Kopi TIMES

Skandal Guru Besar: Ketika Politik Mengintervensi Dunia Akademik

Sabtu, 20 Juli 2024 - 14:26 | 43.58k
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia telah menyaksikan serangkaian skandal yang melibatkan guru besar atau profesor di berbagai universitas terkemuka.

Jabatan guru besar, yang seharusnya menjadi puncak prestasi akademik dan simbol integritas intelektual, ternyata tidak lepas dari berbagai manipulasi dan penyalahgunaan. Dari manipulasi administratif hingga penggunaan jurnal predator, skandal-skandal ini tidak hanya mencoreng nama baik individu-individu yang terlibat, tetapi juga mencederai reputasi institusi pendidikan tinggi di Indonesia.

Advertisement

Kasus-kasus skandal yang mencuat mengungkap adanya kerjasama gelap antara dosen-dosen tertentu dengan pihak luar untuk mempercepat proses kenaikan jabatan akademik tanpa memenuhi persyaratan yang sebenarnya. Penelitian yang dilakukan sering kali tidak memenuhi standar ilmiah yang seharusnya, dan publikasi karya ilmiah di jurnal predator menjadi modus operandi untuk mengelabui sistem penilaian akademik. Dampak dari praktik semacam ini sangat merugikan dunia akademik, karena menciptakan ilusi prestasi yang tidak berdasarkan pada kualitas dan integritas akademik yang sejati.

Lebih mengkhawatirkan lagi, skandal-skandal ini sering kali melibatkan figur publik dan tokoh politik, yang memanfaatkan jaringan dan kekuasaan mereka untuk meraih gelar guru besar demi kepentingan pribadi. Skandal semacam ini memperlihatkan betapa rapuhnya sistem pendidikan tinggi kita terhadap intervensi dan manipulasi dari luar, dan betapa mendesaknya kebutuhan untuk reformasi yang menyeluruh. Upaya untuk membersihkan dunia akademik dari praktek-praktek kotor ini harus menjadi prioritas, agar integritas dan kredibilitas pendidikan tinggi di Indonesia dapat dipulihkan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Penunjukan guru besar di Indonesia tidak selalu berdasarkan meritokrasi murni. Di beberapa kasus, politik memainkan peran besar melalui patronase politik dan intervensi. Patronase politik memungkinkan figur-figur politik menggunakan pengaruh mereka untuk membantu individu tertentu mencapai posisi guru besar, meskipun mungkin tidak memenuhi semua persyaratan akademis yang ketat. Hal ini menciptakan situasi di mana kualifikasi akademis dan kontribusi ilmiah menjadi kurang penting dibandingkan dengan koneksi politik dan dukungan yang diterima.

Contoh yang mencolok dari patronase politik ini terlihat dalam skandal yang melibatkan sejumlah politikus yang memperoleh gelar guru besar dengan cara-cara yang meragukan. Beberapa di antaranya menggunakan jurnal predator untuk mempublikasikan karya mereka, yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk mengajukan gelar guru besar. Dalam kasus ini, jaringan politik dan kolusi dengan para asesor pihak pemerintah terkait yang memungkinkan terjadinya manipulasi tersebut.

Skandal di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) adalah contoh lain dari bagaimana politik dapat mempengaruhi penunjukan guru besar. Sebanyak 11 dosen Fakultas Hukum ULM diduga melakukan rekayasa syarat-syarat untuk memperoleh gelar guru besar. Penyelidikan lebih lanjut mengungkap adanya dugaan intervensi dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan politik untuk mempermudah proses pengangkatan ini. Dampak dari intervensi politik dalam penunjukan guru besar sangat merugikan moral dan semangat ilmiah dosen lainnya. Ketika dosen-dosen yang berprestasi harus berjuang keras memenuhi semua persyaratan dengan cara yang sah, melihat kolega mereka mendapatkan gelar dengan cara-cara yang tidak etis dapat menurunkan motivasi dan semangat mereka. Hal ini juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi di Indonesia, memperlihatkan bahwa sistem yang ada rentan terhadap manipulasi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Pekerjaan rumah besar bagi pendidikan Indonesia terlihat jelas dari banyaknya praktik skandal guru besar yang terungkap. Oleh karena itu, reformasi mendasar dalam sistem pendidikan tinggi sangat diperlukan untuk memastikan bahwa proses pengangkatan guru besar dilakukan dengan transparansi dan sesuai dengan standar akademik yang tinggi. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, harus berkomitmen untuk menegakkan aturan tanpa pandang bulu dan menindak tegas segala bentuk penyimpangan. Langkah ini penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan dan memastikan bahwa Indonesia memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas untuk menghadapi tantangan global di masa depan. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Muhammad Nafis S.H., M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES