Tahun Baru Hijriyah dan Hikmah Peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Tahun Baru Hijriyah atau Tahun Baru Islam yang saat ini menginjak usia 1446 tahun, tepatnya pada 1 Muharram 1446 H atau 7 Juli 2024, menjadi momentum untuk mengambil hikmah atas peristiwa sejarah besar.
Tepatnya, peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW. pada tahun 622 Masehi silam. Berikut kisah penuh hikmah atas peristiwa hijrah Rasulullah SAW sesuai yang tertuang dalam Kitab Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam.
Advertisement
Hijrahnya Rasulullah ke tanah berkah atau Yastrib (Madinah) saat itu, dilatarbelakangi peristiwa Baiat Aqabah pertama, yaitu pada tahun 621 M. Baiat Aqabah atau Perjanjian Aqabah 1 tersebut merupakan kesepakatan penting yang meneguhkan komitmen mematuhi prinsip-prinsip Islam dan menjaga persatuan serta keharmonisan di Yastrib (Madinah).
Setelah Baiat Aqabah, orang-orang Quraisy seolah-olah sedang berjalan di tepi jurang karena kota Yatsrib atau Madinah yang sudah dikuasai Islam, merupakan jalur penting kafilah Quraisy. Sedangkan, dideklarasikannya Baiat Aqabah bukan hanya ditujukan sebagai permusuhan dengan orang-orang Quraisy, tetapi juga pengumuman dimulainya proses migrasi manusia yakni lewat hijrahnya kaum Muslimin, baik secara jamaah atau individu dari Mekah ke Madinah.
Kaum Quraisy pun bereaksi keras dengan mencegah kepergian kaum Muslimin, diantaranya dengan memisahkan antara suami dan istri serta anak-anaknya. Sehingga demi bisa hijrah, seorang Muslim rela meninggalkan keluarganya, dengan terus berdoa semoga Allah SWT dapat menyatukan mereka kembali. Ada pula yang menebus dirinya dengan harta dan ditinggalkan begitu saja untuk diambil orang-orang Quraisy lalu pergi menuju Madinah. Adapun Umar berhijrah ke Madinah dengan menghunuskan pedang di tengah hari, seraya menantang orang-orang kafir dan berkata: "Barang siapa yang ingin (tega) seorang ibu kehilangan anaknya, maka jumpailah aku.”
Kemudian, kaum Muhajirin atau sahabat Rasulullah SAW yang berhasil hijrah meninggalkan Mekkah disambut sukacita oleh sahabat Anshar Madinah. Namun pada saat itu, Rasulullah SAW belum melakukan hijrah dan masih menetap di Kota Makkah sekalipun sahabat Abu Bakar terus meminta Rasulullah SAW segera berhijrah, namun beliau selalu berkata, "Janganlah tergesa-gesa, dan semoga Allah memberikanmu teman seperjalanan." Sedangkan Abu Bakar yang begitu setia, tidak berpikir untuk mencari teman perjalanan hijrah selain Rasulullah SAW.
Di lain sisi, kaum Quraisy semakin ingin melakukan aksi membunuh Rasulullah SAW sebelum Rasulullah SAW berhijrah dan semakin kuat tatkala berkumpul bersama para pengikutnya di Madinah. Mulailah persekongkolan dan itikad buruk, diantaranya mengutus pemuda dari tiap kabilah untuk bersama-sama melakukan upaya membunuh Rasulullah SAW.
Satu malam, ketika Rasulullah SAW mengetahui upaya kaum Quraisy untuk mengepung rumah dan berupaya membunuhnya, maka Rasulullah dengan cendekia-nya telah mengatur strategi. Saat itu, beliau meminta Ali bin Abi Thalib untuk tidur menggantikannya di kasurnya. Sedangkan Rasulullah SAW segera pergi ke rumah Abu Bakar dan mengabarkannya bahwa Allah SWT telah mengizinkan untuk berhijrah. Lantas keduanya pun berangkat di waktu malam menuju Gua Tsur, sebuah gua yang terletak di atas gunung dan memiliki tanjakan yang sangat susah.
Kisah persembunyian Rasulullah SAW di dalam gua tsur ini kemudian menjadi sebuah salah satu peristiwa epik atau bersejarah. Salah satunya adalah ketika Allah SWT memberikan pertolongan melalui rumah laba-laba yang yang tidak rusak sedangkan jika ada manusia yang masuk dalam gua, seharusnya rumah laba-laba terputus.
Para pengejar yaitu para pemuda Quraisy, tidak yakin Rasulullah dan Abu Bakar berada dalam gua. Mereka berkata, "Kalau keduanya memasuki gua, sarang laba-laba ini pastinya putus dan burung merpati ini tentunya sudah terbang" (Dala'il an-Nubuwwah 2/381).
Pada akhirnya, Rasulullah pun berhasil meninggalkan kota Makkah dan bersabda sembari menatap kota Mekah dari kejauhan di atas ketinggian gunung: "Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah tanah yang paling disukai oleh Allah, dan paling dimuliakan di sisi Allah, dan tanah yang paling aku cinta. Kalau bukan karena pendudukmu mengusirku maka aku ndak akan meninggalkanmu." (HR. Tirmizi 3925 & Ibnu Majah 3108).
Perjalanan hijrah pun dilanjutkan dengan menempuh jalur yang tidak biasanya, yaitu melalui selatan Mekah ke arah Yaman lalu ke Tihamah di samping Laut, kemudian ke utara melewati jalanan kasar dan tandus yang belum pernah dilalui manusia dan jauh dari penglihatan manusia, hingga kemudian berhasil menuju Yastrib atau Madinah.
Tahun peristiwa hijrah Rasulullah tersebut itulah yang kemudian ditetapkan sebagai awal tahun baru Islam, tepatnya tahun 622 M. dan dari peristiwa tersebut, kita pun dapat mengambil hikmah atas perjuangan, pengorbanan, keberanian, kesabaran, dan ketangguhan yang dimiliki Rasulullah SAW dan telah diteladani oleh para sahabat. Namun hadiah atas rangkaian perjuangan pun bukanlah mimpi belaka, namun nyata adanya yaitu kedamaian mereka di tanah penuh berkah Madinah.
Peristiwa hijrah tersebut juga menunjukkan kepedulian besar Rasulullah SAW terhadap keamanan para sahabat atau pengikutnya. Sedangkan jauh sebelum hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW pun juga melangsungkan hijrah pertamanya ke Habasyah, yang kini dikenal sebagai Ethiopia, pada bulan Rajab tahun ke-5 kenabian.
Dari Ibnu Ishaq, dikisahkan bahwa Rasulullah SAW bersedih dan berempati melihat penderitaan yang dialami sahabat-sahabatnya, sedang beliau dalam keadaan segar bugar karena kedudukan beliau di sisi Allah SWT dan di sisi pamannya, Abu Thalib. Rasulullah SAW bersedih karena tidak mampu melindungi mereka terhadap penderitaan yang dialami, maka beliau bersabda kepada mereka: 'Bagaimana kalau kalian berangkat ke negeri Habasyah, karena rajanya tidak mengizinkan seorang pun didzalimi di dalamnya, dan negeri tersebut adalah negeri yang benar, hingga Allah memberi jalan keluar bagi penderitaan yang kalian alami?'
Atas saran tersebut, kaum Muslimin sahabat-sahabat Rasulullah SAW berangkat ke Habasyah yang saat itu dipimpin raja Ashhaman An-Najasyi nan arif bijaksana, dan membuat kaum muslimin leluasa beribadah dengan tenang dan damai.
Subhanallah, dan semoga kita semua dalam momentum tahun Hijriyah, meyakini bahwa setiap ikhtiar kita melakukan kebaikan, mendekatkan kita pada keberkahan hidup. Amin.
***
*) Oleh : Lia Istifhama, Penulis.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hainorrahman |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |