Menghidupkan Kembali Pemikiran Mu’tazilah Menuju Kejayaan Islam

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Umat Islam pada umumnya sering mengagungkan cerita masa keemasan Islam. Hampir semua mahzab pemikiran dan kelompok Islam bangga dengan masa keemasan Islam dengan segala kemajuan yang menempatkan peradaban kala itu telah berpengaruh banyak terhadap dunia saat ini.
Masa keemasan Islam atau yang disebut golden age berlangsung pada abad ke-8 dan 13 masehi telah menjadikan rujukan banyak keilmuan dalam berbagai bidang. Masa keemasan Islam disebut-sebut sebagai penyambung peradaban Yunani terutama dalam perkembangan filsafat. Masa keemasan Islam ini lahir dari pemikir pemikir yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani.
Advertisement
Era keemasan Islam yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmuan saat itu banyak diperbincangkan karena sumbangsih bagi dunia. Bahkan ada sebuah penelitian, andaikan Baghdad tidak diserang bangsa Mongol, diprediksi pencapaian ilmu sains, maju lebih cepat seribu tahun.
Masa keemasan Islam jalan panjang namun sulit sekali saat ini mengembalikan masa kejayaan. Para pemikir Islam dari penjuru dunia sudah banyak membuat argumen dan pandangan dan cara agar kejayaan umat Islam bisa kembali. Akan tetapi, adanya fragmentasi mazhab dan aliran pemikiran dan terkadang menjadi penghalang dalam menyatukan umat untuk mencapai kemajuan bersama.
Perlu diketahui jika dirunut kebelakang. Masa keemasan Islam ternyata banyak dipengaruhi oleh pemikiran Mu’tazilah. Pemikiran Mu'tazilah menjadi dasar penting bagi kemajuan peradaban Islam pada masa itu, terutama dalam aspek pemikiran rasional, filsafat, dan teologi.
Pemikiran Mu'tazilah merupakan salah satu aliran kalam yang pernah memainkan peran penting dalam kemajuan peradaban Islam di masa kejayaannya. Pemikiran Mu’tazilah meletakkan dasar dan sebagai pijakan dalam membangun pada masa keemasan.
Mengapa dengan jalan pemikiran Mu’tazilah? Mu’tazilah dalam memandang manusia memberikan peran bagi akal sebagai jalan penting akal manusia dalam memahami kebenaran. Cara pandang Mu'tazilah yang menekankan rasionalitas dan penggunaan akal sangat relevan untuk menjawab tantangan zaman modern, di mana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci masa kejayaan umat Islam kala itu. Artinya rasionalitas dan konsep kebebasan berkehendak manusia menciptakan jurang pertama dengan kelompok Islam yang lain.
Konsep pemikiran ini menciptakan iklim intelektual yang dinamis dan melahirkan pandangan yang lebih terbuka dan toleran terhadap perbedaan pemikiran serta bidang keilmuan yang lain. Hal Ini berkontribusi pada suasana intelektual yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di zaman keemasan Islam.
Meski banyak diakui sebagai masa kejayaan umat Islam dan selalu dibanggakan oleh umat Islam, akan tetapi pemikiran Mu’tazilah sebagai dasar pemikiran era keemasan rupanya tidak banyak diterima, terutama di Indonesia.
Mahzab di Indonesia secara tradisional adalah Sunni dengan banyak bersandarkan pada Mazhab teologi Asy'ariyyah dan Maturidiyyah, yang memiliki perbedaan mendasar dengan pemikiran Mu'tazilah. Hal ini membuat pemikiran Mu'tazilah sulit diterima. Pemikiran Mu'tazilah memiliki kontroversi tersendiri di kalangan umat Islam. Ada kelompok yang menganggapnya terlalu liberal dan menyimpang dari ajaran Islam yang otentik.
Saya berpandangan kemajuan Islam tidak akan pernah tercapai jika stagnasi dalam pendidikan dan inovasi ilmiah, terutama era saat ini dalam menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan ilmu pengetahuan modern dengan warisan intelektual Islam.
Sekali lagi apa yang terjadi pada umat Islam saat ini, seperti cap terorisme, terbelakang dalam pendidikan, puritan, ekonomi bahkan militer masih tertinggal jauh dari kata maju. Mengapa umat Islam saat ini sulit bersaing dengan negara Barat? Saya berpandangan mindset “urusan dunia tidak akan dibawa mati” atau “urusan dunia jangan dikejar”
Cara pandang seperti ini cenderung pasrah pada nasib dan tidak memiliki kompetensi SDM kompetitif. Jika dibandingkan dengan negara negara yang sudah maju kemampuan SDM dan kompetensi yang harus dimiliki. Maka tidak heran bila negara-negara Islam saat ini sudah kewalahan menghadapi hegemoni Barat dan China. Ekonomi dan ketergantungan politik, negara-negara Islam masih belum mempunyai nilai tawar yang cukup.
Apa yang saya sampaikan diatas tentang pemikiran Mu’tazilah sebagai langkah untuk mengembalikan kejayaan Islam bukan tajuk paling utama. Paling tidak kejayaan islam pernah ada bukti, bahwa cara dan konsep pemikiran Mu’tazilah dapat di implementasikan.
Poin utamanya adalah, pembaruan dan kemajuan umat Islam harus dilandasi oleh semangat ijtihad yang terbuka, kritis, dan kontekstual. Umat Islam dapat menemukan formula yang sesuai untuk menjawab tantangan zamannya, tanpa harus terjebak dalam perdebatan mazhab yang rigid. Jadi tidak harus dengan pemikiran Mu’tazilah. Dengan mindset terbuka dan kompetitif, Insyaallah kejayaan umat islam bisa diraih kembali.
***
*) Oleh : Hamdan Muafi, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |