
TIMESINDONESIA, MALANG – Perubahan sosial di dalam kehidupan masyarakat adalah merupakan gejala umum yang terjadi disetiap saat kapan dan di mana saja karena hal itu merupakan gejala sosial yang terjadi sepanjang masa. Tidak ada satu pun masyarakat di muka bumi ini yang tidak mengalami suatu perubahan dari waktu ke waktu.
Karena melekatnya gejala perubahan sosial di dalam masyarakat itu, sampai sampai ada yang mengatakan bahwa semua yang ada di masyarakat mengalami perubahan, kecuali satu hal yakni perubahan itu sendiri. Artinya perubahan itu sendiri yang tidak mengalami perubahan, tidak surut atau berhenti seiring dengan bergulirnya waktu Perubahan sosial selalu terjadi disetiap masyarakat.
Advertisement
Perubahan terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia itu sendiri. Manusia selalu berubah dan menginginkan perubahan dalam hidupnya. Manusia adalah makhluk yang selalu berubah, aktif, kreatif, inovatif, agresif, selalu berkembang dan responsif terhadap perubahan yang terjadi disekitar lingkungan sosial mereka.
Di dalam masyarakat, nilai-nilai sosial tertentu yang lama dan sudah tidak memenuhi tuntutan zaman akan hilang dan diganti dengan nilai-nili baru. Kemudian, nilai-nilai itu diperbaharui lagi dan diganti dengan nilai-nilai yang lebih baru lagi. Nilai-nilai tradisional diganti dengan nilai-nilai modern, nilai modern diganti dan diperbaharui lagi dengan yang lebih baru lagi, yaitu post modern, dan seterusnya.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Teori Siklis (Cyclical Theory). Teori ini mempunyai perspektif (sudut pandang) yang menarik dalam melihat perubahan sosial. Teori ini beranggapan bahwa perubahan sosial tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapa pun, bahkan orang-orang ahli sekalipun. Dalam setiap masyarakat terdapat siklus yang harus diikutinya.Teori siklus kekuasaan Ibnu Khaldun didasarkan pada pemahaman mendalam tentang dinamika sosial dan politik. Ia mengamati bahwa setiap dinasti atau kekuasaan politik mengalami proses perubahan yang berulang-ulang. Teori ini memiliki beberapa komponen kunci:
Awal Kekuasaan: Ibnu Khaldun mengamati bahwa awal munculnya sebuah dinasti atau kekuasaan seringkali didorong oleh semangat dan tekad yang kuat. Pemimpin pertama dari dinasti tersebut memiliki ambisi besar untuk memperluas wilayah, memperkuat kekuatan, dan meningkatkan kehidupan rakyatnya.
Puncak Kekuasaan: Pada tahap ini, dinasti atau kekuasaan mencapai puncaknya. Kekuatan militer, ekonomi, dan budaya mereka berkembang pesat. Mereka seringkali menjadi penguasa yang dominan dalam dunia politik pada masanya.
Penurunan: Setelah mencapai puncak kekuasaan, Ibnu Khaldun mengamati bahwa dinasti tersebut cenderung mengalami penurunan. Pemimpin-pemimpin yang menggantikan pendiri dinasti mungkin tidak memiliki semangat dan tekad yang sama. Mereka lebih fokus pada kenikmatan pribadi dan kebijakan yang kurang efektif.
Kehancuran: Pada titik ini, dinasti atau kekuasaan mengalami kemunduran yang signifikan. Kekuatan mereka melemah, dan mereka menjadi rentan terhadap serangan dari luar atau pemberontakan internal. Dinasti tersebut dapat hancur dan digantikan oleh kekuasaan baru.
Siklus Baru: Proses ini kemudian dimulai lagi dengan munculnya dinasti atau kekuasaan baru yang memiliki semangat dan tekad yang kuat.
Mengutip dari buku FALSAFAH IBNU KHALDUN, ITBM, 2015, Ibnu Khaldun dianggap sebagai pembuka jalan bagi Machiavelli, Bodin, Comte, dan Curmut. Salah satu kontribusi paling penting Ibnu Khaldun dalam ilmu sosial adalah teori siklus sejarah. Menurut teori ini, masyarakat melalui empat fasa atau "siklus sejarah" yang terus berulang, iaitu:
- Fasa kebangkitan (al-ibda): masyarakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam pelbagai bidang, seperti ekonomi, politik, dan kebudayaan.
- Fasa kegemilangan (az-zaman at-tsaqif): masyarakat mencapai puncak kejayaan dan kemajuan dalam pelbagai aspek kehidupan.
- Fasa kemerosotan (ad-daur): masyarakat mengalami kemunduran dan krisis dalam pelbagai bidang, termasuk ekonomi, politik, dan sosial.
- Fasa keruntuhan (al-haad): masyarakat mengalami kehancuran dan kekacauan.
Menurut Ibnu Khaldun, teori siklus ini terjadi karena manusia cenderung untuk mengulangi kesilapan mereka dalam sejarah dan tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. Dalam setiap siklus, faktor-faktor seperti ketidakadilan, korupsi, dan kelemahan moral menyebabkan kemerosotan dan akhirnya keruntuhan masyarakat. ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Kukuh Santoso, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |