Kopi TIMES

Tantangan dan Peluang Digitalisasi Pendidikan di Indonesia

Rabu, 14 Agustus 2024 - 17:47 | 178.13k
Mubasyier Fatah, Koordinator Bidang Ekonomi Kreatif, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU), Bendahara Umum PP MATAN, Pelaku Industri TI
Mubasyier Fatah, Koordinator Bidang Ekonomi Kreatif, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU), Bendahara Umum PP MATAN, Pelaku Industri TI
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dewasa ini dunia pendidikan bertransformasi sangat cepat, dan digitalisasi memainkan peran utama di dalamnya. Adopsi teknologi digital oleh dunia pendidikan dimulai semenjak kemajuan teknologi informasi dan internet bertumbuh besar sejak akhir dekade 1990-an.

Namun, secara tak terduga, pandemi Covid-19 ‘memaksa’ institusi pendidikan untuk mempercepat akses ke teknologi digital guna melangsungkan proses pembelajaran jarak jauh (online). Di era kenormalan baru,  inovasi digital telah menjadi kekuatan baru yang terbukti mampu meningkatkan kualitas dan relevansi pembelajaran, memperkuat inklusi, dan meningkatkan administrasi dan tata kelola pendidikan.

Advertisement

Definisi dan Konsep yang Dinamis

Digitalisasi dalam pendidikan dapat didefinisikan sebagai penggunaan teknologi digital untuk memudahkan proses pendidikan, baik pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan non formal, di luar sekolah.

Digitalisasi pendidikan dianggap sebagai konsep yang sangat diperlukan untuk mempersiapkan masa depan mengikuti tujuan industri 4.0 dan masyarakat 5.0. Secara konseptual transformasi digital, yang dipandang sebagai ciri revolusi industri keempat, mencakup internalisasi keterampilan baru oleh individu serta penemuan teknologi. 

Konsep ini memberi warna pada konsep transformasi Pendidikan 4.0 (Education 4.0) yang menonjolkan pembelajaran antar-teman, keterampilan berpikir kritis, metode penilaian otomatis, analisis data tingkat lanjut, dan pembelajaran yang dipersonalisasi (Gupta, 2021). 

Sementara itu, pada tahun 2016 pemerintah Jepang menegaskan konsep Super Smart Sociey atau Society 5.0 (Masyarakat 5.0). Konsep itu diperkenalkan ke masyarakat dunia, oleh PM Shinzo Abe, pada 21 Januari 2019. Semenjak itu, dunia menyadari bahwa Revolusi Industri 5.0 dimulai. 

Merujuk Haramaya (2018), M. Hanefi dan Resul Bütüner (2022) mendefinisikan Masyarakat 5.0 sebagai sebuah “masyarakat cerdas” di mana ruang fisik dan dunia maya terintegrasi dengan kuat. 

Masyarakat ini sebagian besar diciptakan dengan menggunakan konsep Industri 4.0, melalui elemen-elemen teknologi digital seperti AI, IoT, realitas virtual dan teknologi robot generasi baru, melampaui teknologi digital dari Industri 4.0. 

Masyarakat 5.0 fokus mengintegrasikan teknologi digital dengan keahlian manusia secara inovatif mendorong perkembangan sistem produksi yang lebih efisien, fleksibel, berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan.

Konsep Masyarakat 5.0 kemudian menghasilkan transformasi pendidikan yang disebut Education 5.0 (Pendidikan 5.0). 

Pendidikan 5.0 merupakan pendekatan inovatif terhadap pendidikan yang memadukan teknologi canggih dan metodologi pembelajaran terkini untuk menciptakan lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Pendidikan 5.0 merangkul teknologi dan metodologi pembelajaran inovatif, memfasilitasi lingkungan belajar yang lebih dinamis dan interaktif, sehingga meningkatkan motivasi dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran lebih fleksibel dan adaptif guna mempersiapkan siswa untuk sukses dalam masyarakat global yang terus berubah. 

Jika, pada Pendidikan 4.0 guru dan siswa mengandalkan perangkat teknologi digital seperti platform pengajaran daring (online),  kecerdasan buatan (AI), realitas virtual (VR) dan realitas tertambah (AR),  dan Internet of Things (IoT),  maka pada Pendidikan 5.0 guru dan siswa mengandalkan kecerdasan buatan lanjutan (AAI), realitas virtual lanjutan (VRA), realitas tertambah lanjutan (AAR), teknologi robot,  big data, dan Industrial IoT (IIoT) 

Figueiredo et al. (2023) Pendidikan 5.0 mendayagunakan Kecerdasan Buatan Canggih (AAI) melampaui AI tradisional, menggunakan algoritma yang lebih kompleks untuk analisis prediktif, pengambilan keputusan otonom, dan personalisasi pengajaran yang lebih baik.

Penerapan Pendidikan 5.0 dapat menghasilkan pengalaman pendidikan yang lebih personal lagi mendalam. Melalui adopsi teknologi VRA misalnya, para pelaku pendidikan akan merasakan pengalaman belajar yang lebih realistis, melampaui simulasi konvensional yang terjadi di Pendidikan 4.0. 

Pendidikan 5.0 berfokus pada pengembangan keterampilan penting, termasuk berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kerja sama tim, kompetensi yang dibutuhkan dalam Masyarakat 5.0.

Tantangan dan Peluang 

Digitalisasi pendidikan di Indonesia dilakukan berdasarkan Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang mengacu ke OECD Learning Compass 2030 dan Visi Indonesia Emas 20245. OECD Learning Compass 2030, menyebutkan bahwa Kesejahteraan 2030  ditentukan juga  oleh faktor kualitas pendidikan. 

Pedoman itu juga  mendorong agar siswa belajar mencari dan menemukan arah mereka sendiri melalui cara yang bermakna dan bertanggung jawab (agen siswa). Upaya siswa harus dilengkapi dengan interaksi dan bimbingan  dari teman sebaya, orang tua, guru, dan elemen masyarakat lainnya (ko-agen).

OECD Learning Compass 2030 merekomendasikan agar pendidikan dilakukan dalam siklus Antisipasi Aksi Refleksi (AAR), suatu proses pembelajaran berulang di mana siswa terus-menerus meningkat pemikiran dan sikap bertanggung jawa demi kesejahteraan bersama. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan penduduk Indonesia kelompok usia 0-19 tahun pada tahun 2021 adalah 88,3 juta jiwa. Kelompok tersebut diharapkan menjadi generasi Indonesia Emas 2045.

Untuk memperkuat kompetensi generasi Indonesia Emas tersebut, Indonesia mengembangkan digitalisasi pendidikan melalui sejumlah langkah strategis, di antaranya dengan menyediakan infrastruktur teknologi informasi dan internet.

Mengacu ke Visi Indonesia 2045, Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikburistek) telah mengembangkan kurikulum pendidikan berbasis teknologi digital. Kurikulum Merdeka yang diluncurkan sejak akhir tahun 2019 dimaksudkan untuk itu.

Meski sudah berjalan hampir lima tahun, ternyata Kurikulum Merdeka terkendala oleh sejumlah masalah, terutama kesiapan sumber daya manusia (guru) sebagai pilar utama pelaksanan kurikulum merdeka.

Sementara itu, Unicef.org (2023) menyebutkan bahwa peluang untuk mengembangkan digitalisasi pendidikan  sangat ditentukan oleh empat faktor yaitu ketersediaan perangkat digital (device), internet (connetivity), keterampilan (skills) dan faktor sosial-budaya (socio-cultural condition).  

Perangkat digital

Data ‘We Are Social’ menyebutkan bahwa Indonesia juga adalah peringkat 4 (setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat), negara pengguna ponsel pintar, di mana terdapat 187,7 juta pengguna ponsel atau 66,1 persen total populasi. 

Namun, penyebaran kepemilikan perangkat digital (ponsel pintar) tidak merata. Sebagian besar siswa di sekolah-sekolah dan kampus di wilayah Indonesia bagian timur dan daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) tidak memiliki perangkat digital yang memadai dan terkini.

Mereka juga tidak memiliki biaya modal dan biaya rutin untuk pengadaan dan pemeliharaan perangkat digital di semua tingkat sistem pendidikan tidak diperhitungkan secara memadai dalam anggaran pendidikan.

Konektivitas atau Internet

Konektivitas atau internet adalah salah satu faktor penentu digitalisasi pendidikan. Konektivitas  mengandaikan ketersediaan infrastruktur teknologi informasi (TIK) seperti internet yang cepat dan akses Wi-Fi yang luas. 

Terkait ini, The SMERU Research Institute (2022) mengungkapkan,  pengguna internet Indonesia  terkonsentrasi di pusat-pusat perkotaan Pulau Jawa. Dari total pengguna internet Indonesia, 64 persen adalah yang tinggal di perkotaan, sedangkan 40 persen adalah warga pedesaan.

Disebutkan pula, 30 persen desa di sejumlah provinsi di daerah 3 T, termasuk Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat, telah tercakup oleh 3G/4G. Selain itu,  lebih dari 70 persen desa di daerah-daerah ini melaporkan sinyal yang lemah. 

Keadaan tidak banyak berubah hingga awal tahun 2024. Asosiasi Penyelenggara jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan tingkat penetrasi internet per awal 2024 mencapai 79,5 persen dari total populasi nasional, dengan penetrasi paling rendah di Pulau Sulawesi (68,35 persen), Maluku dan Papua  (69,91 persen

Repotnya, hingga awal 2024, kecepatan internet masih rendah juga. Data Speedtes Global Indeks Ookla menunjukkan bahwa  kecepatan internet Indonesia berada pada peringkat 126 dari total 178 negara, dengan kecepatan rata-rata 27,87 Mbps. 

Askes internet yang belum merata dan kecepatannya yang rendah membuat banyak sekolah Indonesia tidak dapat melakukan digitalisasi pendidikan secara leluasa. 

Ketrampilan Digital 

Unicef juga mencatat bahwa keterampilan guru dan siswa dalam menggunakan teknologi pendidikan  menjadi kunci sukses digitalisasi pendidikan. 

Sayangnya, hingga saat ini Kemendikbudristek tak memiliki data akurat tentang jumlah guru dan siswa yang belum mempunyai akses ke teknologi digital dan dari yang sudah memiliki akses, berapa orang yang tak mampu memanfaatkan perangkat digital secara efektif.

Hasil Studi Bank Dunia (2022) mengungkapkan, 44 persen guru sekolah dasar dan menengah pertama di Indonesia berpartisipasi dalam pembelajaran daring selama pandemi (2020-2021).

Antara September 2020 dan Januari 2021, Bank Dunia melakukan pemetaan terperinci terhadap penyedia pelatihan guru daring terbesar di Indonesia.

Terungkap, selama periode tersebut  empat penyedia publik dan empat penyedia swasta menyelenggarakan 25 program pelatihan yang mencakup total 1.466 jam konten.

Studi tersebut menyebutkan, mayoritas pelatihan fokus pada keterampilan literasi digital guru (program 20/25) dan pembelajaran jarak jauh (21/25), sementara hanya sedikit yang mencakup pedagogi khusus mata pelajaran.

Namun, data terebut tidak berarti bahwa tidak ada masalah apa pun dengan ketrampilan guru dan siswa di Indonesia.

Masih kurangnya tingkat ketrampilan digital di kalangan guru dan siswa terendus dari The Digital Skill Gap Index 2021 yang menempatkan Indonesia pada peringkat 47 dari 113 negara dengan skor 5,2 dalam hal  ketrampilan digital Indonesia. 

Faktor Sosial Budaya 

Unicef mengatakan, peluang untuk mengembangkan digitalisasi pendidikan juga berkorelasi dengan faktor kesenjangan sosial-budaya. 

Biasanya, anak-anak penyandang disabilitas, anak perempuan, anak-anak  yang berasal dari keluarga miskin, anak-anak yang tinggal di daerah pedesaan mengalami di sisi yang salah dari kesenjangan digital.

Mereka kurang memiliki akses ke internet dan perangkat yang dibutuhkan untuk belajar. Faktor budaya adalah kendala lain bagi digitalisasi pendidikan Indonesia. Para guru dan siswa di banyak daerah di Indonesia, sebagaimana warga masyarakat pada umumnya, belum memiliki budaya digital yang baik.

Mereka masih berada pada tahap memanfaatkan ponsel pintar untuk berkomunikasi, bermedia-sosial, menonton film, mendengarkan musik dan bermain game online.

Mereka belum terbiasa menggunakan aplikasi di ponsel pintar untuk mengakses informasi dan data penting, termasuk materi pembelajaran, tugas, dan interaksi antara siswa dan guru. 

Mereka juga belum terbiasa melakukan kolaborasi online seperti platform pembagian dokumen, video konferensi, dan ruang diskusi virtual. 

Oleh karena itu masih terdapat banyak sekolah dan kampus di Indonesia yang belum mampu memanfaatkan alat digital untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, memberikan umpan balik langsung dan evaluasi formatif kepada siswa secara individual. 

Mereka juga masih sulit melibatkan orang tua dalam proses digitalisasi pendidikan. Pasalnya, masih banyak orang tua, terutama di desa, tak terbiasa mengakses internet dan mendayagunakan teknologi digital. 

Keamanan digital

Tantangan lain dari penerapan digitalisasi pendidikan di Indonesia  adalah penjagaan keamanan data yang masih lemah. Daftar panjang kejahatan siber dan skandal Kebocoran Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) belum lama ini adalah buktinya. Lemahnya sistem keamanan digital terjadi pula di lingkungan pendidikan.

Di banyak sekolah, asesmen formatif dan sumatif, tak lebih dari sekadar kegiatan formalitas. Para siswa bisa berbagi jawaban soal ujian dengan bebas teman-temannya melalui ponsel pintar,  karena sekolah tak memiliki sistem penjagaan keamanan data digital.

Menurut penulis, ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk memajukan digitalisasi pendidikan di Indonesia.

Pertama, kita perlu segera mengatasi kesenjangan digital untuk memungkinkan akses yang adil terhadap kesempatan belajar yang berkualitas dan inklusif bagi semua anak. Artinya, Indonesia perlu segera  mengakselerasi pembangunan infrastruktur TIK dan perangkat digital yang canggih secara masif dan merata di seluruh wilayah Indonesia.

Kedua, kita perlu melakukan pelatihan digital secara ekstensi dan intensif  bagi para guru. Tujuannya agar para guru  mampu merevolusi model pengajaran, dan dapat memaksimalkan teknologi digital untuk meningkatkan hasil pembelajaran yang optimal.

Ketiga, kita perlu memperkuat tata kelola, kesiapan, dan ketahanan sistem digitalisasi pendidikan, sehingga dapat membangun sistem pendidikan yang berkualitas dan bersaing tinggi.

***

*) Oleh : Mubasyier Fatah, Koordinator Bidang Ekonomi Kreatif, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU), Bendahara Umum PP MATAN, Pelaku Industri TI.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES