Kopi TIMES

Misinterpretasi dalam Memaknai Perlindungan Data Pribadi

Sabtu, 06 Juli 2024 - 12:00 | 38.65k
Ahmad Basori, S.H., Komisioner Bawaslu Mojokerto Tahun 2018 - 2023, sekarang ASN di Bawaslu  Mojokerto
Ahmad Basori, S.H., Komisioner Bawaslu Mojokerto Tahun 2018 - 2023, sekarang ASN di Bawaslu Mojokerto
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MOJOKERTO – Belakangan ini, ada perilaku berbeda yang dilakukan oleh jajaran KPU berkaitan dengan akses data yang diberikan kepada Bawaslu. KPU selalu berlindung bahwa ada data yang sifatnya rahasia yg tidak boleh di publish berdasarkan pada UU nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. UU ini seolah olah menjadi tameng bagi jajaran KPU, sehingga haram hukumnya memberikan data utamanya berkaitan dengan data pribadi seseorang, termasuk kepada jajaran Bawaslu.

Interpretasi ini, dalam pandangan penulis salah kaprah dan harus diluruskan. Aturan berkaitan dengan perlindungan data pribadi dalam pandangan penulis sejatinya dipergunakan untuk melindunginya data seseorang dari kemungkinan data itu dipergunakan pihak yang tidak bertanggungjawab melakukan perbuatan melawan hukum yg bisa merugikan kepentingan si pemilik data. 

Advertisement

Bahkan secara tegas dijelaskan dalam pasal 15 (1) UU tersebut bahwa “Hak-hak Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10 ayat (1), Pasal 11 dan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan untuk:

a. Kepentingan pertahanan dan keamanan nasional.

b. Kepentingan proses penegakan hukum.

c. Kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara.

d.    Penyelenggaraan negara.

e. Kepentingan pengawasan sektor jasa keuangan, moneter, sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan yang dilakukan dalam penyelenggaraan negara; atau.

f. Kepentingan statistik dan penelitian ilmiah. 

Selanjutnya dalam pasal 50 (1) masih dalam UU yang sama bahwa kewajiban Pengendali Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 32, Pasal 36,  Pasal 42, Pasal 43 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c, pasal 44 ayat (1) huruf b, Pasal 45, dan Pasal 46 ayat (1) huruf a, dikecualikan :

a.    Kepentingan pertahanan dan keamanan nasional.

b.    Kepentingan proses penegakan hukum.

c.    Kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara.

d.    Penyelenggaraan negara.

Dalam konteks ini kiranya perlu dipertegas lagi untuk mengingatkan jajaran KPU tentang ketentuan pasal 1 angka 7 UU nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum “Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat. 

Pemilu adalah bagian dari penyelenggaraan Negara. Melalui proses Pemilu diharapkan keberlanjutan proses kehidupan bernegara berlangsung dalam suasana aman, tertib, dan damai. Pemilu adalah wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diakui sebagai sarana legalitas bagi estafet pergantian tampuk kepemimpinan dimasa yang akan datang.

Apalagi berkaitan dengan beberapa pelaksanaan tahapan Pemilu, KPU dan Bawaslu membutuhkan elemen data pribadi yang diperlukan untuk menetapkan seseorang itu memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat untuk ikut berpartisipasi dalam hajatan lima tahunan kontestasi pelaksanaan Pemilu. Misalnya untuk menilai seseorang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat menjadi anggota Parpol, menjadi pendukung bakal calon DPD tertentu, atau bahkan untuk menilai memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat dalam menentukan hak memilih dan dipilih dalam Pemilu maupun Pilkada.

Semuanya bisa dinilai oleh Penyelenggara Pemilu bila mengetahui detail isi KTP atau KK seseorang. Jajaran KPU bekerja secara tehnis dalam fungsi penyelenggaraan, dan  jajaran Bawaslu melakukan fungsi pengawasan untuk memastikan kinerja jajaran KPU sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga tidak ada pihak yang diuntungkan atau dirugikan oleh kinerja jajaran KPU. 

Hari ini ketika tahapan pemutakhiran data pemilih sedang dilakukan, elemen data pribadi sebagai dasar untuk melakukan pemutakhiran data menjadi sesuatu yang mutlak diperlukan tidak hanya oleh KPU sebagai penyelenggara tehnis tetapi juga Bawaslu sebagai penyelenggara pengawasan. Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) sudah diserahkan oleh Menteri Dalam Negeri kepada KPU sesuai jadual pada tanggal 24 April sampai dengan 31 Mei 2024.  Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih sesuai jadual berlangsung 31 Mei sampai dengan 23 September 2024. 

Ironisnya, jajaran Bawaslu yang menyelenggarakan fungsi pengawasan hingga detik ini masih banyak yang belum mendapatkan akses DP 4. Jajaran KPU berdalih DP 4 adalah data pribadi yang harus dilindungi, dan tidak bisa diberikan kepada siapapun termasuk jajaran Bawaslu.

Padahal sebagaimana yang sudah diketahui bersama persoalan data pemilih sering menjadi residu dalam banyak hajatan Pemilu. Datar pemilih yang komprehensif, akurat, mutakhir dan transparan sering dijadikan salah satu materi permohonan sengketa hasil oleh peserta Pemilu yang kalah dalam sebuah kontestasi. Tidak diberikannnya DP 4 oleh jajaran KPU kepada Bawaslu telah memberikan ruang yang yang sempit kepada jajaran Bawaslu untuk bisa melakukan pengawasan secara optimal. Tentu ini akan membawa implikasi bagi diperolehnya data pemilih yang kredibel untuk keperluan baik Pemilu maupun Pilkada yang jauh lebih baik. 

Sebuah pertanyaan besar dalam benak penulis. Jikalau tidak diberikannya DP 4 oleh KPU kepada Bawaslu karena alasan perlindungan data pribadi, lantas kenapa DP 4 itu diberikan kepada jajaran ad hoc KPU  baik PPK, PPS maupun Pantarlih. Padahal sebagimana telah penulis sebutkan di awal merujuk ketentuan pasal 1 angka 7 UU nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum “Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawalu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu.  

Dalam kalimat yg lebih ekstrim, menghalangi jajaran Bawaslu untuk mendapatkan data pribadi dalam melakukan pengawasan Pemilu sama maknanya menghalangi Penyelenggara Pemilu dalam hal ini Bawaslu dalam melakukan tugas dan kewajibannya. Dalam pandangan penulis, bila diperluas, konteks ini bisa berimplikasi pada berbagai jenis pelanggaran, bukan hanya sebagai pelanggaran administrasi tetapi juga pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum yang lainnya.

Semestinya sebagai sesama Penyelengara Pemilu,  KPU meletakkan Bawaslu sebagai mitra sejajar  yang harus saling bersinergi dalam bingkai tujuan besar suksesnya Pemilu untuk demokrasi yang lebih baik dan bermartabat. 

***

*) Oleh : Ahmad Basori, S.H., Komisioner Bawaslu Mojokerto Tahun 2018 - 2023, sekarang ASN di Bawaslu  Mojokerto.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES