyembelihan; daya tahan hewan; dan kondisi lingkungan kandang sapi (Njisane dan Muschenje, 2017).

Clariget et al. (2021) telah melakukan penelitian untuk menguji hipotesis bahwa pengurangan durasi puasa sebelum penyembelihan akan menurunkan penurunan bobot, meningkatkan mutu karkas dan mutu daging serta parameter fisiologis pada sapi potong. Clariget et al. (2021) menguji pengaruh durasi dan lokasi puasa sebelum penyembelihan yang berbeda terhadap mutu karkas dan mutu daging, serta tingkat hidrasi pada sapi potong setelah perjalanan komersial singkat (1-4 jam) di Uruguay. Hidrasi adalah kemampuan tubuh sapi untuk menyerap air sebagai cairan vital yang dibutuhkan tubuh. 

Durasi puasa sebelum penyembelihan mempengaruhi parameter darah terkait stres dan metabolisme, penurunan bobot hidup dan bobot karkas serta berdampak pada mutu daging sapi (Clariget et al., 2021). Mereka telah melakukan penelitian di Uruguay dengan sampel sebanyak 1.100 ekor sapi jantan dan betina jenis Angus, Hereford dan persilangannya, baik yang dipelihara dengan sistem feedlot ataupun di padang rumput berumur rata-rata 2,5 tahun atau 30 bulan dan bobot hidupnya rata-rata 534,6 kg. Mereka mengevaluasi pengaruh lokasi dan durasi puasa sebelum sapi disembelih terhadap sifat fisiologis, mutu karkas, dan mutu daging sapi. Ada 2 perlakuan durasi puasa sebelum penyembelihan yang diujicobakan, yakni durasi puasa panjang (23–29 jam) dan durasi puasa pendek (2–6 jam). Selain itu juga ada 2 perlakuan lokasi dimana sapi dipuasakan  sebelum penyembelihan, yakni di farm atau peternakan dan di kandang penampungan rumah potong hewan (RPH). Semua sapi hanya dipuasakan makan dan tetap diberi air minum secara ad libitum atau tersedia terus sampai sapi disembelih, kecuali selama pengangkutan. Ada tujuh belas kombinasi perlakuan dalam rancangan penelitian berupa rancangan acak kelompok lengkap.

Clariget et al. (2021) menyimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh lokasi dimana sapi dipuasakan sebelum penyembelihan terhadap variabel fisiologi, mutu karkas dan mutu daging. Sapi dengan durasi puasa pendek mempunyai bobot karkas dan jumlah konsumsi air yang lebih tinggi dibandingkan sapi dengan durasi puasa panjang. Hematokrit, globulin, protein total, dan enzim laktat dehidrogenase pada saat penyembelihan meningkat seiring dengan lamanya puasa. Tidak terdapat pengaruh durasi puasa terhadap ion darah, mutu daging, pH urin, berat dan volume hati, serta bahan kering kulit. Pengurangan durasi puasa sebelum penyembelihan memberikan keuntungan bagi pemilik sapi berupa penambahan berat karkas sapi sebesar 1,2% (sekitar 3,11–3,68 kg). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan hewan berdasarkan tingkat hidrasi yang lebih baik pada saat penyembelihan. 

Hasil penelitian Clariget et al. (2021) menunjukkan efek nyata dari durasi puasa pada berat karkas hangat, berat karkas dingin, dan berat potongan pistola yang sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada sapi jantan dewasa (bull) (Schaefer et al., 1990), sapi jantan muda (steers) (Jones et al., 1990; Gallo dan Gatica 1995) dan anak sapi (Fernandez et al., 1996). Stres sebelum penyembelihan sering kali menimbulkan perubahan perilaku, biokimia, dan fisik (Nijisane dan Muchenje, 2017) dan berkontribusi terhadap penurunan bobot karkas (Jones et al., 1990; Warris 1990).

Penurunan berat badan, terutama karena proses katabolik, merupakan salah satu dampak paling jelas dari kekurangan pakan dan air (Hogan et al.. 2007; Ferguson dan Warner, 2008). Ketika diaktifkan oleh pemicu stres, seperti perlakuan pra-penyembelihan, sumbu HPA merespons dengan pelepasan glukokortikoid dan hormon lainnya, menginduksi katabolisme protein untuk melepaskan asam amino, yang berfungsi sebagai prekursor glukoneogenesis (Parker et al. 2003a; Hogan et al., 2007). Namun, kerugian ini akan berkurang ketika hewan memiliki akses terhadap air saat masa kekurangan pakan (Hogan et al. 2007). Juga, Wythes et al. (1980) mengamati bahwa sapi jantan muda yang memiliki akses terhadap pakan dan air memperoleh pemulihan bobot lebih banyak dibandingkan sapi yang hanya diberi air. Mereka meneliti dan mengevaluasi sapi dengan perlakuan puasa sebelum penyembelihan selama 12 hingga 72 jam (tanpa air dan tanpa pakan) diikuti dengan durasi pemulihan 48 jam.

Hasil Clariget et al. (2021) menunjukkan bahwa durasi puasa sebelum penyembelihan yang panjang (23-29 jam) tidak memberikan manfaat apa pun bagi sapi, peternak, dan jagal atau pedagang daging atau industri daging dibandingkan dengan durasi puasa sebelum penyembelihan yang pendek (2-6 jam). Durasi puasa sebelum penyembelihan yang panjang bagi sapi menyebabkan penurunan konsumsi air dan bobot karkas, yang berdampak pada penurunan mutu daging. Pengurangan durasi puasa sebelum penyembelihan sapi dan sapi mendapatkan akses terhadap air dan pakan yang cukup sebelum pengangkutan sapi sangat direkomendasikan.

Picture1hh.pngTabel 2, Variabel fisiologis pada sapi yang diberi durasi puasa berbeda pada Exp. 2 dan 3 (kuadrat terkecil berarti ± SE

Proporsi komponen tubuh berubah seiring bertambah lamanya durasi puasa (Gallo dan Gatica, 1995), yang dapat disebabkan semata-mata karena hilangnya kadar air atau hilangnya kadar air ditambah dengan katabolisme/anabolisme dalam jaringan (Jones et al. 1990; Warris, 1990). Hewan yang berada dalam situasi stres menunjukkan peningkatan degradasi protein, menyebabkan proses anabolik (penyerapan pakan) atau katabolik (stres karena pengangkutan dan penampungan) dengan hilangnya protein dalam jaringan (Di Marco et al., 2007). Katabolisme, atau anabolisme rendah, mempunyai pengaruh penting karena asupan nutrisi mempunyai dampak besar pada laju pergantian atau turnover protein (Reeds dan Fuller, 1983). Seperti yang ditunjukkan oleh Jones et al. (1988), peningkatan durasi puasa menyebabkan peningkatan hubungan antara tulang dan bobot karkas total dibandingkan dengan otot dan lemak yang tetap konstan. Dengan kata lain, peneliti berspekulasi bahwa jaringan yang mengalami penurunan adalah otot dan lemak. Clariget et al. (2021) melaporkan bahwa ada penurunan rata-rata sebesar 1,2% pada berat karkas hangat pada sapi dengan durasi puasa pendek dari sapi dengan durasi puasa panjang. Hal ini berarti ada susut karkas sekitar 3,11–3,68 kg.

 

* Oleh, Dr. Eko Saputro, S.Pt., M.Si. Widyaiswara Ahli Muda – BBPP Batu, Kementerian Pertanian RI

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES