
TIMESINDONESIA, POTIANAK – Media sosial belakangan diramaikan oleh konten video berisi cekcok antara penagih hutang dan peminjam. Masing-masing saling mengencangkan urat leher dan meninggikan suaranya. Tak jarang cekcok akibat hutang tersebut berakhir dengan perkelahian bahkan berujung maut. Kasus teranyar misalnya, seorang petugas koperasi di Gresik Jawa Timur terkena lemparan mangkuk di bagian kepala saat menagih hutang kepada nasabah.
Miris sekaligus lucu melihat fenomena tersebut. Sebab penagih berhak untuk meminta uang yang dipinjamkannya sesuai dengan tenggat waktu yang telah disepakati, tetapi yang didapat justru adalah serapah, bahkan kekerasan fisik. Selain itu, dampak buruk yang ditimbulkan fenomena tersebut adalah meningkatnya krisis kepercayaan (dalam hal piutang). Lantas bagaimana persoalan piutang ditinjau dari perspektif al-Quran dan Hadis?
Advertisement
Perihal piutang ajaran Islam begitu mewanti-wanti umat muslim agar tidak lalai terhadap hutang yang dimiliki. Sebab sekecil apapun hutang seseorang, kelak akan diperhitungkan. Ini sejalan dengan hadis Nabi saw “Jiwa seorang mukmin akan terkatung-katung karena hutangnya sampai hutang tersebut dilunasi” (HR. Tirmidzi). Betapa tegas peringatan yang terkandung di dalam hadis tersebut. Tetapi yang terjadi justru berbanding terbalik, sebab tidak sedikit pengutang yang dengan sengaja mengabaikan tanggungjawabnya.
Salah satu sifat yang ditekankan al-Quran agar dimiliki setiap muslim terkait masalah piutang adalah amanah. Al-Quran berkali-kali menyinggung ihwal pentingnya sifat tersebut, bahwa amanah menjadi ciri dari keimanan seseorang (Qs. Al-Mu’minun: 8). Oleh sebab itu, dalam konteks piutang, seorang peminjam yang telah diberi kepercayaan (hutang) hendaknya menunaikan amanah yang diterima dan bukan menyalahinya (Qs. Al-Baqarah: 283).
Dalam pada itu, Islam mengajarkan agar seorang muslim mematuhi norma dan etika dalam hutang piutang, baik pemberi hutang maupun peminjam. Etika yang harus dimiliki oleh pemberi hutang antara lain: 1) Pinjaman yang diberikan didasarkan pada niat tolong menolong; 2) Dianjurkan untuk mencatat transaksi hutang (Qs. Al-Baqarah: 282); 3) Memberikan penangguhan pembayaran bagi peminjam yang kesusahan atau mengikhlaskan pinjaman yang diberikan (Qs. Al-Baqarah: 280).
Adapun etika yang harus dimiliki peminjam antara lain: Pertama, Memiliki niatan untuk melunasi hutang. Kedua, Menyegerakan pelunasan hutang atau tidak menunda-nunda. Ketiga, Tidak menyepelekan hutang yang dimiliki. Keempat, Tidak berhutang kecuali terpaksa. Kelima, Memohon kepada Allah agar dihindarkan dari jeratan hutang.
Dengan demikian, menjadi penting bagi seorang muslim agar memiliki sifat amanah dalam hal piutang. Sebab seseorang yang menunaikan amanah (membayar hutangnya) akan memperoleh kehidupan yang aman dan tentram. (*)
***
*) Oleh : M. Agus Muhtadi Bilhaq, Pengamat Sosial, Mengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Pontianak.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Sholihin Nur |