Kopi TIMES

Ruang Kolaborasi Ekonomi Nasional

Kamis, 20 Juni 2024 - 11:31 | 23.90k
Haris Zaky Mubarak, MA, Analis, Konsultan dan Mahasiswa Doktoral Universitas Indonesia
Haris Zaky Mubarak, MA, Analis, Konsultan dan Mahasiswa Doktoral Universitas Indonesia
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Posisi Rupiah yang saat ini melemah telah membuat lingkaran pengusaha kesulitan dalam pengembangan bisnis. Hal ini pun membuat pemerintah harus melakukan langkah antisipasi responsif, karena tak dapat dipungkiri, terjadinya pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS dan tingginya suku bunga seperti sekarang telah membuat terjadinya peningkatan biaya produksi, sehingga memberi tekanan berat untuk lintas sektor usaha. Menyikapi masalah ini, pengusaha harus berusaha cepat mencari alternatif solusi agar dapat bertahan dan menahan terjadinya ekspansi bisnis.

Jika terus menerus dibiarkan begitu saja, tak menutup kemungkinan akan selalu terjadi penyesuaian harga produk ke konsumen. Jelas ini akan menggerus daya beli warga yang ujungnya hanya akan melahirkan inflasi secara besar-besaran. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) per Jumat (14/6/2024), posisi Rupiah ditutup pada level Rp 16.374 per dollar AS atau melemah 6,33 persen dibandingkan dengan penutupan akhir 2023 (Jisdor, 2024).

Advertisement

Sementara pada analisis data yang lain, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bloomberg menunjukkan jika indeks dollar AS terhadap mata uang utama per Selasa (18/6) tercatat berada pada level 105,4 basis poin (bps) atau menguat 0,09 persen dibandingkan perdagangan hari sebelumnya (Bloomberg, 2024). Melihat perkembangan data ini jelas menunjukkan jika tekanan melemahnya Rupiah jika tidak dikendalikan secara teratur maka besar kemungkinan akan berdampak serius bagi kestabilan ruang ekonomi nasional.

Tekanan Depresiasi

Terjadinya depresiasi Rupiah sejatinya akan meningkatkan biaya produksi, hal ini yang sangat dihindari pemerintah dan juga swasta. Andai, kenaikan suku bunga akan turut memberikan beban tambahan sehingga semakin menyulitkan para pengusaha, baik yang berorientasi usaha pasar dalam negeri maupun ekspor. Dalam eksplorasi lanjutan, daya beli masyarakat dalam negeri juga mudah terpuruk dan negara-negara tujuan ekspor juga mengalami persoalan dalam menata ketahanan logistik masing-masing yang terganggu.

Dampak rasional akibat melemahnya Rupiah kenyataannya berpengaruh signifikan terhadap industri makanan dan minuman nasional. Karena banyak bahan baku impor dan biaya-biaya dengan dolar AS, serta tingkat kompetisi yang semakin kuat, membuat terjadinya polarisasi sentimen pembeli secara luas karena pembeli pada akhirnya akan meminta harga komoditas yang lebih murah. Untuk itu, pemerintah harus mampu mengantisipasi gejolak nilai tukar melalui upaya intervensi secara terarah, termasuk dalam mengatur regulasi devisa hasil ekspor yang sebenarnya banyak membebani para pelaku usaha.

Bagi kelompok konsumen sangat jelas jika pelemahan nilai tukar Rupiah secara terus menerus akan berdampak terhadap barang-barang kebutuhan pokok, terutama yang berkaitan dengan impor seperti beras, gula, serta bahan baku produksi makanan dan minuman yang masih diimpor oleh Indonesia. Saat Rupiah melemah, biaya impor meningkat dan ini berdampak pada kenaikan harga jual. 

Alangkah lebih ideal jika pemerintah Indonesia secara berstruktur menetapkan harga eceran tertinggi dan harga acuan komoditas pokok. Sebagai alternatif kebijakan, pemerintah kiranya dapat memberikan relaksasi kebijakan ekonomi secara seimbang dengan mempertimbangkan ketersediaan barang dan jasa di pasar.

Jika melihat tren pelemahan kurs Rupiah ini berpotensi akan berlanjut hingga akhir tahun seiring dengan kebijakan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), maka ditengah ketidakstabilan kondisi tersebut, setiap pelaku usaha cenderung resisten dalam pengembangan usaha masing-masing. 

Tak jarang pelaku usaha sektor ritel terpaksa mengurangi margin keuntungan mereka atau bahkan berbalik merugi demi menahan dampak risiko yang lebih besar. Inilah tantangannya, karena harus dipahami bahwa kekuatan mendasar dari bisnis ritel adalah pada ketersediaan bahan pokok. Hal ini tidak mudah diprediksi.

Fokus Penataan

Tidak ada pilihan lain bagi pelaku usaha selain mempertahankan bisnis agar tetap produktif dan mencegah dampak besar seperti PHK. Secara kalkulasi sederhana, depresiasi Rupiah hingga mencapai level Rp 16.400 per dollar AS sangat tidak kondusif bagi pelaku usaha. Karena jika mencapai level Rp 16.000 per dollar AS, biaya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (cost of doing business) tergolong mahal, tidak terjangkau, dan tidak kompetitif.

Selain itu, kenaikan biaya ini tidak hanya berlaku pada beban biaya impor bahan baku, tetapi juga komponen beban usaha lainnya seperti logistik, transportasi, dan pembiayaan. Akibatnya, situasi sulit ini akan berdampak pada risiko penurunan kinerja usaha, penurunan penciptaan lapangan kerja, penurunan produksi, serta berisiko pada kemampuan membayar kredit perusahaan. Kekhawatiran terbesar tentu saja adalah pada realisasi investasi dan penerimaan investasi asing, karena pelemahan Rupiah bisa membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia.

Disisi lain, masalah risiko peningkatan volatilitas atau spekulasi pasar keuangan yang cenderung memberikan tekanan terhadap stabilitas makro ekonomi. Bak gayung bersambut pada lingkungan pasar domestik, ada kekhawatiran besar jika semakin lesu dan cenderung hati-hati dalam melakukan ekspansi ekonomi. Kondisi pelemahan nilai tukar Rupiah jelas akan semakin membuat dilema pelaku usaha karena tuntutan biaya bahan baku yang naik memaksa untuk menyesuaikan harga.

Secara taktis, lemahnya ekspansi ekonomi akan memicu pelemahan daya beli masyarakat yang menyebabkan penjualan ritel semakin turun. Hal ini berpotensi mendorong Bank Indonesia (BI) untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya. Jika dilakukan, akan memberikan dampak lanjutan dengan kuatnya aliran modal portofolio asing keluar, sementara aliran modal untuk masuk ke Indonesia berkurang. 

Sebagai antisipasi matang, sudah saatnya pemerintah melibatkan pelaku usaha dalam mengambil kebijakan, terutama yang menyangkut daya beli masyarakat. Apalagi, masyarakat saat ini dibuat bingung dengan persoalan diskursus kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), serta pungutan pajak lainnya yang menjadi beban tambahan di tengah masalah pelemahan nilai tukar Rupiah.

Pemerintah harus fokus dalam penataan ruang serapan nasional agar tidak menciptakan kondisi yang tidak stabil bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi secara luas. Yang paling ideal adalah keberanian pemerintah dalam mengatur regulasi kombinasi kebijakan fiskal secara disiplin, seperti penetapan hasil devisa ekspor dengan ketentuan yang proporsional agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi global. Selain itu, perlu juga ditata kembali ketidakjelasan defisit transaksi berjalan dengan tetap mendorong pertumbuhan sektor riil.

Disinilah pemerintah Indonesia harus memperbaiki koordinasi antar lembaga pemerintahan untuk menambah serapan dolar AS melalui daya tarik kunjungan wisatawan asing ke Indonesia dan mencegah perjalanan wisata orang Indonesia ke luar negeri yang membawa mata uang dolar AS dalam jumlah besar. Kebijakan semacam ini akan memberikan dampak yang baik bagi kestabilan nilai mata uang Rupiah. Disinilah pentingnya
kolaborasi bersama untuk menciptakan ruang-ruang serapan ekonomi
yang efisien, efektif, produktif dan berkelanjutan.

***

*) Oleh : Haris Zaky Mubarak, MA, Analis, Konsultan dan Mahasiswa Doktoral Universitas Indonesia.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES