Kopi TIMES

Jangan Pangkas Anggaran Pendidikan

Minggu, 14 Juli 2024 - 00:18 | 52.32k
Kristoforus Bagas Romualdi, Pegiat Gerakan Digital Jangkar Nusantara.
Kristoforus Bagas Romualdi, Pegiat Gerakan Digital Jangkar Nusantara.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Beberapa hari belakangan, publik dibuat heran dengan kabar 20 persen dana APBN untuk anggaran pendidikan yang sebagian besarnya justru dialokasikan untuk berbagai hal di luar kebutuhan dan program Kemendikbud-Ristek. Lebih detail, Komisi X DPR RI menyebutkan bahwa Kemendikbud-Ristek hanya mendapatkan sekitar 15 persen dari total 20 persen anggaran pendidikan. 

Sedangkan, 85 persen dari anggaran pendidikan justru berada di luar kementerian terkait. Di antaranya, 40 persen di transfer ke dana desa dan transfer keuangan daerah. Kemudian sekitar hampir mungkin 20 persen ada di kementerian/lembaga lainnya. Dan sekitar hampir 15 persen ada di Kementerian Keuangan sebagai dana darurat. 

Advertisement

Tentu saja jika kabar tersebut benar, maka itu adalah realita yang menyedihkan bagi pendidikan Indonesia. Apalagi, Presiden Joko Widodo selaku kepala negara dan kepala pemerintahan pada tahun 2019 mengatakan pembangunan sumber daya manusia merupakan prioritas bagi dirinya selama masa bakti periode kedua hingga tahun 2024. 

Menjadi sebuah anomali apabila anggaran pendidikan kemudian justru didistribusikan untuk hal-hal di luar kebutuhan kemajuan pendidikan itu sendiri. Karena kebijakan tersebut sama saja dengan memangkas anggaran pendidikan yang semestinya tidak diperkenankan. Padahal, pendidikan adalah jembatan penting untuk membangun sumber daya manusia yang unggul. 

Di sisi lain, menjadi hal yang wajar apabila kabar alokasi dana pendidikan tidak tepat sasaran membuat publik geram. Karena hingga saat ini, kondisi pendidikan di Indonesia masih mengalami berbagai carut marut yang meresahkan. Mulai dari persoalan kesejahteraan dan kualitas guru, dosen, infrastruktur pembelajaran, hingga sempat heboh wacana kenaikan UKT mahasiswa yang menyebabkan munculnya berbagai reaksi keras penolakan. 

Artinya, anggaran pendidikan yang ada, semestinya 100% digunakan sebagai solusi peningkatan kualitas pendidikan. Bukan justru dipangkas dan dialokasikan untuk hal-hal yang tidak relevan. Belum lagi dengan wacana masa depan, yakni pemangkasan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk program makan siang gratis yang sempat menuai kritik dari kelompok guru. Sungguh, ini adalah sebuah ironi ketika sektor pendidikan masih banyak yang belum beres, namun anggarannya justru disunat untuk keperluan lain. 

Oleh karena itu, perlu ada komitmen dan kebijakan yang lebih tegas dari pemerintah. Optimalisasi anggaran dan transparansi penggunaan dana sangat penting agar setiap rupiah yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Karena biar bagaimanapun, pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan suatu negara. 

Pemerintah perlu melihat bahwa investasi tidak melulu menyoal tentang keuntungan praktis dari pola penanaman modal di sektor ekonomi, melainkan juga perlu ada investasi jangka panjang melalui dunia pendidikan. Kemajuan di sektor pendidikan akan berimplikasi secara positif pada banyak hal, termasuk di antaranya membawa manfaat bagi pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Karena dengan meningkatkan kualitas pendidikan, akan tercipta sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan siap bersaing di pasar global. 

Namun, pengurangan anggaran pendidikan dapat menghambat upaya tersebut, karena justru mengurangi sumber daya yang diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu, pengurangan anggaran pendidikan juga dapat menyebabkan penurunan akses terhadap pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu. 

Banyak anak-anak dari keluarga miskin yang bergantung pada bantuan pemerintah dalam mendapatkan pendidikan. Jika anggaran pendidikan terus dipangkas dan dialokasikan untuk hal lain, maka mereka akan kesulitan untuk mengakses pendidikan yang layak dan berkualitas. Hal ini dapat berdampak pada meningkatnya angka putus sekolah, utamanya di perguruan tinggi, dan kurangnya kesempatan untuk meraih mimpi mereka. 

Data World Population Review 2024 yang menyebutkan rata-rata IQ orang Indonesia berkisar 78,49 juga harus menjadi perhatian serius mengapa anggaran pendidikan tidak boleh dipangkas dan dialihkan untuk hal lain. Karena angka tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-129 dari 197 negara yang diuji. 

Rata-rata IQ orang Indonesia juga jauh di bawah rata-rata IQ penduduk dunia, yaitu antara 85 hingga 115. Ditambah dengan kondisi literasi membaca Indonesia yang masih rendah, di mana merunut dari data Programme for International Student Assessment (PISA), skor yang didapatkan Indonesia mengalami penurunan dibanding tahun 2018 dan Indonesia masih menduduki 11 peringkat terbawah dari 81 Negara yang didata meskipun secara peringkat mengalami peningkatan. Sehingga alangkah baiknya anggaran pendidikan sungguh-sungguh digunakan untuk optimalisasi bidang pembelajaran dan infrastrukturnya. 

Apalagi masih banyak sekolah terutama di pedesaan dan pedalaman di Indonesia yang mengalami kekurangan fasilitas dasar. Dengan anggaran yang tepat, perbaikan infrastruktur, penyediaan alat pembelajaran yang modern dan akses ke teknologi akan sangat membantu dalam proses belajar mengajar sehingga bisa meningkatkan mutu profil lulusan. 

Apabila pemerintah melakukan pemangkasan dan distribusi sebagian besar anggaran pendidikan karena merasa sektor Kemendikbud-Ristek ini sudah baik-baik saja, maka ada baiknya agar pemerintah menata kembali alokasi anggaran pendidikan sehingga bisa lebih produktif dan tepat sasaran. Karena nyatanya, masih banyak yang harus diperbaiki dalam dunia pendidikan Indonesia. 

Lain cerita jika pemerintah menganggap pencapaian Kemendikbud-Ristek saat ini sudah memuaskan tanpa melihat apa yang terjadi di sekolah atau perguruan tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah pada akhirnya hanya menjadikan pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia sebagai prioritas yang ke-sekian. Semoga pemerintah mempertimbangkan hal ini.

***

*) Oleh : Kristoforus Bagas Romualdi, Pegiat Gerakan Digital Jangkar Nusantara.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES